Part 12 : Gara-gara Mala

606 31 0
                                    

....

Mala dan Alifa berbaris di paling belakang. Alifa yang sangat ketakutan sedangkan Mala justru biasa saja. Tidak ada ketakutan dalam dirinya padahal peserta pertama dan kedua saja gagal, hingga membuat peserta lain pun mengurungkan niatnya, akan tetapi mereka semua menatap Mala dan Alifa pun mendorong Mala agar duluan masuk ke perpus terlebih dahulu.

"Ayo La, lo duluan aja." Mala dengan terpaksa mau dan berjalan santai memasuki ruangan perpustakaan itu.

Di tempat lain beberapa anggota osis melihat yang masuk itu Mala, mereka meremehkan Mala dan yakin jika Mala tidak akan menang.

"Mala? Gak akan menang La. Haha..."

Mala berjalan-jalan mencari petunjuk satu persatu dilorong buku-buku perpustakaan, tak lama kemudian saat Mala sedang berdiam diri buku-buku tersebut jatuh membuat Mala kaget. Namun, kini Mala tau apa yang harus ia lakukan. Itu semua di karenakan Mala pernah mengikuti uji nyali ini saat kelas 10 kemarin, hanya saja dulu gagal dan ternyata hantu itu bohongan.

"Gue kerjain lo..."

Mala akhirnya kembali membalas hantu tersebut dengan menjatukan buku-buku di lorong lain. "Hu...hu..." sambil melirih persis suara hantu.

Hantu itu pun ketakutan dan ia pun lari sambil berteriak. "Hantu..."

Mala yang mendengar itu hanya bisa tertawa pelan.

Sedangkan hantu siswa bunuh diri itu mengira bahwa peserta tersebut gagal dan ketakutan. "Pasti dia takut haha.."

Mala pun berjalan mengendap-endap kebelakang untuk mengelabui hantu itu dengan cara jari-jarinya menggrayangi wajah hantu tersebut sambil melirih seperti hantu. "Hi...hi..." kemudian hantu itu pun lari karena takut.

Mala sudah menduga bahwa dia akan menang kali ini.

Kedua hantu itu ketakutan lalu keluar dan berpelukan, namun peserta itu pun kaget karena ternyata hantunya itu palsu.

"Astaga..."

Mala terus berjalan mencari amplop Merah, dan tak lama kemudian dia menemukan amplop merah itu.

"Nah itu dia. Tapi tinggi banget."

Rakha yang masih di dalam ruang perpustakan bertanya pada dirinya sendiri apakah ini sudah berarkhir?

Namun ia justru mendapati Mala yang sedang membawa tangga kayu untuk mengambil Amplop. Rakha pun mengurungkan niatnya untuk pergi, Mala menaiki tangga itu dan mengambil amplop merah, saat ingin turun ia malah terpleset sehingga dirinya kehilangan keseimbangan dan akan terjatuh.

"Woh woh woh..." Rakha dengan sigap berlari ke arah Mala dan menolongnya.

Brugh...

Mala berhasil tertolong karena Rakha membopongnya, namun lutut Rakha membentur lantai. Mala terkejut karena jatuh namun ia mendapati Rakha kini menolongnya, mata mereka saling menatap. Hingga mereka di sadarkan oleh buku yang jatuh.

Mala bangkit dan menjauh dari Rakha, ia mundur kemudian punggungnya membentur tangga hingga tangga itu terjatuh, Rakha menarik tangan Mala untuk bersembunyi di bawahnya, sehingga Rakha lah yang lagi-lagi kena.

Mala merasa bersalah karena Rakha terluka olehnya. Namun, entah kenapa Mala mendadak gugup.

Kenapa gue gugup sih? ~ dalam hati Mala bertanya-tanya.

"Lo ngapain ngeliatin gue begitu?" Mala tersadar dari lamunannya.

"Sorry, soalnya gara-gara gue lo jadi gini." Mala berani kan diri untuk minta maaf pada Rakha.

"Gue bilang jangan caper sama gue La!"

Mala geleng-geleng, bisa-bisa kejadian kayak gini dia mikir Mala caper.

"Serah lo deh, lagian ini udah selesai. Ayo cabut?!" Ajak Mala namun di tolak oleh Rakha, Rakha menyuruhnya jalan duluan.

Namun belum apa-apa Rakha sudah meringis kesakitan, alhasil Mala mengurungkan niatnya untuk pergi duluan. "Sini gue bantuin Rakha!"

Mau tidak mau Rakha menerima bantuan dari Mala. Mala membuka kaos kaki Rakha, di pergelangan kaki Rakha terluka memar. Akhirnya Mala memapahnya jalan.

"Sorry yaa, gara-gara gue lo jadi kayak gini."

"Gapapa! Lagian gue udah bilang...

"Apa? Mau bilang kalo gue gak usah bantuin lo? Kha, liat lo kayak gini gara-gara gue terus gue tinggalin lo ya gak banget lah, gue juga harus bertanggung jawab." Omel Mala pada Rakha yang memintanya untuk tidak menolongnya.

Sementara itu Arie yang membawa Vio ke rumah sakit, sudah begitu lega di karena Vio tidak harus rawat inap. Vio hanya lapar karena dirinya diet ekstrem kata dokter, Arie langsung pergi ke toko sepatu membelikan sepatu untuk Vio.

Melihat Vio memakai sepatu dengan hak tinggi membuat dirinya merasa kasihan, setelah membelikan sepatu ia kembali ke rumah sakit lalu menemui Vio yang sudsh terbangun.

"Kamu udah bisa bangun?" Tanya Arie. Vio mengangguk kecil.

"Mau pulang sekarang?"
Lagi-lagi Vio hanya bisa mengangguk.

Arie kemudian memberikan sepatu sneakers untuk Vio berwarna putih. "Pake ini aja."

Vio tersenyum, ia tidak menyangka bahwa Arie sebaik ini padanya, ia sangat peduli pada dirinya.

"Makasih yaa.."

Mereka pun akhirnya pulang berjalan kaki, itung-itung olahraga dan cari makan. Arie mengajak Vio ke sebuah warung makan yang enak, namun Vio menolaknya karena dia sedang diet.

"Gapapa sesekali makan enak kan?"

Karena Arie terus membujuknya, Vio setuju dan mereka langsung masuk.

Vio sangat senang bisa menikmati makan enak ini lagi, rasanya seperti beban di kepala ini jadi plong. "Diet gapapa kok, asal jangan ekstrem." Kata Arie pada Vio yang hanya tersenyum manis.

Setelah makan mereka kembali berjalan-jalan, Arie mengajak Vio pergi ke suatu tempat dimana yang harusnya ke tempat itu adalah Mala.

"Makasih yaa Rie, tapi btw kenapa kamu ngelakuin semua buat aku?" Tanya Vio di sela-sela perjalanan mereka.

"Aku cuma gak mau kamu kenapa-napa lagi." Jawab Arie.

Arie memang menyukai Vio, hanya saja di hari ini entah kenapa perasaan sukanya berubah menjadi perasaan kasian. "Aku gapapa kok."

"Aku cuma berpesan jangan pernah memaksakan apa yang sebenarnya gak ingin kamu lakuin." Pesan Arie begitu dalam bagi Vio. Vio heran mengapa Arie bisa tahu bahwa Vio sebenarnya tidak menyukai ballet.

"Ah tempat ini bagus banget, aku gak pernah kesini sebelumnya."

Mereka menatap pemandangan dari atas jembatan yang indah.

Bersambung....

Go Back Or Not BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang