Hari ini, masih sama. Dunia Jungkook dan Seokjin yaaa, hanya begini-begini saja. Mau bagaimana lagi?
Seokjin yang selalu sibuk mencari uang dan Jungkook yang dipaksa sibuk belajar. Tidak-tidak! Bukan sebuah paksaan melainkan keinginan Jungkook sendiri. Ia tentu tak ingin kakaknya kecewa jika ia tak berhasil nantinya. Dan lagi, bukannya akan sangat jahat jika Jungkook tak serius menjalani hidupnya padahal Seokjin sudah mati-matian memberikan seluruh waktunya untuk Jungkook? Seokjin memilih untuk tak melanjutkan kuliah dan menghidupi Jungkook. Juga ia begitu percaya bahwa Jungkook mampu menjadi orang yang akan berhasil suatu saat nanti.
"Kookie!"
"Hai, Mini!"
"Kebiasaan gak sih kamu manggil Mini. Ngeselin tau gak!"
"Itu kan panggilan sayang, Minie."
Jungkook terkekeh ringan. Ia sangat suka membuat sahabatnya cemberut. Lucu katanya. Sudah mini, mudah marah lagi!
"Udah jangan marah-marah terus. Ada apa? Aku masih ada ekstra nih. Kalau kamu mau ajakin aku bolos, mending gak dulu deh. Soalnya rencana aku tahun ini mau ikut tampil di ajang festival teater antar kampus divisi tiga. Pokoknya aku harus bisa gabung Mini, jadi please jangan jadi setan ya. Aku gak mau bolos!"
"Dih, siapa juga yang mau ajakin bolos, orang aku mau traktir kamu makan siang kok. Kan aku udah keterima jadi wakil ketua di kelas tari. Makanya aku mau rayain sama kamu!"
"Wahh! Serius? Kok kamu hebat banget sih? Aku bahkan belum dilirik sama kakak tingkat buat diijinin gabung ke acara depan."
Iri sekali. Sifat itu selalu muncul jika sudah dihadapkan dengan seorang Jimin. Sejak masih duduk di bangku SMA, ia dan Jimin selalu menjadi saingan dalam hal prestasi. Tapi sayangnya Jungkook lebih banyak kalah dibanding Jimin. Jimin itu hebat, hebat sekali. Matematika hebat, fisika hebat, bahasa Jepang hebat, non akademis juga hebat. Jimin juga terlahir dari keluarga kaya raya, banyak uang, pergi sekolah diantar jemput bahkan sekarang ia sudah dibekali mobil sport keluaran terbaru. Tapi meski begitu, Jungkook senang karena Jimin bersedia berkawan dengannya. Pasalnya siapa lagi sih yang mau berteman dengan orang seperti Jungkook? Jungkook itu miskin, juga tak punya orang tua.
Tapi satu yang Jungkook merasa menang dari Jimin. Kasih sayang. Bukannya Jimin tak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya bukan, hanya saja Jimin kekurangan ungkapan rasa itu sebab orang tuanya hanya sibuk bekerja. Ya, tak berbeda jauh dari Seokjin sih. Tapi setidaknya, Jungkook mendapatkan lebih banyak perhatian dari sang kakak. Sedangkan Jimin? Bertemu orang tuanya saja bisa satu sampai dua bulan sekali. Itupun tak akan lama. Karena orang tua Jimin sangat sibuk mengurus perusahaan mereka yang berpusat di Paris.
"Sabar dong Kookie. Kamu yang semangat deh. Makanya yuk kita makan dulu. Nanti aku tambahin es krim coklat deh biar mood kamu baikan. Gimana?"
"Gratis kan?"
"Kan udah kubilang, aku yang traktir. Kenapa masih ditanyain gratis atau enggaknya? Heran aku tuh!"
"Iyaa-iyaaa. Yaudah ayuk."
Dengan riang, keduanya berjalan menuju sebuah cafe kecil yang ada di sebelah kampus dengan berjalan kaki. Wah, kali ini Jungkook pasti kenyang.
___
23.15
Sudah hampir tengah malam tapi Jungkook tak bisa tidur. Ia terus eirik jam dan memikirkan sang kakak yang sampai selarut ini belum juga pulang. Ditelepon pun, ponselnya tak menyaut. Mungkin habis baterai(?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With You ✅️
Teen FictionKisah manis dua anak yatim piatu penghuni panti asuhan yang saling jatuh cinta. Berawal dari Seokjin yang menemukan Jungkook kecil tengah menangis sendirian di taman dekat panti asuhan tempatnya tinggal. Lalu ia membawa bocah kelinci itu pulang dan...