Sudah beberapa jam sejak operasi selesai dilakukan, tapi Jaehan belum juga melewati masa kritisnya. Kondisinya pun lebih dari menyedihkan.
Semua yang melihat keadaannya tidak sanggup lagi berbuat banyak selain hanya menyumbang tangis dan rasa iba.
Kecelakaan itu tidak main-main, bahkan si pelaku penabrakan pun tidak jauh berbeda keadaannya. Hanya Yechan yang tidak terlalu parah. Meski tangannya patah, tapi itu akan sembuh seiring berlalunya waktu.
Sementara Jaehan, tidak ada yang tahu.
Di rumah, Yechan kecil yang saat itu belum diberi nama pun menjadi rewel dan banyak sekali menangis. Seakan merasakan bahwa papanya tengah berjuang untuk bisa kembali pada mereka.
Junghoon hampir kewalahan dibuatnya. Beruntung, ada Kevin yang saat itu membantu. Pemuda itu cukup mahir dalam menjaga bayi karena pernah bekerja di penitipan anak.
Namun, seolah tak ada kata lega, keluarga mereka kembali dikejutkan dengan kabar bahwa kondisi Jaehan semakin memburuk setiap harinya. Seakan keluarga Kim tak henti-hentinya di uji.
Di sisi lain, Yechan telah menyumbangkan sebagian darahnya. Namun, ia tetap tak bisa tenang jika Jaehan belum melewati masa kritisnya.
Berharap agar Jaehan cepat sadar.
Di tengah kegelisahan dan rasa gundah yang tak sudah-sudah, Yechan merasakan kehadiran seseorang di sisinya.
"Bagaimana keadaannya?"
"Enyahlah!"
Satu kata. Selalu hanya satu kata itu yang terlontar dari bibir Yechan setiap kali pria ini datang menghampiri.
Tak seperti dulu, kini ia bahkan muak dengan dirinya sendiri.
"Jangan begitu padaku, Yechanie. Niatku baik, kok."
Decihan terdengar. Yechan tidak bisa percaya dengan pria ini lagi. Ia tahu, "Kau kan dalang di balik semua ini? Kau ingin Jaehan mati, agar perhatian Hangyeom tidak tertuju padanya lagi."
"Bagaimana kau bisa menuduhku seperti itu? Kita bahkan bertemu di parkiran sebelum kalian pulang."
"Begitukah? Lalu, kenapa kau masih di sini? Bukankah kau ingin pergi?"
Saat itu, sebelum Jehyun bisa menjawab pertanyaan Yechan, Hangyeom yang sedari tadi berdiri mendengarkan keduanya tak tahan lagi dan langsung menarik pria itu pergi.
Yechan hanya diam mengamati. Tak habis pikir dengan dirinya sendiri, kenapa ia bisa bersama dokter gila itu di masa lalu?
Kebodohan yang terlambat disadari, tak bisa diperbaiki.
Sementara itu, Hangyeom masih terus saja menarik Jehyun dengan kasar, tanpa belas kasih sama sekali. Tak seperti Hangyeom yang selalu lembut dan penuh welas asih.
"Apa masalahmu?!" Jehyun berteriak sembari berusaha lepas dari cengkeraman tangan pria yang lama ia sukai, namun justru membencinya sepenuh hati.
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu! Apa masalahmu dengan Jaehan? Lalu, bagaimana dengan Yechan? Bukankah kalian memiliki hubungan? Bukankah kalian berdua berteman? Kenapa kau tega melukai mereka sampai seperti ini? Dokter macam apa kau ini, hah?!"
Hangyeom dengan penuh amarah menghardik Jehyun. Ingin sekali ia memukul pria ini, tapi ia masih memiliki hati.
"Tidakkah seharusnya kau bertanya pada dirimu sendiri? Kenapa semua ini bisa terjadi, itu adalah karena dirimu, Gyeom hyung."
Hangyeom terdiam.
"Jika saja kau lebih peka pada perasaanku, jika saja kau bisa menjaga Jaehan dengan baik, dan jika saja kau tidak selalu menyalahkan orang lain, menyalahkanku ... apa kau pikir ini semua akan terjadi?"
Hangyeom tidak bergeming, sementara Jehyun sudah mengulurkan tangan, menunjuk tepat di dada kirinya, tempat di mana jantungnya berada.
Pria cantik itu berkata, "Pikirkan baik-baik, hyung. Aku atau kau yang bersalah di sini. Aku ... atau kau yang seharusnya bertanggung jawab atas semua yang sudah terjadi?"
*
*
*
"Kau ingin melarikan diri dari tanggung jawab?"
Hangyeom menarik kerah Yechan, hampir memukulnya lagi. Tapi, niat itu urung terjadi karena Hyuk lebih dulu datang dan langsung melerai mereka berdua.
"Hyung!"
"Hyuk-ah ..."
Hyuk menggeleng, berkata jika dirinya ingin mendengar apa alasan Yechan melakukan ini.
"Aku ... kurasa semua yang terjadi adalah karena diriku yang bersikeras untuk tetap berada di sisinya. Karena itu ..."
"Lalu bagaimana jika dia mencarimu saat bangun nanti? Apa kau tidak memikirkan perasaannya? Pikirkan juga tentang anak kalian! Kenapa kau membuat mereka menanggung kebodohanmu! Lari bukan jawaban dari masalah ini, Shin Yechan!"
Hangyeom sungguh tidak habis pikir.
"Gyeom hyung ..."
"Dia mencintaimu, Yechan-ah ..." Hangyeom menunduk, sementara tangannya masih erat menggenggam kemeja yang Yechan kenakan. Pria itu menangis begitu keras.
Namun, Yechan tetap menggeleng keras kepala, "Kau lebih pantas bersamanya, bukan aku ..."
Seandainya Yechan tahu apa yang sudah Jaehan katakan pada Hangyeom. Bahwa tak ada harapan untuk rumah tangga mereka berdiri seperti dulu lagi.
Tanpa dikatakan pun semua sudah tahu bagaimana perasaan Jaehan pada Yechan. Sayangnya, Yechan selalu menjadi begitu bodoh jika berurusan dengan cinta.
Pemuda itu tak tahu apa-apa dan selalu bertindak dengan keputusan cerobohnya saja.
"Yechan-ah, kenapa kau selalu seperti ini. Tidak bisakah kau berhenti? Mengapa kau terus melukainya tanpa henti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair✅
FanfictionHangyeom adalah pria baik, namun sayangnya naif. Sementara Jaehan merasa Hangyeom tak cukup memberi sesuatu yang ia cari. Sesuatu yang Yechan miliki dan mampu pria itu beri.