19

292 33 7
                                    

Yechan terduduk di lantai dengan wajah babak belur. Siapapun yang melihat, akan tahu bahwa itu menyakitkan. Tak hanya lebam, tapi itu juga mulai bengkak.

Tadinya tak ada yang peduli, namun eomma Kim lah yang pertama menghampiri.

Wanita itu berhati keras, bahkan ketiga anaknya pun sudah mengerti. Hanya saja, entah mengapa tiba-tiba wanita itu menarik Yechan tanpa kata untuk duduk di bangku ruang tunggu.

Memanggil salah satu perawat, Eomma Kim meminta agar Yechan diberi obat.

"Namamu Shin Yechan?" tanyanya. Wajahnya masih dingin, namun suaranya terdengar lebih bersahabat daripada yang lain.

Yechan pun mengangguk. Ia sendiri tak banyak berharap dengan respon dari keluarga Jaehan terhadap dirinya.

"Kau terlihat masih sangat muda, berapa usiamu?"

Yechan menjawab bahwa ia kini berusia dua puluh empat tahun.

Eomma Kim mengangguk. Memang terlihat masih begitu muda, walaupun nyatanya hanya berjarak dua tahun dari anak sulungnya.

"Kau tahu kami semua di sini membencimu, Yechan-ssi?"

Anggukan pelan ia beri. Wajah yang semula tampan, mulus tanpa cela, kini tertutup oleh banyak luka. Meskipun masih tak sepadan dengan apa yang Jaehan rasa tentunya.

"Lalu, kenapa kau tidak pergi?"

"Aku tidak peduli dibenci oleh kalian, yang aku tunggu di sini hanyalah Jaehan."

Junghoon yang mendengar itu berdecih pelan, sudah babak belur, tapi masih arogan. Mungkin itu yang ia pikirkan.

Hela napas keluar dari bibir eomma Kim, "Jadi, itu benar? Anak yang dikandung Jaehan adalah anakmu?"

Yechan mengiyakan, "Jaehan sendiri yang mengatakannya, bahwa seandainya dia hamil, itu sudah pasti anakku. Aku juga tidak pernah meragukan hal itu."

Eomma Kim menunjukkan raut tak mengerti.

"Jaehan mengatakan padaku bahwa suaminya selalu berhati-hati. Jadi, sudah pasti itu memang anak kami."

Mendengarnya, eomma Kim pun beralih menatap Hangyeom yang tak bisa menyangkal karena apa yang Yechan katakan adalah benar.

"Gyeomie, kenapa?"

Hangyeom yang meski sejak tadi menyimak tetap saja tersentak. Hyuk pun sama. Namun, hampir saja pemuda itu membantu menjawab, Hangyeom lebih dulu menyela, "Maafkan aku, eomma ... aku hanya merasa belum siap."

Tak banyak reaksi dari setiap orang yang ada di sana. Kecuali Junghoon, tentu saja. Pria itu menatap Hangyeom dengan ekspresi tak percaya yang tergambar jelas di wajah cantiknya.




Sementara itu masih di rumah sakit yang sama, Jehyun  sudah kembali dan duduk termenung di ruangannya. Ia tidak diijinkan menangani Jaehan, karena apa yang ia perbuat entah mengapa sudah menyebar.

Setelah ini mungkin ia harus mengatakan selamat tinggal pada karirnya yang sebenarnya sangat cemerlang.

Sungguh ia tidak pernah menyesali semua yang sudah terjadi. Ia bahkan tak menyesali perbuatannya yang tak terpuji.

Perasaan Yechan, perasaan Jaehan ... itu bukan urusannya. Akan tetapi, dibenci Hangyeom ... ia tak bisa. Hanya itu satu-satunya hal yang menyakitinya.

Jehyun terus menangis, sampai ia mulai menyadari bahwa apa yang terjadi adalah karena Jaehan.

Jika saja Jaehan tidak hadir dalam hidup Hangyeom, ia tidak akan mungkin meminta tolong pada Yechan untuk  melakukan rencana-rencana kotornya ini.

Jika saja Jaehan tak ada, semua tidak akan begini jadinya.

Affair✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang