Suara ketukan dari kamarnya benar-benar mengganggu waktu istirahatnya. Mencoba untuk mengabaikan, tapi semakin lama bukannya berhenti justru ketukan itu semakin kuat. Pintu itu seolah berteriak meminta tolong padanya sebelum si pelaku benar-benar menghancurkannya.
Wajah penuh senyum milik seniornya muncul begitu pintu itu ia buka. Aneh, pikirnya.
"Aku membawa peralatan untuk si macan." Adrian menunjukkan barang-barang bawaannya. "Felicia menitipiku ini. Pagi ini ia harus mengantar Ayana ke sekolahnya. Orang tuaku sedang dalam perjalanan bisnis, seperti biasa." lanjut seniornya itu. Kakinya langsung berjalan masuk tanpa dipersilahkan.
Janendra masih memilih mematung di pinggir pintu. Matanya mengikuti Adrian yang kini asyik duduk di lantai sembari mengeluarkan semua barang bawaannya.
"Ini tempat makannya, makanannya, tempat minumnya, pasirnya, toiletnya." ujar Adrian. Matanya lalu menatap Janendra. "Dimana Macan?"
Telunjuknya mengarah pada seekor anak kucing berwarna hitam yang kini tengah tertidur di atas lemarinya. "Biarkan saja barang-barang itu. Ayo kita ke tempat Ayana saja!"
Percuma. Saat mereka datang, sekolah itu sudah sepi. Adrian lalu mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Felicia. Namun belum sempat panggilan itu terhubung, Janendra menepuk pundaknya. Tangannya lalu menunjuk ke arah sebuah toko es krim.
"Tunggu di sana saja." Adrian pikir adik tingkatnya itu menemukan sosok yang mereka cari.
Saat pintu itu mereka buka, Adrian terkejut melihat sosok yang mereka cari memang berada di sana, asyik menjilati es krim yang mereka pesan.
"Bagaimana kamu tahu?"
***
Nadia membuka kembali lembar demi lembar album semasa kecilnya. Beberapa foto menunjukkan dirinya dan Praga. Ia ingat, dulu mereka sangat suka merebutkan mainan yang sama. Siapa sangka jika orang tuanya pun seperti itu?
"Maaf..." lirihnya saat ia melihat foto Praga kecil yang tersenyum ke arah kamera.
Sesal memang datang di akhir. Seberapapun inginnya ia memutar kembali waktu, tentu ia tidak akan bisa. Ia takut, kalaupun ia bisa, ia akan melakukan kesalahan yang sama.
"Berhenti memandangi album itu. Lebih baik kau kembali ke kamar dan perbaiki nilai-nilaimu."
***
Setelah membujuk Adrian membawa Ayana pulang dengan alasan gadis kecil itu mengantuk, Janendra kini duduk berhadapan dengan Felicia. Rona merah di pipinya mulai tampak. Mata coklat gadis itu menolak bertatapan dengannya. Gadis itu mencoba menyibukkan diri dengan es krimnya.
"Mengapa bukan kamu yang mengantar peralatan Macan?" Tangan Janendra terlurur, menghapus jejak es krim yang berada di pipi gadis di hadapannya. Membuat gadis itu semakin menundukkan kepalanya.
"Ayana." Suaranya bergetar. Felicia rasanya ingin berteriak sekarang. Kakinya bergerak menendang kaki lawan bicaranya. Namun bukan kaki manusia yang tertendang, justru kaki meja, membuat malu yang ia rasakan semakin bertambah.
"Tunggu!" Janendra berteriak saat gadis itu dengan cepat melarikan diri dari sana. Meninggalkan ia yang secepat mungkin membereskan barang-barang yang berada di atas meja.
Beruntung gadis itu masih berada tak jauh dari toko es krim. Membuatnya dapat segera menyusul gadis itu. Senyumnya merekah saat mendapati gadis yang irit bicara itu tampak kesal dengan dirinya.
"Ada yang ingin aku tanyakan." Nafasnya masih terengah-engah setelah berlari mengejar Felicia. "Apa kita pernah berada di pantai itu sebelumnya?"
Bingung yang ia rasakan saat berada di pantai itu akhirnya tersampaikan. Rasa familiar yang ia rasakan pada gadis yang kini berjalan di sampingnya membuatnya sangat nyaman. "Apa kita, dulu sangat akrab?"
Pertanyaan itu membuat langkah Felicia berhenti. Kepalanya menunduk. Sesak yang ia rasakan bukan main.
"Dulu kakakku, lalu aku." lirihnya. Sialnya, suara itu sampai pada indera pendengar Janendra. Membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. "Tidak. Biar semua kenangan itu hanya untukku. Kakak hanya perlu menjalani semua seperti sebelum kecelakaan itu terjadi."
Setelah menenangkan dirinya, Felicia menengadahkan kepalanya. Mengunci fokus matanya pada mata lawan bicara. "Berbahagialah..."
Gadis itu lalu berjalan mendahului Janendra yang masih membatu atas ucapannya. Ia masih belum paham. Kenangan apa yang dimaksud oleh puan itu? Berbahagia untuk apa?
===
Into : You will continue its journey!
KAMU SEDANG MEMBACA
Into : You [Proses Terbit]
Romance[BELUM DIEDIT] Felicia yang baru saja kehilangan sang kakak dipertemukan dengan sebuah sosok tembus pandang. Sosok yang selalu menemaninya ke mana pun ia pergi. Takut tentu ia rasakan saat awal kemunculannya. Namun perlahan, siapa sangka jika ia aka...