Gadis itu kembali disibukkan dengan pena dan bukunya. Jika beberapa hari lalu ia memilih berdiam diri di luar rumah, maka sejak berakhirnya hubungannya dengan Jeffano, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamarnya.
Rumah yang membuatnya pengap ini setidaknya mampu menjaga rahasianya.
Mungkin ia merasa sedikit lebih nyaman karena kakaknya memilih untuk tinggal pergi entah kemana, lagi.
Buku itu sudah menjadi teman akrabnya sejak dua tahun lalu. Saat ia harus menjaga penuh rahasia kakaknya. Kakaknya sama seperti sang ayah, memiliki sifat ambisius. Apa yang inginkan, harus mereka dapatkan. Tidak peduli dengan apapun.
Nadia cukup berbeda. Ia cukup lelah dengan semua tuntutan keluarganya. Ia hanya ingin hidup layaknya Nadia yang teman-temannya kenal. Nadia yang apa adanya.
Saat Jeffano mencoba untuk mengulik rahasia keluarganya, bukan marah yang ia rasakan. Ia justru takut. Ia takut pandangan lelaki itu akan berubah. Ia takut jika lelaki itu kecewa padanya. Karenanya, pilihan untuk melepaskan ia rasa lebih baik. Walaupun sesak masih ia rasakan.
Malam itu, sosok wanita datang ke rumahnya. Sosok yang sangat ia kenal. Ia hanya mampu mengintip dari balik jendela. Tidak mampu untuk melangkah keluar.
Ia tahu. Wanita itu tahu.
***
Giana merasa putrinya mulai menjaga jarak kembali dengannya. Sejak pagi, gadisnya memilih untuk berdiam diri di kamarnya. Gadis itu enggan untuk bertemunya, bahkan hanya untuk makan bersama.
Karenanya, ia memutuskan untuk membawa gadis itu keluar malam ini. Ia tahu penyebab diam sang putri. Setelah meminta izin pada Kiara, ia memaksa sang putri untuk duduk di kursi penumpang.
Felicia sama sekali tidak tahu kemana sang ibu akan membawanya. Sempat ia berpikir mobil ini akan berhenti di area pemakaman sang kakak. Ia bergidik ngeri membayangkan datang ke area itu malam-malam. Bukan apa-apa, ia takut sosok tembus pandang yang akan mengikutinya.
"Ma, pulang saja yuk?" Gadis itu benar-benar berpikir tempat itu yang mereka tuju.
"Tidak. Tunggu saja, kamu pasti suka." Ujar Giana sembari terus memperhatikan jalanan. Giana menolak menggunakan supir saat bersama anaknya. Sama seperti tanggal 18 setiap bulannya.
Giana pikir, dengan memberikan waktu berdua, anaknya akan lebih terbuka padanya.
Felicia melemparkan tatapan bingung pada sang ibu saat mobilnya berhenti di depan pagar yang ia kenal. Ia memang baru beberapa kali ke sana. Namun tentu ia kenal kediaman siapa yang ia kunjungi malam itu.
"Kenapa ke sini?"
Pagar itu terbuka sebelum Felicia sempat mendengar jawaban dari sang ibu. Giana yang memang tidak berniat untuk menjawab hanya tersenyum dan terus menyetir mobilnya memasuki kediaman Giovano.
"Maaf ya atas kunjungan dadakan ini." Ujar Giana menghampiri Kiara. Di belakang Kiara, sang putra berdiri di ambang pintu. Janendra sama bingungnya dengan Felicia.
Janendra yang sejak tadi disibukkan dengan tugas kuliahnya dipaksa untuk turun oleh Kiara. Wanita itu hanya mengatakan akan ada tamu yang datang, lalu memeberikan titah anaknya untuk membantunya menyiapkan makan malam.
***
Into : You will come again tomorrow!
KAMU SEDANG MEMBACA
Into : You [Proses Terbit]
Romance[BELUM DIEDIT] Felicia yang baru saja kehilangan sang kakak dipertemukan dengan sebuah sosok tembus pandang. Sosok yang selalu menemaninya ke mana pun ia pergi. Takut tentu ia rasakan saat awal kemunculannya. Namun perlahan, siapa sangka jika ia aka...