"Pergi yang jauh,Angkasa!" Ujar Karin sekali lagi sebelum benar benar masuk unit Jean.
Karin menghela nafas panjang setelah pintu benar benar ditutup. Ada rasa lega setelah ia berterus terang ketidaksukaannya atas kehadiran Angkasa.
Tak apa terlihat jahat,asal berhasil membuat Angkasa menjauh darinya.
Karin benar benar ingin lepas dari Angkasa.
Angkasa hanya masalalu yang tak mungkin bisa kembali ke masa depannya.
Perasaan Karin sudah benar benar selesai dengan Angkasa.
"Lagi ada masalah ya?"
Disitu Karin baru sadar atas kehadiran Jean tepat di hadapannya.
Dan ia baru sadar kenapa memilih masuk unit Jean daripada memasuki unitnya sendiri.
Karin mengumpat dalam hati atas kebodohan yang ia lakukan.
Sedikit mendongak melihat manik Jean yang tengah menatapnya intens,tangan itu sedikit mendorong dada Jean yang terlalu dekat dengannya.
"Kenapa?" Suara berat Jean sedikit serak.
"Bukan muhrim" polos Karin.
Bibir Jean berkedut menahan senyum lantaran Karin begitu menggemaskan menurutnya.
"Siapa?"
"Ng? Ya kita,bukan muhrim"
"Dia siapa lo?" Tanya Jean sedikit memiringkan wajahnya agar bisa melihat Karin sepuasnya.
"Siapa?"
"Yang diluar tadi, siapa lo? Temen? Sahabat? Mantan?pacar apa suami lo?"
Kening Karin berkerut mendengar rentengan pertanyaan dari Jean.
"Bukan siapa siapa"
"Oh,cuma masa lalu ternyata"Jean menyimpulkan sendiri.
"Sorry, Gue masuk ke unit lo.Tadi gue bingung dan lo heboh manggil manggil gue makanya gue ngga sengaja masuk kesini" ujar Karin terdengar tak beraturan. Tangan itu bergerak memegang knop pintu ingin keluar,namun dengan cepat Jean menahan pintu.
"Mau kemana?" Tanyanya memandang wajah Karin yang amat ia rindukan. Tapi ia bisa mengontrolnya dengan sedatar mungkin.
Mata Karin bergerak polos. "Keluar"
Jean mencebik. "Nggak boleh!"
"Kenapa? Udah malem, gue butuh istirahat"
"Disini aja!"
"Bobo bareng gua"lanjutnya kembali.
"Gila lo!minggir gue mau keluar!" Karin menepis tangan Jean yang menahan pintu.
"Ada yang harus gua omongin sama lo"ujar Jean seraya menahan pintu sekuat tenaga.
Karin mendongak kembali untuk melihat wajah Jean, mendecak sebal. "Besok aja"
"Nggak! Gua maunya sekarang!"
"Gue maunya besok! Awas Jean!"
"Karin"panggilnya pelan.
"Apa?" Sahut Karin begitu sebal.
Keduanya saling bertatapan dengan tatapan yang berbeda.
Jean yang menyiratkan akan kerinduan dan Karin menyiratkan kekesalannya pada Jean.
"Maaf," satu kata keluar dari mulut Jean.
"Apa?" Karin menelan ludah entah kenapa tiba tiba gugup.
"Maaf," cicitnya kembali.