Chapter 9: Bayang-bayang Kehancuran

14 5 3
                                    

Kediaman Adipati Pangestu, Kadipaten Sunyoto.

Garin. Pemuda berambut hijau tersebut masih memandang Ni'mal yang terbaring lemas di ranjang kamar. Ia menjelaskan bahwa Sang Arjuna Putih yang menyelamatkannya dari sosok tanaman pemangsa. "Bocah bernama Sasmito tadi sudah jelaskan alasan kalian datang. Melihat kondisimu sekarang, sebaiknya urungkan niatmu membantu kami."

Ni'mal meringis mencoba duduk di ranjang. "Aku tak akan mundur kalau bukan Adipati sendiri yang memintaku mundur," sahutnya.

Garin menghela napas. "Arjuna Merah menghadapi petarung kuat, bahkan membuat Utusan Sura Selatan menggunakan kekuatan terbesarnya. Arjuna Merah bisa menyembuhkan luka fatal dalam waktu singkat. Bahkan SM Cendrawasih saja tak mampu menghentikannya." Pria berambut hijau berhenti bersandar pada dinding. "Kau yang sekarang bukan lagi Arjuna Merah, Ni'mal. Bahkan jika Arjuna Putih tak menyelamatkanmu, kau sudah mati ditelan tanaman pemangsa di rawa tadi."

Ni'mal berjalan terseok mendekati pemuda berambut hijau. "Aku tidak menyesal jika harus mati saat menjalankan misi." Ia berhenti satu meter dari Garin. "Lebih baik mati demi keselamatan banyak orang ketimbang hidup sebagai pengecut!"

Bocah ini tak sayang nyawa? pikirnya teringat pada Srikandi. "Apa kau mau mati sia-sia?"

Krriet ....

"Ni'mal?" Raden Dwi Atmojo berdiri di ambang pintu kamar. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya saat pemuda berkaos putih menoleh padanya.

***

Padepokan Gajah Putih, Kadipaten Cidewa Hideung.

Duduk dalam posisi semedi di bawah beringin kembar, Puspa Arumi membuka mata tatkala dua lelaki melangkah mendekat. Ia melempar senyum pada keduanya kemudian berkata, "Kukira kalian tidak akan kemari setelah sayembara selesai."

Raden Irawan dan Adnan Katingga duduk bersila menghadap gadis berambut panjang. Pemuda berkumis tersebut menarik napas panjang. "Pemungutan suara mengenai pergantian sistem kepemimpinan Manunggal sudah dimulai."

Pemuda berambut putih sontak menoleh heran, menganga seperti Puspa. "Apa?"

Raden Irawan lanjut bicara, "Aku butuh bantuan kalian."

Adnan mengaitkan alis. "Sebentar, pemungutan suara soal pergantian kepemerintahan itu benar-benar dilakukan?"

Raden Irawan manggut. "Apa Srikandi masih belum pulih?"

Gadis berbusana hitam panjang melirik ke bawah. "Yang aku dengar, Kak Srikandi butuh waktu untuk pulih. Dan setelah pulih nanti, sebisa mungkin dia tak boleh menggunakan kekuatannya seperti saat melawan Ni'mal."

"Begitu, ya ...." Raden Irawan mengangguk kecil. "Apa kalian juga belum dapat soal keberadaan Ni'mal?"

Adnan menjawab, "Belum."

"Omong-omong pertolongan apa yang kau perlukan, Raden?" tanya Puspa.

"Setelah tujuh hari mengidentifikasi racun yang ada di badan Prabu Cakrabumi, Ratih dan Wahyu menemui titik terang."

Raut muka Adnan dan Puspa semringah. "Benarkah?"

"Menurut mereka, racun yang ada di tubuh ayah kemungkinan berasal dari racun murni tiga Asura lautan."

Adnan melirik ke kanan dan kiri. Tiga Asura lautan? Maksudnya ...

"Apa mungkin maksud Raden ... Tiga Serangkai Danta?" terka Puspa.

Dongeng mengenai tiga Asura terkuat penguasa samudera terpintas di kepala Adnan setelah mendengar ucapan Puspa. Makhluk legendaris yang bahkan ditakuti leluhur Katingga?

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang