Chapter 48: Kawan Lama

27 7 12
                                    

"Kangmas Dananjaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kangmas Dananjaya ... sebegitunya kau mencintainya?" Perempuan berparas indah dalam balutan sutra pink, memegang cermin mengamati wajahnya.

"Mereka bilang, dibanding selir dan istri-istrimu, akulah permata terindahmu. Kekayaan dan kekuasaan keluargaku, berperan besar dalam usahamu menyatukan benua ini. Tapi tetap saja, tak sekali pun kau menatapku dengan tatapan cinta." Ia menunduk, membendung air mata. "Tatapanmu teduh, tetapi dingin saat kita berdua. Bertahun-tahun aku jadi milikmu, tapi kau tak pernah memelukku dengan ketulusan hati."

Ia balik badan, melangkah menuju jendela yang terbuka. "Kangmas ... Apa aku tak bisa mendapat separuh cintamu? Kalau kau memberikan hampir seluruhnya pada wanita itu, bisakah kau berikan seperempatnya saja padaku? Tak masalah jika kau mengutamakannya, tapi kumohon ... berikan sedikit padaku juga." Ia menitikkan air mata. "Wahai Sang Pembolak-balik Hati, izinkan aku menempati sedikit ruang di hatinya, sedikit saja ...."

"Apa karena ini, kau tak mau makan dan mengurung diri?" Sosok pria mirip Ni'mal muncul dari ambang pintu. Ia bersedekap sambil bersandar pada dinding. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar dari Ni'mal, serta lebih mancung dengan tatapan penuh wibawa.

Perempuan mancung tersebut mengusap air mata, balik kanan agak terkejut. Entah sejak kapan suaminya sudah berada di sana. "Kangmas?"

Dananjaya melangkah pelan. Rautnya menampakkan belas kasihan. Maaf, Nyimas. Sejujurnya hanya Ningrum yang membuat hatiku bergetar. Aku tahu, andai kau dengar isi hatiku mungkin kau semakin sedih. Dan beliau pasti marah karena aku membuatmu bersedih. Ia berhenti tepat di depan perempuan berbusana sutra. "Jaga kesehatanmu. Makanlah. Berbaurlah dengan yang lain. Aku harus pergi ke Pegunungan Timur."

Sosok berjuluk putri daerah barat, menunduk lesu. "Kangmas pergi bersama dia lagi?"

"Tidak. Kali ini aku pergi bersama pasukan pilihan." Ia menatap jendela. "Di Pegunungan Timur, aku dengar ada sekelompok orang yang membujuk masyarakat untuk menyembah para Asura. Konon, Asura yang mereka sembah berwujud singa. Makhluk itu yang membalikkan beberapa gunung dan menyebabkan bencana. Mungkin aku akan membawa beberapa ratus pasukan terlatih dari kerajaanmu. Apa kau mengizinkannya?"

Ia mengangguk. "Kerajaanku, adalah kerajaanmu," jawabnya.

"Baiklah, terimakasih." Dananjaya balik badan, melangkah menuju pintu.

"Sebagaimana kebahagiaanmu, adalah kebahagiaanku. Selama kau tersenyum, maka aku pun berusaha tersenyum."

Deg!

Dananjaya berhenti. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. Tangannya yang hendak melebarkan daun pintu, berganti menarik menutupnya.

Perempuan berwajah mirip Puspa terbelalak melihatnya. Ia tak menyangka Dananjaya justru menutup pintu dari dalam kamar yang nyaris tak pernah ia singgahi.

Pria kekar tersebut kembali menghampiri istri pertamanya. "Nyimas Patrakumala," sebutnya lirih membelai puncak kepala wanita berbusana sutra. "Terimakasih untuk banyak hal," ucapnya memeluk.

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang