Chapter 49: Ujian Pertama

13 6 3
                                    


Blaaarrr!

Api lebat nan lebar menyembur dari tanah di bawah Nakula. Anggota Pandawa Merah tersebut lenyap bak ditelan bumi - sejatinya berteleportasi. Ia meninggalkan Ni'mal seorang diri.

"Lagi-lagi kabur!" gerutu Ni'mal. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba merasakan keberadaan teman lamanya. Sepertinya Dewa juga sudah pergi. Ia teringat pada Puspa dan rekan-rekan, termasuk penasaran apakah mereka sudah pergi mencari Srikandi atau belum. "Aku harus ...." Ia menepuk jidat. "Bodoh ... ponselnya aku simpan di saku jubah tadi! Pantas seperti ada yang meledak di dekat perut tadi!"

Ia buang napas. "Haaaah ... hey, Dananjaya! Apa kau juga ceroboh sepertiku?" Ia mulai melangkah lunglai. "Ah, tapi aku itu kan kau. Kau itu aku, harusnya kita ini sama, kan?" Ia garuk-garuk kepala. "Tapi kenapa kau terlihat lebih berwibawa? Kau juga lebih tampan dan elegan."

"Hey, apa kau tak bisa jawab?" Ni'mal geleng-geleng. "Hah, aku ngomong sendiri kaya orang depresi! Harusnya juga aku ke sini ajak Srikandi! Aku kan tak hapal pulau ini!" gerutunya.

Ke kanan. Setelah melihat lembah terjal, lalui saja. Lalu jalan lurus terus. Kau akan sampai di mulut gua. Justru suara entitas kuno yang menggema di kepala.

"Hadeh, malah setan laknat yang nyahut!" gumamnya.

Jaga mulutmu! Kau mau sampai di tempat Pertapa Harimau, kan?

"Asura saja menyebutmu Iblis! Mana mungkin aku percaya!"

Kalau kau menemukan Kujang Ludira, aku juga gembira.

Ni'mal berhenti. "Jelaskan alasannya!"

Angin malam bertiup Sepoi membelai kepala. Netra coklatnya memantulkan secuil sinar bulan. Ni'mal menanti jawaban selama beberapa menit.

"Heh? Kau tak mau bicara? Kalau begitu, aku putar arah buat cari tempat tidur!" geretaknya.

Hahaha! Lakukan saja! Semakin lama kau mengambilnya, semakin kemungkinan teman-temanmu selamat menipis. Asal kau tahu, mungkin besok atau lusa mereka sudah harus bertarung melawan Asura. Dan kau, masih harus menjalani ujian dari Pertapa Harimau untuk mendapatkan Kujang Ludira!

Ni'mal mengeratkan kepalan tangan dan rahang. "Tunjukkan jalannya!" titahnya kesal.

***

Srikandi berkali-kali buang napas. Gadis berambut biru panjang berjalan mondar-mandir di ruang apartemen. Rena, teman Genta yang sempat ditahan oleh PM tengah tertidur lelap di kamar Srikandi. Mungkin kelelahan.

Kukira dia bisa lupa soal Kak Ni'mal kalau diajak kulineran. Sepertinya Kak Ni'mal lebih penting dari apapun. Genta menghela napas lirih, menunduk penuh sesal. "Maaf, Kak."

Srikandi menarik napas dalam-dalam, lantas mengelus dada. "Aku bisa saja menyusul Ni'mal, tapi aku masih ragu kalau meninggalkan kalian. Aku bisa saja bawa kalian ke tempat yang aman, tapi aku khawatir kalau-kalau ada musuh datang. Aku tak mau membunuh seseorang jika tak terpaksa."

Ponsel Srikandi berdering. Nomor tak dikenal memanggil. Ia tak bersuara, menanti si penelpon bicara lebih dulu.

"Srikandi, apa kau bersama Genta dan Rena?" Raden Irawan bertanya.

Mengenal suara tersebut, Srikandi menyahut, "Raden? Kau dapat ... ah, lupakan. Sekarang kondisinya genting. Si bodoh itu pergi sendirian ke Pulau Iwak untuk mencari Kujang Ludira! Kita harus ... tunggu! Kau tahu Genta dan Rena?"

"Ni'mal menelpon kami siang tadi. Dia bilang kau di Fanrong bersama dua orang itu. Jadi, aku menelpon William untuk memastikan."

"Kau bersama siapa saja? Apa kau tak panik tahu si bodoh itu pergi ke Pulau Iwak sendirian?" Srikandi heran.

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang