Chapter 41: Gelombang

15 7 5
                                    

Alam mimpi.

Ni'mal kecil berdiri di tengah hamparan luas rerumputan. Pandangan bocah berusia tujuh tahunan tersebut tertuju pada kakeknya - Purwadi. "Kakek?"

Sosok sepuh berblangkon hitam melangkah mendekat beriring senyuman haru. Netranya membendung air mata. "Ni'mal, Cah bagus ...." Ia jongkok menyetarakan tinggi dengan bocah tersebut. "Yakinlah ... selama kau melangkah di jalan kebenaran, Tuhan selalu memberi pertolongan."

Dalam mimpi itu, Ni'mal hanya terpaku menatap wajah sang kakek. Hatinya merasakan penyesalan sang kakek yang mencoba membuatnya terhindar dari takdir sebagai Arjuna Merah.

"Terkadang, seseorang justru menerima takdir ketika ia sengaja menghindarinya," ucap sosok sepuh berblangkon hitam. "Ikuti hati kecilmu, lunturkan rasa ke-aku-an dalam dirimu. Aku tahu, cucuku adalah anak hebat dengan takdir besar. Maka dari itu, luruskan niatmu. Bertarunglah demi kedamaian negeri ini, bukan atas dasar kebencian, bukan atas dorongan dendam." Mbah Pur memeluk Ni'mal seraya meneteskan air mata. "Berjuanglah, Nak. Allah mboten sare," bisiknya.

***

Sarang Avisa, beberapa saat sebelum Putri Nilam Sari mengirim Srikandi.

Netra separuh terbukanya tertuju pada tombak Asura yang menancap menembus tubuh. Aku tak mampu bergerak lagi ....

Sekarang kesempatan terakhirmu, Nak! Pasrahkan tubuhmu padaku! Cepat! Sebelum dia mendekat! bujuk sang Iblis Darah.

Sesosok ikan transparan berbadan air, berenang mendekati wajahnya. Nak? Kau bisa mendengarku? Telepati tersebut mirip suara Putri Nilam Sari.

Sura Selatan? terkanya.

Bintik-bintik cahaya jingga keluar dari mulut sang ikan bertubuh air, kemudian bergerak meresap masuk ke tubuh Ni'mal. Sura Utara bisa datang langsung ke Hutan Vyathita untuk menolongmu karena keberadaan Pohon Pasak di sana. Baginya, Pohon Pasak adalah pintu untuk bepergian ke penjuru Manunggal. Lautan di mana kau berada sekarang, bukanlah wilayahku. Jadi aku tak bisa datang langsung ke sini karena suatu hal.

Dasar para Sura brengsek! Mau sampai kapan kalian menggangguku mendapatkan tubuhnya! ujar sang entitas tanpa rupa.

Jelmaan Putri Nilam Sari tak mempedulikan telepati sang monster tua. Ia lanjut bertanya pada Ni'mal, Ada beberapa orang di sekitar Candi Terbenam. Dengan kondisimu sekarang, mustahil mengalahkan Avisa sendirian. Aku bisa mengirim salah satunya kemari. Apa kau keberatan?

Staminanya mulai pulih, begitu pun dengan luka-lukanya yang merapat. Aku saja kewalahan, apalagi dengan yang lain? Aku tak mau melihat orang yang aku kenal terluka! Ni'mal mencabut tombak Asura dari perut.

Berbijaklah, Nak. Jika kau gugur di sini, para Asura akan menelan Manunggal. Lagi pula, ada banyak manusia yang bercita-cita gugur di medan perang demi mendapat anugerah-Nya.

Lirih suara dirinya menggema di kepala dibarengi gambaran wajah Dananjaya, "Adakalanya manusia harus bertanggungjawab seorang diri, tapi ada masanya manusia harus bekerjasama demi menyelesaikan sesuatu. Berbijaklah, diriku."

"Kyaaaaak!" Teriakan Avisa terdengar dari atas permukaan laut dibarengi gemuruh guntur dan puting beliung.

Ni'mal merasakan sang Asura melesat mendekat dalam kecepatan tinggi. Ia mengencangkan rahang, lantas berdiri. Tolong kirim seseorang yang bisa membantuku! ujarnya dalam hati sambil menyelam naik ke permukaan.

Belum sampai lima detik, sosok manusia burung memasuki perairan bersiap mencengkeramnya. Meski melesat di antara air, kecepatan tubuhnya tak terlalu teredam.

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang