Beberapa detik setelah sadar dari mimpi kepingan masa lalu, Ni'mal kembali dihujani serangan bertubi-tubi dari berbagai entitas - wujud dari mereka yang ia bunuh dengan keji.
Berbeda dari sebelumnya, kali ini ia hanya pasrah menerima rangkaian serangan. Tusukan, tebasan, pukulan, tendangan, semua ia terima begitu saja. Walau saat bagian jantung dan lambungnya tersayat, ia merintih menahan nyeri.
Air mata menetes bukan karena rasa sakit, melainkan karena penyesalan mendalam atas pilihan gegabahnya tuk bekerjasama dengan pria misterius di masa lalu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini memang salahku. Aku yang melakukan perjanjian terkutuk dengan lelaki itu ... aku memang pelaku pembantaian di Kadipaten Pancer beberapa tahun lalu.
Darahnya yang tercecer di lantai batu menggumpal mewujud jadi sesosok SM dengan topeng cenderawasih. Makhluk tersebut melesat menebas pemuda kekar yang terjerat rantai.
"Uuurgh ...." Ni'mal lagi-lagi muntah darah. Aku yang memulainya ... aku pantas menerimanya .... Ia tertunduk lesu.
Aku rela menerima hukuman ini, ucapnya dalam hati dengan mata terpejam.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kucing kecil, gadis berselendang, bocah bertopeng burung, bocah ingusan, dan ... Simahyang? Padahal aku merasakan keberadaan sosok naga air di gerbang masuk. Apa dia takut?" Sang Asura mengelus janggut. "Omong-omong, sejak kapan Simahyang tunduk pada manusia? Bukankah kalian yang sempat disembah oleh mereka?"
Dlap!
Puspa melesat menyabetkan selendang batik hijau toska. Hentakan selendangnya ditahan oleh sang Asura. Dia menangkis tanpa menggunakan tenaga dalam? pikirnya melompat mundur ke belakang, tepat di sisi kanan Simahyang dan Athar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.