Zain melepas busana khas Timur Tengah yang melapisi badan. Dengan kaos hitam lengan panjang, pria rupawan tersebut maju memimpin Puspa dan Sasmito guna melawan sang Asura. "Kerahkan semua yang kalian bisa!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Gua Keramat, Desa Paminggir.
Lima orang PM berhelm berhenti menatap pintu besi sebuah ruangan. Salah satunya mengabarkan penemuannya lewat jam tangan digital, "Semuanya! Arah jam 9 dari mulut gua! Kami menemukan ruangan yang dimaksud, ganti!"
"Apa yang terjadi pada mereka?" Salah satu PM melangkah masuk ke dalam ruangan. Perhatiannya tertuju pada Damar, Freddy, dan Anya yang terjerat akar hitam raksasa.
"Tunggu!" celetuk salah satu PM. "Sebaiknya kita tunggu bala ban-"
Splaaat! Splaaat! Splaaat! Splaaat!
Empat akar raksasa menyembul keluar dari lantai ruangan bundar, menjerat empat personil PM secara bersamaan. PM yang sempat berkomunikasi lewat jam tangan digital pun balik badan, berniat melarikan diri.
Namun, belum ia melangkah pergi, sebuah akar raksasa lain melesat dan menariknya masuk ke dalam ruangan. Hanya jerit ketakutan yang terakhir menggema di sana.
***
Bentangan langit malam penuh bintang menjadi atap. Sementara hamparan rumput hijau tanpa satu pun pohon sebagai lantai. Ni'mal si pemuda berkaos hitam compang-camping berdiri takjub memandang panorama.
"Sang Pencipta mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan." Pria yang muncul dalam mimpi Ni'mal, atau tepatnya sosok dirinya dari masa lalu, berdiri tegap di belakangnya.
"Apa aku sudah mati?" tanyanya spontan.
"Belum," sahutnya tersenyum sebelum lanjut bicara, "Apa yang pernah kau lihat dengan mata, yang pernah kau dengar, yang pernah kau cium, yang pernah kau sentuh akan tergambar dalam benakmu. Tetapi bukan berarti Sang Maha Pencipta yang tak terbayangkan itu tidak ada.
Sosok Dananjaya lanjut bicara, "Dengan kebutaanmu yang sementara, kau belajar melihat dengan sesuatu yang tak kasat mata. Mata sukma. Dan dengan dirimu yang tak mampu melihat itu, akhirnya kau tahu jika Dia menjagamu dari tipu daya Asura yang memanfaatkan indra. Maha Suci Dia yang tak dapat diterka."
"Hey?" Ni'mal memandang wajah Dananjaya. "Apa kau benar-benar diriku di kehidupan sebelumnya?"
Dananjaya tersenyum. "Pertanyaan yang tak perlu dipertanyakan."
Ni'mal menunduk, melirik ke kanan dan kiri. "Aku dan kau benar-benar berbeda. Kau dikenal sebagai ksatria legenda Manunggal, sementara aku ... dikenal sebagai Arjuna Merah yang banyak membunuh."
Tep!
Dananjaya menepuk lirih pundak kanan Ni'mal. "Selama manusia kembali ke hadapan Sang Pencipta dengan keyakinan bahwa Dia satu-satunya yang patut disembah dan Muhammad adalah utusan-Nya, niscaya dosa-dosa itu masih terampuni. Kecuali ... sifat sombong yang melekat pada jiwa."