Chapter 27 : Kegelapan

12 5 1
                                    

Desa Paminggir.

Tiga hari telah berlalu semenjak ditaklukkannya gua misterius berpenghunikan Utusan Asura. Perkebunan, persawahan, dan wilayah perairan di sana kembali seperti sediakala. Tak ada lagi tanaman yang layu menghitam, ikan-ikan pun bermunculan.

Ni'mal duduk seorang diri di bawah rindang sebuah pohon. Ada tongkat kayu pada sisi kiri ia duduk. Pemuda dengan tatapan kosong serta sepasang mata warna abu-abu, menoleh ke kanan sebab mendengar derap langkah seseorang. "Siapa?"

Zain dalam balutan busana putih khas Timur Tengah datang dengan raut lesu. "Aku dengar Ratih sedang bepergian. Dia tak ada di desa. Aku juga coba kabari orang-orang setingkat Tetua Manunggal agar datang kemari, tapi masih belum ada balasan." Zain duduk di sebelah pemuda berkaos merah. "Arjuna Putih juga tak bisa dikabari."

Ni'mal tersenyum getir. Ia yang tak dapat melihat setelah menerima hadiah perpisahan dari Asura Laut Barat, hanya menghela napas lirih. "Zain?"

"Ya?" sahutnya cepat.

"Kau waktu itu bilang pada Ajeng, kalau kau teman si Tuan Ksatria, kan? Apa hubunganmu dengannya?"

Zain sejenak diam. "Sepertinya aku tidak bisa jawab," sahutnya lirih memandang danau siang hari. Aku hanya akan bicara kalau yakin jika kau benar-benar reinkarnasi Prabu Dananjaya, imbuhnya dalam hati.

"Kau masih ragu kalau aku ini reinkarnasi Dananjaya, ya?" celetuk Ni'mal.

Zain berat tuk berkata-kata. Ia menatap pemuda buta di sebelahnya. "Aku ...."

Ni'mal terkekeh lirih. "Jangankan dirimu. Aku saja masih ragu." Ia menghela napas. "Mana mungkin reinkarnasi Dananjaya selemah ini. Sampai-sampai buta karena menatap Asura."

"Bersabarlah dulu. Kita tunggu kabar dari Athar atau Wahyu, siapa tahu mereka mendapat kabar tentang seseorang yang bisa mengobatimu."

Ni'mal bermuka datar. Ia justru memikirkan Srikandi yang terbaring di Keraton Sura Selatan. "Kita tak punya banyak waktu."

"Hey? Apa kau tak cemas pada dirimu sendiri?" selidik Zain penasaran.

"Mungkin diriku yang dulu akan mengamuk dan mengutuk takdir. Tapi aku yang sekarang tak punya alasan bersikap begitu."

"Kenapa?" Zain mengernyit.

"Aku Arjuna Merah yang banyak membunuh manusia. Tak peduli teman, bahkan kakekku. Kalau penglihatanku ini diambil sebagai bentuk peringanan dosa, aku sukarela menerimanya."

Siapa sangka dia sebijak ini .... Zain sejenak termenung. "Tapi, kau tak akan bisa pergi ke Hutan Vyathita dengan kondisi begini."

"Semalam aku bertemu Raden Armi dalam mimpi," ungkap Ni'mal.

"Apa beliau menyampaikan pesan?"

Ni'mal manggut. "Beliau memintaku menjernihkan diri di sini sampai aku mendapat jawaban."

Zain mengerti. Itu sebabnya setiap malam dia bermeditasi di tengah danau seorang diri?

"Omong-omong, di mana Puspa dan Lastri? Aku tak merasakan keberadaan mereka sedari pagi?"

"Mereka ... berkeliling hutan sekitar untuk mencari tanaman yang mungkin bisa menyembuhkanmu."

"Lalu bagaimana kabar Ki Komarudin?"

"Racun beliau sudah hilang, tapi tubuh beliau masih belum bisa banyak bergerak. Mungkin perlu beberapa hari lagi sampai beliau sehat."

"Syukurlah," sahutnya bergumam.

"Kenapa kau begitu mengkhawatirkan orang sekitarmu ketimbang dirimu sendiri, Ni'mal?"

"Heheheh!" Ia terkekeh. "Entah. Mungkin ... karena aku sering jadi penyebab orang-orang terluka. Jadi aku lebih mengkhawatirkan mereka."

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang