Chapter 55 : Perjuangan (Bag. 2)

24 6 5
                                    


Anna duduk mengamati berita yang tersiar di layar laptop. Perempuan pirang berbusana khas sekertaris kantoran mengangkat telepon tatkala gadget-nya berdering. "Tak biasanya petinggi PM bawahan Wakil Tumenggung Yo meneleponku langsung seperti ini. Ada apa, Tuan Ronald?"

"Aku dengar komplotanmu mencegat para Pemburu Asura beberapa waktu lalu. Tapi sekarang, tak ada lagi pergerakan dari mereka. Apa kalian tak sanggup menghadapi muda-mudi berkekuatan magis tinggi?" sahut sang petinggi PM dari sisi lain.

Anna menyandarkan kepala ke belakang kursi putar. "Aku tak suka basa-basi pada seseorang yang tak sepaham dengan kami. Katakan, ada apa?"

"Arjuna Merah muncul dan membuat jajaran Tumenggung kerepotan karena pidatonya saat peresmian pergantian kepemimpinan. Apa kalian terlibat dalam hal ini?"

Willem yang baru saja memasuki ruangan dan mendengar obrolan asistennya, berjalan mendekat dan menyahut agak lantang, "Silakan periksa semua kamera pengintai di sekitar Kota Fanrong. Yang aku dengar, putra Tumenggung Senlin membawa beberapa orang ke apartemen khusus tamu undangan pejabat."

Ronald terdiam di sisi lain, tak menyangka sosok Willem berbicara langsung padanya.

Willem lanjut bicara, mengambil ponsel Anna. "Tidak ada yang namanya teman di jajaran PM. Kata-kata itu adalah pedoman paten walau kita sudah diterima sebagai Prajurit Manunggal resmi. Karena dalam satuan ini, yang ada hanya intrik politik. Jika seseorang berpangkat sepertimu mengutamakan perasaan, bersiaplah diinjak."

Tak mendengar suara Ronald, Willem tersenyum sinis. "Kembalilah jadi tangan kananku, Ronald. Aku tak mau kau diasingkan saat seseorang yang pantas duduk di singgasana tertinggi negeri ini, mendapatkan impiannya," ucapnya mematikan panggilan. "Anna? Aku dapat kabar. Katanya, gadis yang kau cari-cari sudah melewati Wilayah Arsir di perbatasan Sunyoto - Cidewa Hideung."

Perempuan pirang itu terbelalak. Lunar?

"Dia punya dua pilihan. Bergabung sebagai rekan atau menjadikan keluarganya sebagai lawan." Willem menyerahkan ponsel pada Anna. "Pergilah kalau kau masih berharap padanya."

***

Yanuar, Dena, dan Jaya, menyipitkan mata menatap sang Asura berwujud baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yanuar, Dena, dan Jaya, menyipitkan mata menatap sang Asura berwujud baru. Mereka waspada dalam kuda-kuda, termasuk Yanuar yang berdiri bersiap melompat jika sang Asura menyerang.

Pemuda berjuluk Dalang Baklu menghilangkan wayang bayangan di tangan, mengubah aura pekat tuk menyelimuti sepasang tangan dan kaki. "Walau mengecil, tekanan auranya berlipat-lipat membesar! Jangan menyerang dulu sebelum-"

"Dena! Urus bagian tubuh manusianya! Aku tangani ular-ular itu!" potong Jaya memberi perintah. Ia memunculkan duplikat dirinya dari batuan sekitar.

"Baik!" sahut Dena melesat menyusul rekannya.

Asura berekor sembilan kepala ular aneka warna diam di tempat. Ekor-ekornya yang melesat mematuk duplikat Jaya.

Saat sembilan duplikatnya dipatuk, Jaya menempelkan kedua telapak tangan. "Meledaklah!" serunya lantang.

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang