Malam itu, Aleanora dan Natan berbaring di rumput taman rumah, memandangi langit yang dihiasi bintang-bintang. Dalam keheningan yang tenang, keduanya benar-benar menikmati momen bersama tanpa perlu mengucapkan sepatah kata. Mereka terlarut dalam keindahan malam, membiarkan keajaiban langit berbicara untuk mereka.
“Bang,” panggil Aleanora membuka suara.
“Hm?”
Aleanora tidak segera menjawab. Pikirannya melayang, membayangkan bagaimana jika suatu hari nanti Natan menikah. Apakah pria itu masih akan memberinya perhatian? Namun, orang-orang selalu bilang, ikatan batin antara abang dan adik itu kuat, tak mungkin terputus—kecuali jika salah satunya melakukan kesalahan.
“Kalau lo nikah, lo bakal tetep perhatian sama gue, kan?” tanya Aleanora melirik Natan yang kini menatapnya.
“Tumben lo nanya gitu?” tanya Natan tertawa kecil.
“Gue serius!” kesel Aleanora membuat Natan terkekeh melihatnya.
Natan tidak kembali membuka suara lagi, justru lelaki itu membuang muka. Natan kembali menatap langit malam, lalu kembali menatap Aleanora yang kini sedang menunggu jawabannya.
“Gue bakal tetep perhatian sama lo, Ra, lo kan adik gue,” jawab Natan tersenyum tipis. “Gue takut, bang.” Aleanora membuang muka.
“Karena?”
“Gue takut kalau suatu saat lo udah nikah, lo bukan Natan yang gue kenal lagi.” Mata Aleanora berkaca-kaca menatap manik milik abangnya.
Natan yang melihat itu tersenyum tipis, lalu mengusap puncak kepala Aleanora. “Mana ada gue gitu, gue bakal menjadi Natan yang lo kenal, sekalipun udah nikah.”
“Tapi kan nanti beda rumah,” keluh Aleanora.
Walaupun ia dan Natan sering berantem atau jarang akur, Aleanora tidak siap bila harus berpisah dengan Natan. Aleanora tidak sanggup untuk hal itu, apalagi membayangkan jika Natan menikah. Karena pada dasarnya, adik tidak bisa jauh dari abang. Mau Seburuk apapun hubungan mereka, mereka akan tetap membutuhkan satu sama lain.
“Ra, lo nanti makin bakal dewasa, lo nanti bakal terbiasa hidup tanpa gue,” kata Natan membuat air mata Aleanora berhasil lolos. “Mau sedewasa apapun gue, gue tetep butuh lo sebagai tuntutan hidup gue, begitu juga dengan papa.”
“Iya, gue akan selalu ada buat lo. Gue bakal terus nemenin lo, seberat apa pun perjalanan hidup ini. Ra, kalau lo capek, inget, lo selalu bisa pulang. Abang akan selalu ada buat lo, siap kasih pelukan kapan pun lo butuh,” tutur Natan membawa Aleanora kedalam dekapanya. Natan mengadah menahan air mata.
“Maaf gue selalu membuat lo kesel, Ra, gue begitu karena ingin menghabiskan waktu sama lo sebelum sibuk dengan kehidupan masing-masing.” Aleanora semakin terisak mendengar hal itu.
“Tumbuhlah lebih baik dari gue, Ra. Terbanglah setinggi mungkin, biar gue yang jadi sayap lo. Gue bakal jadi peta yang nuntun lo, dan gue bakal lakuin apa pun demi kebahagiaan lo. Untuk lo, dunia ini bakal gue perjuangkan.”
“Apa pun kondisinya.” Aleanora menggantung ucapannya, membuat Natan penasaran.
“Tetap menjadi Natan yang gue kenal, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
BANDUNG DAN KISAH KITA
Teen Fiction[SEBELUM BACA WAJIB FOLLOW! SORRY KALAU ADA TYPO! ] Albara kembali ke kota Bandung, tempat ia berasal, saat memasuki masa SMP. Di sekolah barunya, Albara menemukan banyak teman dan bersama-sama mereka membentuk sebuah geng motor bernama RAIDRES. Tuj...