Seminggu telah berlalu sejak sepulang sekolah mampir ke WARNING terlebih dahulu. Malam ini, di markas RAIDRES cukup menegangkan dengan keputusan yang akan diambil oleh Albara. Sejak seminggu itu, sejak Devan pamit, lelaki itu tidak kembali.
Yang membuat mereka tegang adalah, jika ada seorang anggota tidak hadir tanpa memberi kabar selama satu minggu, mau anggota inti atau biasa, mereka harus di keluarkan dari RAIDRES. Dan hari ini, Albara dan Rashaka telah membuat keputusan untuk Devan.
"Jadi, keputusan gue dan Rashaka, jika Devan besok atau tiga hari kedepan belum ada, maka siap tidak siap, kalian harus kehilangan Devan," beritahu Albara membuat anggota RAIDRES tegang.
Dengan gagah, Albara berdiri di depan puluhan anggota itu mengumumkan keputusan ia dan Rashaka yang telah dibuat.
"Nggak bisa gitu dong, Al!" sahut Kaivan emosi. "Tapi itu udah perjanjian, Kav," ujar Albara menatap datar Kaivan.
"Tapi kita saudara, Al!" Napas Kaivan memburu. Lelaki itu tidak setuju dengan keputusan yang Albara buat. "Itu salah Devan sendiri, anjing!"
"Kalau aja dia nggak ngilang gitu aja, gue juga nggak bakal buat keputusan ini!"
Kaivan dan yang lainnya terdiam seketika. Suasana yang tegang itu semakin tegang saat Kaivan bangkit dari duduknya. Kaivan maju beberapa langkah hingga sampai di hadapan Albara. Tangan Kaivan terkepal.
Albara yang melihat itu tersenyum sinis melihat hal apa yang akan dilakukan oleh Kaivan. Ini sebenarnya hal menakjubkan selama Albara menjadi ketua, baru kali ini ada anggota yang berani dengannya, apalagi anggota tersebut anggota inti.
"Pukul kalau lo mau, Kav," ujar Albara tersenyum remeh. "Kenapa? Lo nggak terima Devan mau dikeluarin?"
"Iya! Gue nggak terima, bangsat!" balas Kaivan cepat. Jawaban tersebut mampu membuat Albara bertepuk tangan mendengarnya.
"Dia saudara gue juga! Gue peduli dia!" bela Kaivan untuk Devan yang entah gimana.
Albara tersenyum miring, lalu membisikkan sesuatu di telinga Kaivan. "Gimana yang lo anggap saudara ternyata berkhianat?"
Kaivan membulatkan matanya mendengar bisikan Albara itu. "Enggak mungkin!" kata Kaivan tidak percaya.
"Gue juga gitu, Kav. Mana mungkin dia berkhianat, tapi entahlah," ucap Albara cuek. Dan anggota lainya yang mendengar semakin penasaran dengan bisikan Albara.
"Tapi kenya itu emang fakta."
"Enggak mungkin, anjing!"
Bugh!
Suasana langsung hening saat Albara meninju meja kaca. Membuat pecahan kaca itu berserakan di mana-mana. Mereka yang melihatnya tersentak kaget. Termasuk Kaivan sendiri.
Kaivan menatap Albara kecewa. "Tega lo fitnah anggota sendiri," kata Kaivan dingin sebelum akhirnya memilih pergi.
***
"Katanya jangan roboh?" tanya Kanaka pada Albara. Kali ini, mereka sedang merenungkan awal mereka membuat RAIDRES. Dan mereka masih ingat hari itu, sore itu, tanggal itu, dan ucapan mereka itu.
Soal Kaivan, lelaki itu masih belum bicara dengan Albara. Bahkan, lelaki itu entah ke mana hingga tidak terlihat batang hidungnya. Markas juga sepi. Biasanya, Devan, Kaivan, dan Faldo suka berantem. Hanya ada Faldo sendiri. Padahal, biasanya ketiga lelaki itu selalu ribut.
"Sorry, gue ke bawa emosi," ucap Albara yang sedang nyebat. "Kaivan, bukan gue," nasihat Kanaka.
"Sekarang, rumah yang kita buat, banyak yang suka, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BANDUNG DAN KISAH KITA
Ficção Adolescente[SEBELUM BACA WAJIB FOLLOW! SORRY KALAU ADA TYPO! ] Albara kembali ke kota Bandung, tempat ia berasal, saat memasuki masa SMP. Di sekolah barunya, Albara menemukan banyak teman dan bersama-sama mereka membentuk sebuah geng motor bernama RAIDRES. Tuj...