Perpisahan tidak menyakitkan,
Hanya saja harus saling melupakan.
***
Di dalam sebuah kafe yang tenang pada malam hari, lampu-lampu redup memberikan sentuhan romantis pada suasana. Suara gemerincing cangkir dan percakapan yang pelan memenuhi ruangan, menciptakan atmosfer yang hangat dan menyenangkan bagi para pengunjung yang menikmati minuman mereka dengan santai.
Albara, lelaki pemilik mata tajam itu sedang berada di kafe bersama inti. Di malam hari, udara kota Bandung semakin dingin. Membuat siapapun yang akan keluar di malam hari merasakan hawa dingin yang begitu menusuk.
"Al, nanti mau touring?" tanya Kaivan pada Albara, sang ketua. "Iya, insyaallah, acara kumpul sama anak geng lainnya," balas Albara yang dibalas anggukan oleh mereka.
Setelah itu, tidak ada yang membuka lagi suara.
Albara memperhatikan jalanan yang begitu macet, kebetulan mereka dekat dengan jendela.
Ah, tiba-tiba Albara teringat semua masalahnya."Masih muda, udah banyak pikiran," celetuk Kaivan membuat lamunan Albara buyar seketika.
"Terus sama lo?"
"Gue? Banyak masalah? Senyumin aja," bales Kaivan sambil tersenyum. Ah, memang mereka memasang topeng terlalu kuat.
"Iya lama-kelamaan stres," celetuk Faldo yang sedang bermain game. Faldo memang bermain game, tetapi telinganya berfungsi.
"Kalau udah gimana?"
Plak!
Faldo refleks menyimpan handphonenya, lalu menggaplok kepala Kaivan. Tidak suka? Jelaslah!
"Eh, Munaroh ngomong sembarangan!" omelnya tidak suka.Kaivan hanya tersenyum tipis. "Khawatir lo?" tanya Kaivan terkekeh.
Faldo menatapnya datar. "Gak sih," balesnya dingin. "Alah ngaku lo!" Kaivan tersenyum jahil. Ia juga tahu, sahabatnya ini khawatir.
"Udah lo pada ribut mulu!" lerai Rashaka yang entah ke seberapa kalinya. Faldo dan Kaivan, tidak di markas, sekolah, luar apapun ribut.
"Malu-maluin tau gak," sinis Albara.
"Hm," bales mereka kompak. Lalu fokus pada kegiatan masing-masing, mereka lagi-lagi tidak ada yang membuka suara. Hanya ada alunan musik yang berada di cafe tersebut.
"Devan," celetuk Rashaka sambil menatap postur lelaki yang begitu ia kenali. Mereka mengikuti arah pandang Rashaka, dan benar saja, Devan. Lelaki itu sadar segera menjauh dari cafe tersebut.
Albara tersenyum miring. "Gue kasih kesempatan, sekali lagi, besok.
"Al, gue minta maaf," ujar Kaivan kepada Albara. Walaupun ia dan Albara sudah bicara, Kaivan masih belum minta maaf.
"Maafin gue juga, Kav."
***
Hal yang paling Aleanora tunggu-tungu adalah kumpul berempat di ruang tamu. Dengan canda tawa mengiringi mereka bersama. Suasana hangat mengalir dalam percakapan itu. Moment ini adalah penghilang rasa capek masing-masing setelah satu hari sibuk dengan aktvitas masing-masing.
"Pa, Nala udah punya pacar, loh," beritahu Natan kepada Astra.
Aleanora membulatkan matanya, padahal ia sudah pesan jangan dikasih tahu dahulu. Bukan karena apa-apa, Astra tidak mengizinkan Aleanora pacaran terlebih dahulu. Kalau pun pacaran, kata Astra, lelaki itu harus meminta izin langsung ke depan papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANDUNG DAN KISAH KITA
Ficção Adolescente[SEBELUM BACA WAJIB FOLLOW! SORRY KALAU ADA TYPO! ] Albara kembali ke kota Bandung, tempat ia berasal, saat memasuki masa SMP. Di sekolah barunya, Albara menemukan banyak teman dan bersama-sama mereka membentuk sebuah geng motor bernama RAIDRES. Tuj...