3. HUKUM DAN PULANG BARENG

752 33 2
                                    

     Kita punya harapan, tapi
     takdir punya kenyataan.
      —Albara Bumi Diaksara

                                          ***

Pagi ini, Aleanora terlambat sekolah. Bagaimana bisa? Semalam ia bergadang demi menonton tim sepak bola kesayangannya bertanding. Memang dasar, Aleanora itu gila bola. Parahnya lagi, tim kebanggaan kalah, tapi tetap saja ia bergadang dan menonton hingga larut. Dengan napas yang terengah-engah, ia berdiri di depan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.

“Aduh gimana, nih?” gumamnya panik, masih kecewa karena kekalahan timnya semalam.

Tiba-tiba, darii balik gerbang, muncul satpam sekolah yang terkenal galak. “Kamu tahu aturan, kan? Terlambat nggak boleh masuk.”

Aleanora menunduk, otaknya mencari alasan. “Pak, bisa kasih kesempatan untuk kali ini? Tolong bukain gerbangnya!” teriak Aleanora penuh harapan.

“Ya nggak bisa atuh, Neng!” balas Satpam itu menyeruput kopinya dengan santai.

“Nanti saya traktir makan deh!” bujuk Aleanora belum menyerah.

“Jangan gitu atuh, Neng! Pokonya nggak bakal bapak bukain!” bales satpam itu mutlak dan tegas.

Aleanora hanya pasrah, ia mendesah kecewa. Sial, hari ini ia terlambat sekolah dan juga tim kesayangannya harus sekolah. Tetapi benar kata satpam itu, ia harus mengikuti aturan dan juga satpamnya mengikuti aturan tidak boleh membukakan gerbang untuk murid yang telat.

“Mau lewat jalan belakang?” Suara berat itu tiba-tiba terdengar dari belakang, membuat Aleanora membalikkan badanya.

Di sana, berdiri inti RAIDRES yang dikenal berandalan merupakan milik SMAVA. Ada Albara pemimpin mereka yang terkenal dingin dan di sampingnya, ada anggota inti lainya. Sepertinya, mereka juga telat. Ah, tetapi mereka biasa telat.

“Emang bisa?” tanya Aleanora dengan polos. Dan inti RAIDRES yang mendengar itu terkekeh.

“Bisa manjat, mau?” sahut Kaivan mewakili sang ketua.

Aleanora yang mendengarnya membulatkan matanya. Apa katanya? Manjat? Yang bener aja Aleanora manjat!

“Kita nggak mesum,” celetuk Albara yang tahu kemana arah pikiran perempuan yang ada di hadapannya ini.

Aleanora menggaruk tekuknya yang yang tak gatal. “Emang nggak bakal ketahuan?” tanya Aleanora memastikan.

“Nggak bakal ketahuan kalau nggak ada guru BK,” sahut Faldo dengan santai.

Setelah mendengar jawabannya, Aleanora tampak berpikir. Bimbang. Satu kata yang mewakilinya saat ini.

“Cepet lama!” kesel Albara menunggu jawaban Aleanora.

“Oke!” final Aleanora setelah berpikir. Lalu, langkah Aleanora mengikuti segerombolan lelaki yang ada di hadapannya. Sampailah mereka di belakang sekolah, tempat di mana terdapat murid-murid yang telat masuk. Aleanora menatap bangunan tinggi di hadapannya ini. Apakah ia bisa? Apalagi ia memakai rok.

“Lo dulu, Kav,” pinta Albara yang diangguki oleh Kaivan. Satu persatu mereka mulai memasuki sekolah. Menyisakan Aleanora dan Albara.

“Cepet,” pinta Albara kepada Aleanora.

“Gimana?”

“Naik punggung gue.” Aleanora mengernyit bingung. “Emang kuat?” tanyanya dengan polos.

Albara tidak menjawab, malahan ia berjongkok supaya Aleanora menaiki punggungnya.

1 menit

2 menit

BANDUNG DAN KISAH KITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang