Kejutan yang Menyakitkan

1 0 0
                                    

"Daniel nitip bakpao satu!"

"Punya kaki buat apa?"

"Punya temen buat apa?"

Daniel mendengus mendengar balasan dari Delfi, lelaki itu lantas pergi begitu saja mengabaikan Delfi yang masih memaksanya untuk membelikan satu buah bakpao.

Kini mereka bertujuh tengah makan siang bersama di jam istirahat kedua ini. Suasana kantin tidak se-ramai kantin favorit mereka semasa kelas 11 dulu.

"Si Hani sakit apa, dah? Lama banget sampai empat hari nggak masuk." celetuk Revan setelah menenggak sedikit minumannya.

"Kemarin, sih pas kita ke rumahnya katanya kecapekan doang." jawab Najwa.

"Capek doang lama amat."

"Kayak lo nggak pernah capek aja," sahut Delfi menanggapi kejulidan Revan barusan.

"Hidup gue, mah udah cukup capek, Del. Apalagi setelah ketemu lo, makin capek gue." balas Revan melirik Delfi yang sudah siap mengeluarkan tanduknya.

"Nih."

Di tengah moodnya yang hampir buruk, Daniel datang dengan membawa satu botol air mineral dan dua buah bakpao titipan Delfi, membuat gadis itu tersenyum senang.

"Makasih, eh kok dua?" tanyanya karena tadi dirinya hanya menitip satu.

"Biar nggak ngerepotin lagi."

"Dih, si anjir."

Sementara yang lain sibuk berbincang, Shila sibuk memperhatikan Arka yang terlihat gelisah dan sering melamun.

"Kok nggak di makan?" pertanyaan itu membuat lamunan Arka buyar seketika.

"Kenapa?" tanya Shila lagi ketika melihat raut wajah Arka yang nampak terkejut.

Lelaki itu menggeleng pelan, "Masih kenyang."

Shila mendengus pelan, "Masih kenyang pesen makan, sini gue aja yang habisin." katanya seraya menarik mangkuk Arka ke hadapannya.

"Si banyak makan." celetuk Revan dengan nasa bercanda. Sudah tidak heran lagi dengan kebiasaan makan Shila, gadis itu hanya susah sarapan bukan yang lain.

"Si dari tadi julid." balas Shila acuh, tidak jaim sama sekali meskipun kini mereka di tempat ramai. Tidak peduli  pula jika nanti Arka akan ilfeel padanya, karena menurutnya untuk apa bersikap sok jaim kalau nanti setelah menikah akan ketahuan juga sikap aslinya.

Andai Shila tahu kalau dirinya dengan Arka mungkin tidak akan pernah merasakan ada di posisi itu sebagai pasangan.

🌻

Sore itu, sepulang sekolah mereka memutuskan untuk menjenguk Hani. Rumah gadis itu terlihat sepi karena memang hanya ada Hani dan asisten rumah tangganya. Sementara Papanya di luar kota, Mama Hani sedang berada di rumah neneknya yang sedang sakit dan akan menetap di sana selama beberapa minggu.

"Hai, bi." sapa Delfi setelah bi Iyan sang asisten rumah tangga membuka pintu.

"Eh, Non Delfi? Mari silakan masuk." ujar bi Iyan mempersilakan mereka semua.

"Bibi panggilan Non Hani dulu, ya." pamit bi Iyan kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamar Hani.

Tidak lama setelah itu bi Iyan turun bersama dengan Hani di sampingnya. Keempat lelaki yang ada di sana cukup terkejut dengan keadaan Hani, apalagi wajahnya begitu pucat, matanya sayu seperti orang kurang tidur.

"Belum baikan juga?" tanya Shila khawatir, pasalnya kondisi Hani masih sama seperti saat terakhir kali dirinya melihat gadis itu.

"Udah, kok cuma masih lemes aja."

Dear SMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang