01. Mulawarman dan Aswatama

9 0 0
                                    

Subang, masih menjadi kota ternyaman bagi gadis berparas manis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Subang, masih menjadi kota ternyaman bagi gadis berparas manis. Untuk terlahir, tumbuh dan menjalani sisa pijakan. Meski sebagian kenangan indah telah tertiup oleh kabut musim penghujan, tak membuatnya memiliki niat sedikitpun untuk meninggalkan tanah kelahiran.

Setelah lulus sekolah menengah atas ia tak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena terkendala biaya, ibunya pergi merantau mencari sumber kehidupan di kota lain sedangkan ayah nya sakit keras. Sehingga ia terpaksa harus turun tangan mencari penghasilan, membantu Abah dan Emak menjadi seorang pegawai di perkebunan teh milik salah satu keluarga terkaya di desa Sukaluyu.

Gadis itu terlahir dengan nama Kenanga Camelia, kini usia nya genap 22 tahun, yang berarti ia telah menjadi seorang pemetik teh selama 4 tahun. Parasnya ayu nan lungguh, tubuh kurus semampai, kulit kuning langsat, rambut hitam panjang sampai pinggang. Bibir tipis berwarna merah muda alami, bentuk wajah oval dengan dagu sedikit meruncing, mata bulat nan besar yang dihiasi bulumata lebat, serta alis tipis berwarna hitam.

Menjelang siang hari setelah memetik teh sejak pagi buta, Kenanga menepi ke dekat pohon mangga, duduk bersandar setelah menyimpan bakul teh ke dalam gudang. Tak lama Emak menyusul, membawa bakul besar berisi teh yang telah penuh. Kenanga membantunya menurunkan bakul karena usia Emak sudah semakin renta, setelahnya mereka makan bersama.

Di hari jum'at Kenanga dan Emak hanya bisa makan siang berdua, karena Abah langsung bergegas ke masjid terdekat begitu suara murothal mengalun dengan syahdu nya. Meski matahari berada di atas kepala, namun kualitas udara dan kelembaban di desa Sukaluyu masih sangat baik sehingga semua petani teh bisa beristirahat di atas hamparan rumput, dekat perkebunan, tanpa harus berteduh di dalam saung.

Selesai makan siang, Kenanga dan Emak menikmati secangkir kopi hitam yang dibawa dari rumah menggunakan termos kecil. Mereka banyak menceritakan banyak hal, tentang bagaimana pertemuan Abah dan Emak di masa lampau, tentang perpisahan Kenanga dengan ibunya karena keadaan dan juga tentang masa depan yang masih tampak samar.

Emak berhenti bercerita saat khotbah jum'at selesai, hingga tak terdengar lagi. Kenanga meruncingkan telinga saat mendengar sebuah pengumuman dari arah mesjid, memejamkan mata seraya berkonsentrasi karena suaranya terkadang tersapu angin. Setelah pengumuman yang kedua kali selesai, Kenanga menatap Emak dengan netra berkaca-kaca.

"Siapa yang meninggal ya? Emak tidak bisa dengar jelas.." tanya Emak.

"Kenanga juga kurang dengar, lebih baik kita pulang sekarang yuk mak, sekaligus melihat langsung siapa yang meninggal." Jawab Kenanga, diselipi kebohongan kecil dengan maksud baik.

Kenanga segera memasukan sampah, teko, termos dan gelas kedalam tas keranjang yang terbuat dari anyaman rotan. Punggung nya memikul bakul teh milik Emak untuk di simpan dalam gudang penyimpanan sementara yang jaraknya tak terlalu jauh dari area perkebunan, Emak hanya diam, merangkul lengan Kenanga agar tidak terpeleset saat melewati jalanan berbatu.

Dua Arah (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang