"Kamu tadi ke kafe?" Tanya Sena begitu memasuki kamarnya.
Aku yang tengah duduk di kursi meja belajarnya untuk mengerjakan tugas pun hanya mengangguk tanpa menoleh ke belakang.
"Kamu tahu ya aku dan Ayrin ke kafe itu?"
Aku menggeleng, masih fokus mengerjakan tugasku tanpa terganggu.
"Kamu sengaja ngikutin kita ya?" Tanyanya yang kali ini membuat jemariku yang tengah mengetik terhenti. Aku menoleh ke arahnya yang ada di belakangku dengan kening yang berkerut.
"Pardon?"
Dia mendengus sambil duduk di tengah ranjangnya yang empuk, menatapku dengan kedua tangan yang terlipat di dada. "Kamu ngikutin aku dan Ayrin kan? Sampai bawa-bawa temanmu segala. Maksud kamu apa?"
Aku mendecih, "kepedean kamu."
"Gara-gara kamu Ayrin jadi gak nyaman. Dia merasa terintimidasi sama kamu dan teman-temanmu."
"Kenapa harus terintimidasi? Aku kan gak ngapa-ngapain. Lagi pula teman-temanku juga gak tahu hubungan kita."
"Jangan bohong, pasti kamu cemburu kan?" Tanya Sena dengan tampang menyebalkannya.
Aku mendengus, "buat apa aku cemburu?"
"Ya pasti cemburulah lihat suami kamu yang tampan ini masih berhubungan sama kekasihnya."
Aku terkekeh sinis, "suami? Kamu jadi suami aku cuma di depan kakek dan orang tua kita. Di luar itu, kita gak ada hubungan apa-apa. Itu kan mau kamu?"
Air muka Sena langsung berubah, wajahnya memerah.
"Kamu pikir aku bakal sedih lihat kamu berduaan bahkan bermesraan dengan perempuan lain di depan aku? Kamu pikir aku akan nangis, menye-menye dan meratapi hidupku yang ga adil ini? Terkadang hidup memang ga adil dan aku sudah membiasakan diriku untuk itu."
Sena bangkit dari duduknya, dia menatapku tajam. Tanpa sepatah kata, dia pun meninggalkanku dan membanting pintu dengan keras. Aku mengedikan bahuku asal dan kembali mengerjakan tugasku, terbiasa dengan tingkah Sena yang random.
Tak lama dari itu, bibi yang bekerja di rumah Sena mengetuk pintu pelan dan masuk ketika aku sudah mengizinkannya. Katanya yang lain sudah menungguku untuk makan malam. Aku mengangguk dan bilang akan menyusul setelah menyimpan laptopku.
Singkat cerita aku sudah di bawah dan duduk di samping tante Shany, dia memperlakukanku seperti anaknya sendiri. Di seberangku ada Sena yang menatapku tajam, aku mengabaikannya dan mulai menyantap makananku.
"Wahh, udah pada mulai makan." Suara berat yang familiar itu pun memenuhi ruang makan.
"Seno, kamu baru pulang? Sini makan." Kata tante Shany. Kak Seno pun menarik kursinya di sampingku dan duduk dengan santai.
Tante Shany pun menyiapkan makanan untuk kak Seno, selagi menunggu, kak Seno pun mengajakku mengobrol. "Hai Michie, gimana harimu?"
"Baik, kakak sendiri gimana?"
Kak Seno mengangguk pelan sambil menerima piring yang sudah berisi makanan dari tante Shany, "lumayan. Ya, meski ada sedikit masalah sih." Katanya, "makasih ma." Ucapnya kemudian sambil tersenyum pada tante Shany.
"Semoga masalahnya cepat selesai ya kak." Kataku menyemangati.
Kak Seno tersenyum, "terima kasih adikku..."
Saat kami larut dalam kehangatan makan malam, suara decitan kursi yang didorong ke belakang pun terdengar, membuat kami tertuju pada orang tersebut.
"Aku sudah kenyang." Ucap Sena yang membuat semua yang ada di sana bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautifully Bittersweet - OH SEHUN
Romance"Setelah kakek meninggal, aku akan menceraikanmu." Setidaknya itu yang dikatakan Sena pada Misel sebelum mereka menikah. Sena membenci Misel dan Misel terima itu. Namun ketika Sena mengetahui bahwa selama ini Misel tak pernah mencintainya, entah men...