Bab 24 - Usai

31 2 0
                                    


Kak Seno merebahkan kepalanya di bahuku, memelukku dengan hangat.

Aku merindukannya.

Sebesar apapun usahaku untuk melupakannya, tetap terasa sulit.

Aku menoleh ke arah cermin, melihat bayangan kami berdua yang sedang berdekap hangat. Tiba-tiba, jantungku berhenti berdetak. Dadaku sesak hingga aku kesulitan bernapas. Cairan kristal bening itu lolos dari mataku, membasahi wajahku tanpa kak Seno tahu.

Ini salah!

Ini semua salah!

Aku tak bisa terus bergelung dalam kesalahan ini. Meskipun pernikahanku dan Sena akan berakhir cepat atau lambat, tetap saja yang aku lakukan ini salah.

Sena memang berselingkuh di depanku, tapi dia berselingkuh dengan orang lain. Sedangkan aku? Aku berselingkuh dengan kakak kandungnya sendiri, dengan kakak iparku.

Apa aku mulai gila?

Apa aku kehilangan akal?

Seakan tak ada lagi lelaki di dunia ini, aku malah bermain api dengan kakak iparku.

Ini salah. Aku tahu betul kalau ini salah. Tapi, aku tetap menikmatinya. Aku seakan tutup mata, aku seakan menulikan telingaku. Aku mengedepankan egoku untuk bersama kak Seno, meskipun hubungan kami adalah hal yang tabuh.

Aku melepaskan pelukan kak Seno, sontak membuatnya terkejut. Dia lebih terkejut lagi saat melihat aku menangis. Saat dia hendak menghapus air mataku, aku menepisnya.

"Michie? Kenapa?" Tanyanya. Aku tak mampu menjawabnya, isak tangisku pun makin kentara. Dia membingkai wajahku, mencoba untuk menenangkanku. "Hey, Michie, tenang... tarik napas yang dalam... katakan apa yang terjadi..."

Aku coba untuk menenangkan diriku dan menetralkan napasku. Setelah menyiapkan diriku selama beberapa lama, aku menurunkan kedua tangan kak Seno yang menangkup wajahku.

"Kita sudah terlalu jauh." Ucapku sambil menghapus kasar air mataku kasar dengan punggung tanganku.

Kak Seno terdiam, aku yakin dia tahu kemana arah pembicaraanku.

"Kita sudah terlalu jauh. Kita pernah berniat untuk mengakhiri hubungan ini. Tapi entah disadari atau tidak, hubungan kita malah kembali terjalin bahkan lebih erat dari sebelumnya. Kau tahu ini salah, aku pun tahu ini salah. Kita bagai orang bodoh yang tetap jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali meski pernah merasakan sakitnya jatuh. Kita tak belajar dari kejadian kemarin."

Kak Seno menghela napas berat, menatapku kecewa.

"Saat kak Seno pergi, aku sengaja tak membalas pesan atau mengangkat telpon dari kak Seno. Mungkin Tuhan menarik kak Seno agar menjauh dariku supaya kita bisa melupakan semua perasaan ini. Tapi saat kak Seno kembali ke Jakarta dan menemuiku, aku bagai lupa diri. Aku senang bukan kepalang, aku lupa bahwa selama kak Seno pergi aku sedang berusaha melupakan kak Seno."

"Ini salah. Meski Sena juga selingkuh, tapi aku yang paling bersalah di sini karena berselingkuh dengan kakak kandungya. Aku salah karena terus menaruh hati pada kakaknya. Aku salah. Aku sudah terlalu jauh. Kita sudah terlalu jauh."

"Michie—" kak Seno coba membantah sambil menangkup wajahku dengan satu tangannya, namun berhasil kutepis.

"Kita terbang terlalu tinggi dalam kebahagiaan fana yang bisa hancur kapan saja. Semakin tinggi kita terbang, semakin sakit kita jatuh." Sergahku.

Hening.

Atmosfer dingin menyelimuti kita berdua yang larut dalam pikiran masing-masing. Keadaan bak berbalik 180 derajat, dan itu semua karena ulahku. Tapi bila aku tak mau sadar akan kesalahan kami, lalu sampai kapai kami harus berkubang dalam kebahagiaan fana yang akan hancur pada waktunya?

"Kau mulai menyukai Sena," tuding kak Seno yang langsung membuat kedua alisku bertaut.

"Kau mulai menyukai Sena, Michie! Kau mulai menyukai adikku selama aku kembali ke Canada! Kau penghianat Michie! Kau bilang meski kau sudah menikah dengan Sena, tapi hatimu tetap untukku! Kau pembohong Michie!" Bentak kak Seno dengan matanya yang mulai berkaca.

"Kak Seno, bukan seperti itu—"

"Kau penghianat! Kau menyukai adikku!"

"Tidak bisakah kau menerima kenyataan bahwa memang kita tidak bisa bersatu?!" Aku akhirnya naik pitam dengan napas yang tersegal dan itu membuat kak Seno bungkam.

Napasku berderu menatap kak Seno yang menatapku kecewa. Sakit. Rasanya bak ditikam pisau tajam berulang kali. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku dan kembali menangis. Mengapa aku harus menyakiti hati orang yang amat kucintai?

Kemudian, kurasakan dekapan hangat kak Seno memelukku erat. Kurasakan bahunya yang bergetar ikut menangis. Mengapa takdir terlalu jahat untuk kami yang saling mencintai?

"Maaf." Ucapnya. "Maafkan aku, Michie."

Aku melepaskan perlukan kak Seno perlahan, menangkup wajahnya yang basah dengan air mata dengan satu tanganku. Kuhapus butir bening yang membasahi wajah aristokratnya yang tampan dengan ibu jariku. Mata kami bertemu. Dua pasang mata yang berkaca, menahan semua derita di dada.

"Aku mencintaimu, kak. Sangat mencintaimu. Namun takdir memisahkan kita begitu kuat. Dinding yang membatasi kita begitu tinggi dan kokoh. Tak ada yang mampu menghancurkan dinding itu kak."

Kak Seno hanya diam menatapku, mendengar setiap kata yang terucap dari bibirku.

"Bila kehidupan selanjutnya memang ada, aku berjanji akan menjadi gadismu. Aku akan mencarimu, aku akan menemukanmu, dan aku akan memelukmu erat agar tak ada lagi yang bisa memisahkan kita. Kita rangkai lagi kisah kita namun dengan akhir yang indah, tidak dengan akhir yang menyedihkan seperti ini."

Mendengar itu, tangis kak Seno kembali pecah dan dia kembali memelukku, kali ini dengab lebih erat. Aku hanya bisa membalas pelukannya sambil menahan pilu dengan air mata yang terus membanjiri wajahku.

Sakit. Mungkin, ini patah hati terbesarku.

Namun mau tak mau, kisah ini memang harus usai.

Kami memang dipertemukan oleh takdir, namun sayangnya takdir tak mempersatukan kami.

Beautifully Bittersweet - OH SEHUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang