"Jadi Sena bilang begitu padamu?"
Aku sedang berada di rumah Safi. Hari ini secara kebetulan aku, Safi, Dira, Vanes, dan Ayya melakukan bimbingan pertama kami untuk skripsi. Aku dan Safi bersyukur karena mendapat dosen yang baik sehingga bimbingan berjalan lancar dan cepat. Safi mengajakku ke rumahnya sambil menunggu yang lain.
Aku menceritakan apa yang terjadi padaku dan Sena selama kami berada di Maldives, bahkan aku menceritakan kejadian semalam. Safi sempat terdiam beberapa saat sebelum menanyakan hal itu padaku.
"Iya." Jawabku sambil melanjutkan makan cheese stik buatan Safi.
"Mungkin Sena beneran mau berubah. Mendengar bagaimana tingkahnya dan apa yang dia katakan padamu, sepertinya dia berusaha mati-matian meyakinkanmu. Apa hatimu tidak bergetar mendengar itu?"
"Tadinya aku sempat goyah. Saat Sena tidur, aku menangis. Aku bimbang. Tapi paginya, rasa goyah itu lenyap begitu saja. Aku sadar, aku ini wanita yang bisa saja terbuai ucapan lelaki. Kurasa goyah sedikit itu wajar setelah apa yang kami lalui beberapa waktu terakhir. Tapi aku akan tetap pada prinsip awalku, aku tak mau hatiku jatuh padanya."
Safi mengangguk-angguk, "ya.. ya... kau memang keras kepala." Katanya.
Kami pun lanjut menonton film sambil memakan cemilan, hingga akhirnya Safi teringat sesuatu. "Oh ya bibi Anne akan datang minggu depan, kau mau ikut aku menjemputnya?"
Mataku terbelalak, "bibi Anne? MAUU!! Aku mau ikut menjemputnya! Astaga, sudah lama sekali aku ga ketemu bibi Anne."
Safi terkekeh, "ya, dia pun sama sepertimu. Bibi Anne malah sepertinya lebih merindukanmu daripada keponakannya sendiri."
Aku tertawa, "bisa jadi hahaha. Biar bagaimana pun bibi Anne adalah penyelamatku. Dia yang mengobati lukaku sampai sembuh dan tak berbekas."
Bibi Anne adalah tantenya Safi yang bekerja sebagai dokter kulit di rumah sakit swasta terbesar di Jakarta. Karena kembali mengenyam pendidikan di luar negeri, bibi Anne menetap di California selama beberapa tahun terakhir ini.
Bibi Anne adalah orang yang menyembuhkanku saat aku memiliki luka dari sundutan rokok kala itu. Hanya aku, Safi, dan bibi Anne yang tahu kejadian itu. Aku tidak memberitahu bunda dan yandaku karena pasti mereka panik dan akan menuntut sekolahku.
Hanya butuh waktu seminggu untuk luka itu sembuh karena bibi Anne memberikan obat paling mujarab untuk lukaku. Bibi Anne hadir sebagai pengganti yanda dan bundaku. Dia terus menenangkanku dan merawatku seperti anak kandungnya. Dukungan moril dari bibi Anne sangat berharga untukku. Aku tak akan melupakan jasanya.
"Kalau sudah tak berbekas, kenapa kau masih malu untuk menggunakan rok atau dress mini? Kulitmu kan sudah mulus seperti sedia kala."
Aku mengangkat bahuku asal, "aku hanya terbiasa menghindari pakaian mini sejak saat itu. Setiap melihat rok atau dress di atas lutut itu mentrigger ketakutanku akan bekas luka itu."
Safi mengangguk-angguk paham, "ya. Memang sulit mengatasi hal itu, tapi aku bangga padamu yang bisa bertahan sejauh ini."
Aku tersenyum menatap Safi, "itu semua karena dukunganmu."
Gadis itu menghela napasnya berat, "kau mengalami hal buruk itu karena ulah Sena. Aku jadi merutuki diriku sendiri karena berpikir bahwa Sena akan berubah karena kata-kata manis yang dilontarkannya untukmu. Untung kau kuat dan tetap pada prinsipmu untuk tidak jatuh ke bajingan itu."
"Ya, aku berharap aku kuat dan tidak jatuh terbuai dalam rayuannya. Biar bagaimanapun aku berdoa agar kakek panjang umur meski itu artinya aku harus terikat dengan Sena."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautifully Bittersweet - OH SEHUN
Romance"Setelah kakek meninggal, aku akan menceraikanmu." Setidaknya itu yang dikatakan Sena pada Misel sebelum mereka menikah. Sena membenci Misel dan Misel terima itu. Namun ketika Sena mengetahui bahwa selama ini Misel tak pernah mencintainya, entah men...