Bab 21 - Kakak

11 1 0
                                    


"Kak Rama,"

"Iya Selia?"

"Mari tidak bertemu lagi."

Aku dapat melihat raut terkejut di wajahnya, namun kemudian dia mencairkan suasana dengan terkekeh. "Maksudnya?"

"Mari tidak bertemu lagi seperti ini. Aku takut kita terlalu jauh."

"Memangnya kenapa kalau hubungan kita terjadi lebih jauh? Lagi pula pernikahanmu dan Sena juga hanya sandiwara yang akan berakhir."

"Aku tahu." Jawabku. "Tapi keluargaku dan yang lain tidak mengetahui itu." Lanjutku. "Bila mereka melihat kita berdua, maka akan timbul masalah lain lagi. Aku sudah sangat lelah dengan semua ini, kak."

Kak Rama terdiam.

"Tak banyak yang tahu tentang pernikahanku dan Sena. Aku juga terpaksa memberitahu hal ini pada kak Rama untuk membersihkan namaku. Kalau saja Sena tak datang malam itu, maka aku akan tetap menyimpan rahasia ini."

"Dan kalau Sena tak datang malam itu, apa kamu tetap akan meninggalkanku?"

"Ya." Aku mengangguk mantap. "Meninggalkanmu adalah hal yang pasti aku lakukan."

"T- tapi kenapa? Kita tak bertemu selama bertahun-tahun lamanya dan kau ingin meninggalkanku? Kalau kau lupa, aku ini cinta pertamamu, Selia."

"Aku tahu dan aku tak akan lupa hal itu. Tapi keadaannya sekarang sudah berbeda. Aku mohon untuk kak Rama mengerti hal itu."

Dia tampak gusar, sedangkan aku kembali melanjutkan makan siangku.

"Oke kalau itu maumu." Ucapnya. "Aku tak akan menemuimu dan kau boleh meninggalkanku. Tapi, aku akan kembali padamu saat kau sudah bercerai nanti." Finalnya.

Aku menaruh sendok dan garpuku kembali di atas piring, menghela napas berat sambil menatap kak Rama dan kegigihannya. Kak Rama dan Sena ternyata memiliki kesamaan yang menjengkelkan.

Mereka sama-sama keras kepala.

***

Begitu aku masuk ke kamarku, aku agak terkejut melihat Sena yang sedang duduk di kasur dengan tubuhnya yang bersandar pada headboard kasur sambil membaca buku. Aku menutup pintu dan berjalan menuju kasurku yang ada Sena di atasnya.

"Bukannya kau di rumah Ayrin?" Tanyaku karena sebelum berangkat ke kampus tadi, aku sempat mengantarkan Sena ke rumah Ayrin. Katanya dia ingin bersama gadis itu.

"Ayrin pergi."

Aku mengernyit, "kemana? Kenapa mendadak sampai kau tidak mengetahuinya?"

Sena mengangkat bahunya asal, "entahlah, aku enggan membahasnya." Katanya yang aku balas dengan anggukan. Aku pun mengeluarkan laptopku dari tas, memeriksa beberapa email masuk sambil duduk di tepi kasur.

"Kenapa kau peduli padaku?" Tanya Sena tiba-tiba. Aku langsung menoleh ke arahnya dengan sepasang alisku yang bertaut.

"Maksudnya?"

Dia mendengus samar, "kenapa kau merawatku setelah apa yang kukatakan padamu semalam?" Ulangnya dengan pertanyaan yang lebih jelas.

Aku mendenguskan senyum simpul, kemudian kembali sibuk dengan laptopku. "Sepertinya kau menyadari betapa buruknya kata-katamu semalam."

"Jawab saja apa susahnya?!" Kesal Sena yang membuatku terkekeh. Belakangan ini dia jadi emosian, mungkin sedang datang bulan.

Aku menutup laptopku dan menatapnya, memberikan atensiku padanya sepenuhnya. "Apakah jawabannya tidak cukup jelas? Kau suamiku dan aku istrimu. Entah pernikahan kita ini palsu atau tidak, aku tetap tidak bisa dan tidak boleh membiarkanmu dalam kesakitan. Lagi pula aku masih membutuhkanmu sebagai suamiku."

Beautifully Bittersweet - OH SEHUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang