Bab 22 - Cuddle

25 1 0
                                    


Kami menghabiskan waktu yang berharga bersama kakek. Kakek banyak bercerita tentang masa kecil kami sepulang dari makam nenek. Rumah tua kakek kembali diisi oleh canda tawa dan cerita-cerita kakek yang tidak pernah membosankan. Dan saat malam hari tiba, kami BBQ-an seperti yang sudah direncanakan.

Aku dan kak Bintang mengurus daging, Kak Kavin dan Kak Andra mengurus api, sedangkan kak Rendy entah kemana, paling dia ke minimarket membeli makanan ringan dan soda.

Tak lama, derungan mobil memenuhi halaman depan rumah kakek. Paling itu Rendy, tapi Rendy tidak membawa mobilnya tadi. Saat aku mengangkat wajahku, aku menangkap Juke hitam kesayangan Sena terparkir di depan rumah kakek.

"Sena?" Aku mengerutkan keningku, bagaimana dia bisa ke sini?

Aku yang bersiap akan memanggang daging bersama kak Bintang pun menaruh piring berisi daging yang sudah dimarinasi itu ke meja dan langsung menghampiri mereka berdua yang baru datang.

"Kak Rendy kok bisa bareng Sena?" Tanyaku langsung pada kak Rendy yang sedang kesusahan membawa dua kantung plastik belanjaannya.

Dia mendengus, "Sena memaksa ikut padahal aku muak melihat wajahnya." Kesalnya. Aku tahu, kak Rendy pasti masih kesal pada Sena sejak mengetahui kebenaran pernikahan kami.

Aku langsung mengambil satu plastik besar di tangan kak Rendy, "sudahlah, jangan terlalu membenci dia, nanti yang lain curiga." Bisikku sambil mengambil plastik itu.

"Ya, ya, terserah." Ujarnya lalu pergi meninggalkan aku dan Sena yang menghampiriku.

"Kenapa ke sini?" Tanyaku pada Sena yang mengambil plastik berat berisi jajanan itu.

"Kenapa tidak? Aku kan suamimu, itu artinya aku juga cucu kakek." Jawabnya. "Plastik ini berat, kau tidak boleh mengangkat yang berat-berat." Katanya setelah berhasil mengambil plastik jajanan di tanganku lalu pergi meninggalkanku untuk bergabung dengan yang lain.

Aku mendengus dan memutar bola mataku malas, entah apa yang ada dipikirannya, aku tak tahu. Sena itu memang random.

***

"Michie..." panggil Sena.

Kami masih berada di rumah kakek, menginap semalaman di sini. Sena sudah tidur duluan sedangkan aku masih membaca novel di dekatnya. Dan saat tengah malam pria itu terbangun, memanggilku dengan suara seraknya.

"Hm?" Jawabku sekenanya tanpa melirik ke arahnya, novel yang kubaca jauh lebih menarik daripada Sena.

"Kepalaku pusing."

Aku menghela napas dan menurunkan buku yang kubaca untuk menatapnya malas. "Lagi pula siapa yang suruh kau ke sini?"

"Ayolah, aku sedang sakit, jangan marahi aku terus." Keluh Sena. "Pijat kepalaku, rasanya kepalaku mau pecah."

Aku memutar bola mata malas, Sena mendekatkan tubuhnya kepadaku dan membaringkan kepalanya di pahaku. Aku menyingkirkan buku yang kubaca, menaruhnya di meja nakas. Tanganku mulai memijat pelipis Sena.

"Aah.... enak sekali. Pakaikan minyak kayu putih juga supaya hangat."

Aku mendengus, sudah menyuruh banyak maunya pula. Aku meraih laci di bawah nakas, ada sebuah kotak P3K kecil. Di sana terdapat minyak kayu putih. Aku mengambilnya dan membuka tutupnya, menuangkannya sedikit ke telapak tanganku. Aku menggosokkan tanganku yang berisi minyak kayu putih, lalu barulah aku kembali memijat kepala Sena.

Harum minyak kayu putih menyeruak, Sena memejamkan matanya menikmati pijitanku di pelipis dan keningnya. Tak lama, tangan Sena melingkar di perutku, seketika aku menegang dan gerakan pijatanku terhenti.

Beautifully Bittersweet - OH SEHUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang