7. First Mission

62 7 0
                                    

Sesampainya di sebuah tempat yang di duga adalah markas penculikan anak, Steve memarkirkan mobilnya di sebuah minimarket yang letaknya tidak terlalu jauh.

"We're arrived," ucap Jake pada Jay melalui in-ear yang mereka gunakan.

"Alright. Don't forget to take their photo with your glasses," balas Jay.

"Understand,"

Jake dan Steve berpura-pura menjadi seorang pemuda yang baru pulang kerja sebagai penyamaran. Mampir disebuah minimarket sambil berbincang-bincang, namun arah pandang mata mereka ada pada sebuah rumah kosong yang letaknya sekitar 1,5 kilometer dari mereka.

"Are you sure can get their face from this?" Tanya Steve ragu sambil menunjuk kacamata yang di pakai Jake.

"Ya, i've tried this before. Ini kamera bisa zoom sampe 5 km," jawab Jake.

Steve menganggukkan kepalanya. "Sia," panggil Steve. Yang dipanggil hanya menjawab dengan deheman.

"D-"

"Let's go, they leave," Tanpa sadar Jake memotong ucapan Steve.

Mereka kembali masuk ke mobil dan mengikuti para lelaki yang terlihat menyeramkan tadi.

Mobil kembali terhenti di sebuah pasar. Jake dengan cekatan mengambil foto-foto para pria tersebut yang kelihatannya sedang melakukan sebuah transaksi.

Mereka mengikuti para lelaki itu namun pada akhirnya, pria yang mereka cari tidak ketemu. Jake dan Steve memutuskan untuk kembali ke rumah kosong tadi untuk mendapat sebuah informasi lebih dalam.

"Stay in here. Give me a signal if you feel we're not safe," titah Jake kemudian keluar dari mobil dan memasuki rumah kosong tersebut.

Setelah berhasil membuka pintu belakang, Jake mencari ruangan yang di duga adalah ruangan bos mereka. Dengan jantung yang berdegup kencang, Jake menyusuri setiap ruangan.

Suara derap langkah kaki menghentikan Jake. Buru-buru ia bersembunyi di balik guci besar yang ada di sudut ruangan.

"Besok sore pak Ji bakal dateng buat meriksa anak-anak yang bakal di jual yang mana. Lu harus monitor biar ngga ketahuan polisi," ucap salah seorang lelaki berperut buncit.

"Iya bang tenang. Gua bukan sekali-dua kali ngerjain ginian," sahut lelaki yang penuh tato di tangannya.

Dalam hati Jake memaki keras kedua lelaki itu. Bagaimana bisa mereka membicarakan hal sekeji itu dengan begitu santai? Rasanya saat itu juga Jake ingin menghajar keduanya hingga tak bernyawa, namun ia harus berpikir jernih untuk tidak gegabah jika tidak ingin rencana yang telah dibuatnya hancur hanya karena tindakan yang mengikuti emosi semata.

Setelah langkah kaki itu semakin menjauh, Jake kembali menuju ke sebuah pintu yang terlihat lebih bagus diantara yang lain. Dapat dipastikan itu adalah ruangan sang bos. Dengan menggunakan keahliannya, Jake dapat dengan mudah membobol pintu tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, Jake mencari-cari berbagai macam dokumen yang terlihat penting lalu ia foto dengan menggunakan kamera tersembunyi di kacamatanya.

"Sia monitor," seru Steve.

Suara Steve yang muncul dari in-ear mengagetkan Jake hingga tak sengaja ia menjatuhkan tempat pulpen yang ada di atas meja.

"ANJIR! Diskusi dong kalo mau ngomong! Kaget nih gua!" Omel Jake sembari merapihkan tempat pulpen yang ia jatuhkan.

"Lu Eve udah tahu temen lu kagetan begitu," sahut Jay.

"Gua ngomong santai ya bangsat?" Balas Steve tak terima dipojokkan.

Suara pintu yang henadak di buka membuat Jake terkejut. "Shut.. anjir ada yang mau masuk." Tanpa berpikir panjang Jake langsung bersembunyi di balik sofa.

B-SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang