Pelarian berjalan sesuai rencana, semua dugaan yang Jake perkirakan benar-benar terjadi. Sejauh ini, hal yang ditakutkan oleh Steve tidak terjadi dan Jake bersyukur akan hal itu. Ini berarti bawahan ayah tidak memahami rencana pelarian yang mereka buat.
"Eve monitor," ujar Jay yang memantau dari mobil dengan menggunakan laptopnya.
"Ngga baik! Gua dicariin jalan yang sempit udah gitu banyak gejlukan. Kalo ben sakit gimana? Lo mau tanggungjawab? Ini kalo ben ngambek, pokoknya lo tanggungjawab!" Omel Steve.
Jay memutar matanya malas. "Ah.. bocah ini mulai lagi," seru Jay pelan.
"Apa lo bilang?!" Sewot Steve.
"Belok kiri 100 meter lagi," ujar Jay dengan tenangnya.
"Bangsat! Bilang dari tadi dong!!" Omel Steve.
Jake tertawa geli mendengar kedua sahabatnya. Di saat seperti ini pun dua lelaki itu tidak bisa akur.
Setelah berkendara selama hampir empat jam, ketiganya sampai disebuah rumah tua. Jay mengeluarkan sebuah kunci yang ia kalungkan dan membuka pintu menggunakan kunci tersebut.
Jake dan Steve saling pandang. Apalagi yang tidak mereka ketahui tentang satu sama lain? Namun mereka terlalu lelah untuk melayangkan pertanyaan tersebut.
Memasuki rumah tua yang penuh dengan debu di berbagai sisi, membuat sirkulasi udara sedikit terganggu. Jay menuju ke sebuah ruangan yang terletak di ujung, sedangkan Steve dan Jake menyisir beberapa tempat yang sekiranya dapat mereka tempati untuk sementara.
Jay berdiri tepat di depan pintu kayu berwarna coklat. Sejenak ia terdiam memandangi pintu tersebut sebelum meraih knop pintu. Sebuah kilatan ingatan akan masa lalunya yang sangat membahagiakan membuat kedua mata Jay berair. Tanpa ia sadari, dari kejauhan Jake dan Steve memandanginya.
Helaan nafas ia hembuskan untuk meredakan emosinya. Perlahan Jay meraih knop pintu dan menariknya.
Ruangan yang penuh dengan kebahagiaan di masa kecilnya. Ketika semua masih sangat menyenangkan. Memasuki ruangan yang berbentuk kamar membuat Jay tak kuasa menahan tangisnya. Kakinya lemas, ia terduduk dan menangis. Tangisan yang penuh akan kerinduan akan sosok sang Ibu.
Ruangan ini adalah kamar kedua orang tua Jay. Dimana saat kecil, dirinya kerap kali menghabiskan malam dengan tidur bersama sang Ibu menununggu kedatangan sang ayah, canda-tawa, dongeng yang selalu diceritakan oleh sang Ibu, maupun nyanyian pengantar tidur. Semua kegiatan yang sangat membahagiakan bagi Jay ketika sebelum mata mereka terpejam. Jay merindukan Ibu-nya.
Tangisan Jay yang semakin meraung-raung membuat Steve dan Jake tak berani mendekat. Mereka tahu betapa pedihnya menahan rindu terhadap seseorang yang sangat kita cintai. Steve dan Jake membiarkan Jay untuk memiliki waktunya sendiri. Lelaki itu sudah bertahan sejauh ini dengan memendam semuanya, sehingga untuk malam ini biarkan Jay melampiaskan segala rasa rindunya kepada sang Ibu.
Steve dan Jake duduk di ruang tamu sembari menunggu Jay. Keduanya kembali membahas rencana lain yang sengaja mereka rahasiakan dari Jay.
"Jake, besok pagi gua bakal pergi ke kantor Uncle Han. Menyatakan perlawanan kita ke Ayah. Gua tahu ini beresiko, karena ada kemungkinan Uncle Han juga antek-anteknya ayah, tapi gua berani ambil resiko ini karena di sisi lain, gua juga yakin kalo Uncle Han bisa bantu kita,"
"Maksud lu?"
"Hari dimana gua kena tembak. Uncle Han ada disana dan kalo bukan karena dia, gua mungkin udah bener-bener mati ditempat. Uncle Han dan Uncle Shua diem-diem selalu mantau kita, tapi ayah ngga pernah tahu pergerakan kita. Gua sendiri ngga tahu kenapa dia ngelakuin itu, tapi gua yakin mereka juga ngga sejahat yang kita pikir,"
Steve berhenti sejenak karena ada sedikit rasa ragu untuk mengatakannya. "Gua ke kantor ayah beberapa hari lalu..." ucap Steve menggantungkan kalimatnya.
"LO-" Steve langsung mengisyaratkan Jake untuk merendahkan suaranya. "Beberapa hari sebelum pelarian, gua ketemu ayah. Dan gua mendapat jawaban atas semua yang terjadi sekarang.."
Steve menggantungkan kalimatnya. Semua kata-kata yang telah ia buat selama bebera hari ini hilang begitu saja. Ia tak sanggup untuk mengatakan kebenarannya. Kebenaran bahwa dirinyalah alasan mengapa semua ini terjadi. "Seperti yang kalian duga. Semua ini memang udah di rencanain sama ayah, tapi dia ngga expect kita bakal seberontak ini. That's why gua percaya kalo The Uncles ngga pernah kasih info secara jelas tentang kita ke ayah. Back to the topic, motif ayah ngelakuin ini ngga lebih dari money and power. Orang tua lo pejabat, orang tua Jay pebisnis handal," hanya itu yang bisa Steve berikan. Dalam hati ia memaki dirinya yang pengecut, takut akan fakta bahwa sahabatnya akan membencinya.
"Cuman itu? Lo yakin ngga ada lagi?" Tanya Jake curiga.
Steve menganggukkan kepalanya pelan, tak berani menatap Jake. Rasa bersalahnya terlalu dalam saat ini.
Jake berdecih kesal. "Kenapa urusan orang tua harus mengikut sertakan anak mereka sih?" Omel Jake.
"Jake, you have to trust me. I have another plan if yours doesn't work, but until then, don't ever say a word to Jay about this. Promise to me," mohon Steve.
"What the fuck you're plan actually?!" Kesal Jake karena lelaki itu tak pernah secara rinci membicarakan rencananya.
"I just need you to trust me," pinta Steve.
"Fuck you Steve!" Maki Jake frustasi dengan keras kepala Steve.
Namun akhirnya dengan berat hati Jake mengiyakan permintaan Steve. "Still alive no matter what," ucap Jake sungguh-sungguh. Entah mengapa ia merasa bahwa akan ada yang pergi jauh diantara mereka.
Steve tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.
••••
Malam semakin larut, Jay memilih untuk istirahat lebih dulu. Jake dan Steve bisa memaklumi jika sahabatnya itu masih butuh waktu sendiri, sedangkan mereka berdua masih standby di teras rumah.
"Jake, besok di pertigaan setelah lampu merah kita pisah. Gua langsung jalanin rencana gua setelah kita pisah. Dan lo harus tetep jalanin rencana awal kita," titah Steve.
"Dua minggu lagi, ayah bakal adain acara di Dungeon Ship, gua dan Jay bakal nunggu lo disana untuk mengakhiri semua ini," balas Jake.
Rencana Jake adalah mengakhiri ini semua dengan mengungkap semua kejahatan ayah ke media. Dua minggu terhitung setelah malam ini adalah hari dimana seluruh orang terkenal dan memiliki cukup pengaruh di Indonesia akan menghadiri pertemuan yang biasa dilaksanakan selama 5 tahun sekali untuk memberikan penghargaan, yang mana akan ada beberapa jurnalis dan juga media berita yang akan menayangkan acara tersebut. Rencana ini Jake buat setelah Jay tanpa sengaja mendapatkan bocoran informasi orang-orang yang mendapat penghargaan di acara besar tersebut dimasa Steve sedang dalam masa koma.
"Gimana kalo ayah ngga dateng di acara itu?" tanya Steve.
"Cuman ada satu jalan, and i'm sure you know what i mean," jawab Jake.
Steve menganggukkan kepalanya. Ia sangat tahu maksud dari ucapan Jake. Jika rencana B mereka gagal, maka tak ada jalan lain kecuali mati bersama, artinya mereka akan menjadi budak ayah selama sisa hidup mereka dan dapat diperkirakan bahwa hal itu akan sangat tidak manusiawi. Membayangkannya saja sudah membuat mereka berdua bergidik ngeri. Namun yang tidak Jake ketahui adalah Steve memiliki rencana sendiri jika rencana B mereka gagal. Steve sendiri berharap rencana yang ia siapkan tidak akan pernah terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
B-SIDE
Misterio / SuspensoMereka bukan siapa-siapa. Hanya anak-anak yang tumbuh dalam dunia yang udah lama dipoles dari satu sisi: A-side. Rapi, penuh janji, tapi penuh kepalsuan. Tapi kebenaran nggak pernah diam. Ia tumbuh dengan pelan, sunyi, tapi pasti, tapi berada di sis...