4. Jake's Story

102 9 2
                                    

Sebelas tahun sudah aku mencoba berdamai dengan masa lalu yang begitu kelam untukku.

Menjadi seorang superstar saat malam hari, lalu menjadi pembunuh saat pagi hari. Aku masih tidak bisa mengingat apa yang terjadi dimalam itu. Malam dimana aku berakhir menjadi seorang pembunuh.

Setelah malam itu, aku mengalami kesulitan tidur dan selalu terbayang akan perempuan yang bersimbah darah di sisiku saat pertama kali aku membuka mata.

Apakah benar aku yang melakukkannya?
Kenapa aku melakukannya?
Bagaimana aku melakukannya?

Semua pertanyaan itu kerap menghantuiku. Tak ada satupun ingatan yang muncul barang setitik pun pada malam dimana aku mabuk. Aku ingin menyangkal bahwa semua itu bukan salahku, tapi terlalu banyak bukti yang menunjuk kearahku hingga membuatku hampir mempercayai bahwa dalang dari pembunuhan malam itu adalah aku.

Tapi, kedua sahabatku tak beranggapan demikian. Menurut mereka terlalu banyak kejanggalan yang terjadi, mereka juga selalu percaya bahwa aku bukanlah pembunuhnya dan memintaku untuk tidak mempercayai hal itu juga.

"Daripada lo percaya dengan berita yang beredar, coba lo ingat dulu apa yang terjadi malam itu," itulah yang sering dikatakan Steve.

Kemudian Jay akan menimpali,"bukti di tkp bisa di manipulasi oleh orang lain. Apalagi lo dalam keadaan mabok dan ngga sadar waktu itu,"

Karena merekalah, perasaan percaya dan tidak percaya itu menjadi 50:50. Dalam lubuk hatiku yang paling dalam pun aku sama sekali tidak merasa bahwa aku telah melakukan semua itu. Namun di sisi lain, aku percaya karena terlalu banyak bukti yang mengarah padaku.

Setelah sebelas tahun aku bergelut dengan trauma malam itu, akhirnya keadaan mentalku kian stabil, tak lagi aku meraung-raung bak dikejar setan setiap malam. Tak lagi aku gemetar ketakutan hingga pernafasanku terganggu hanya karena merasa pusing sedikit dan aku pun mulai terbiasa dengan ruangan yang luas tanpa perlu merasa cemas dan khawatir. Namun, satu hal yang masih belum dapat ku hilangkan, rasa bersalah.

Rasa bersalah yang begitu kuat terhadap korban memberikan efek samping dalam diriku. Setiap kali aku melihat seseorang melakukan kekerasan, rasa bersalah dan kebencian terhadap diriku sendiri mencuat begitu kencang. Hingga aku kesulitan mengontrol emosi dan membuatku menjadi seorang yang bengis dalam sekejap.

Pernah suatu hari, aku bertengkar hebat dengan segerombolan laki-laki empat tahun lalu.

Kala itu aku, Jay, dan Steve sedang latihan membuat sebuah program di halaman depan. Aku melihat, seorang perempuan sedang berjalan dan kemudian seorang lelaki tua berusia sekitar 50 tahun menampar dan memukuli gadis yang terlihat lebih muda dariku itu.

Entah dorongan darimana, aku menghampiri mereka dan langsung melayangkan tinjuku tepat di wajah pria tua itu, kemudian ku layangkan tendangan diperutnya. Jay dan Steve mencoba menahanku, namun mereka tak kuat karena aku memberontak hingga tanpa sadar aku mendorong kedua sahabatku itu dan membuat kepala Steve terluka karena terbentur pagar batu rumah.

Seketika terjadilah kerumunan di halam depan. Banyak sekali warga yang menahanku, hingga akhirnya Uncle Han dan Uncle Shua datang menghentikan kericuhan yang aku buat.

Akibat dari tindakanku hari itu, The Uncles menghukumku dengan memberikan lima kali sentuhan besi panas di punggungku. Dan jenis hukuman itu baru aku yang mendapatkannya hingga hari ini.

Kami sadar, kalau hukuman besi panas akan dilayangkan apabila kami menarik perhatian banyak orang. Maka mulai saat itu, kami bertiga berjanji untuk hidup seperti hantu yang tak terlihat.

Namun perasaan itu kembalai muncul saat di hutan tadi. Jika saja Jay dan Steve tak langsung menarikku dari sana, mungkin pagi ini kami bertiga sudah mendapat ciuman manja dari besi panas Uncle Han dan Uncle Shua.

B-SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang