18

298 7 0
                                    

Hari ini adalah hari terkahir liburan panjangnya di rumah, Karin menghabiskan waktu bersama kedua orangtuanya. Mulai dari sarapan bersama hingga bercengkrama sambil ngeteh dengan topik hangat utama yaitu Karin.

Yohan tidak turut serta, ia sedikit tahu diri memberikan privasi untuk keluarga kecil tersebut dengan dalih ada janji bersama teman.

Karin dan Yohan berangkat dari kediaman keluarga Karin jam 4 sore, untuk flight jam 6 sore. Karin membawa 1 koper penuh oleh-oleh khas Semarang yang akan ia bagikan di kelas dan untuk ibu kosnya juga.

Setelah menempuh penerbangan selama 1 jam, Karin dan Yohan sampai di bandara Soeta dengan selamat.

"Aku anter ke kos ya."

"Kamu langsung pulang aja, sama-sama naik taksi ini."

Yohan sedikit cemberut atas penolakan tersebut. Saat dirinya mengantar Karin ke dalam taksi, ia malah turut serta masuk.

"Ngapain?"

"Nganter kamu. Udah, kamu anteng aja. Biar taksinya sekalian."

"Yaudah deh, terserah." Balas Karin judes namun pasrah.

Yohan tersenyum menang.

"Pak, jalan ya ke alamat ini dulu."

"Siap, mas."

Sesampainya di kos Karin, Yohan membantu menurunkan koper dan mengangkatnya sampai di depan kamar Karin.

"Taksinya kasian ih nungguin kamu."

"Udah aku bayar kok."

"Lah, kalo taksinya pergi gimana?"

"Ya ga gimana-gimana, lagian ini masih jam 8 malem Rin. Itungannya masih sore."

"Tante nanti khawatir kamu belum sampe rumah."

"Ngga akan, aku udah chat mama."

"Yaudah." Karin memasukkan kunci dan membuka pintu, saat masuk ia heran kenapa Yohan masih berdiri di luar.

"Kamu ngapain masih berdiri di situ?"

"Nunggu disuruh masuk."

"Mau apa?" Karin bertanya lagi.

"Makan malem dulu, mau pesen online atau kita keluar, Yin?"

Karin menghela nafas, ia lelah dan mau mandi terus tidur. Tapi Yohan sepertinya masih memiliki energi penuh untuk hari ini.

"Terserah kamu, tapi aku mager kalo harus keluar lagi."

"Yaudah kalo gitu aku pesenin online ya, aku boleh masuk?"

"Iya masuk aja. Aku mau mandi, kamu boleh duduk dimana aja."

"Oke Ayiin, santai aja mandinya. Hehe."

Yohan senang, untuk pertama kalinya ia diajak masuk kamar kos Karin. Sebelumnya ia hanya sampai depan gerbang kos, entah saat mengantar Karin atau makanan (alibi) dari mamanya.

Saat Karin selesai mandi, makanannya masih belum datang. Mungkin karena malam minggu, dan tentu saja tempat makan yang sedang ia pesan pasti ramai.

"Yin,--"

Kalimat Yohan terhenti bertepatan dengan suara HP Karin menandakan ada telfon.

"Bentar, Yo."

"Hallo, yang." / (...) / "Nyampe kos jam 8an, ini abis mandi nunggu ojol." / (...) / "Ngga, pesen makan. Abis ini mau bobo." / (...) / "Iya, gapapa. Senin kan ketemu." / (...) / "Iya, see you."

Yohan dengan jelas mendengar ucapan Karin pada orang di sebrang telfon, iya yakin itu pacarnya. Yohan menghela nafas, padahal presensinya jelas ada di sini tapi perhatian Karin tertuju pada orang yang tidak hadir di sini. Lamunannya tersadar saat ada notifikasi di HPnya, menandakan ojol pesanan makanannya telah tiba. I turun ke bawah dan kembali dengan bungkusan makanan.

"Yin, makan dulu."

"Oh iya."

Keduanya makan dalam diam, Yohan masih sedikit bete setelah melihat Karin yang tadi berbincang di telfon dengan pacarnya, dan sekarang Karin fokus dengan HPnya untuk bertukar pesan dengan orangtuanya dan Harun.

Setelah selesai makan, Yohan terpaksa  pamit saat Karin mengatakan ingin beristirahat.

- pov Harun -

"Hallo, sayang." / (...) / "Udah nyampe yang?" / (...) / "Mau keluar lagi? Udah makan?" / (...) / "Oh, aku kira mau pergi. Maaf ya ga bisa jemput kamu di bandara, aku udah ada janji dateng ke ultah temen, ga enak kalo ga dateng." / (...) / "Padahal aku kangen banget, Senin aku jemput ya." / (...) / "See you, sayang."

Saat menelfon kekasihnya, sebenarnya Harun sedang berada di apartemen Juwita, menghadiri pesta ulang tahun mantannya tersebut. Harun boleh saja mengclaim Juwita sebagai teman pada Karin, tapi tidak berlaku bagi Juwita sang mantan.

Ia sengaja mengadakan pesta ulang tahun secara private bersama teman terdekat, Juwita mengatakan begitu pada Harun. Beberapa camilan dan minuman beralkohol jadi kudapan pesta malam ini.

Ketika menjelang tengah malam, kebanyakan teman Juwita sudah tidak sadarkan diri, terkapar di sofa bahkan di karpet. Harun dengan setengah kesadarannya masih menenggak minuman beralkohol di tangannya, Juwita yang duduk di samping Harun naik ke pangkuannya secara tiba-tiba mendaratkan kecupan di leher Harun.

"Ju-wi. Aaah"

Mendengar desahan tersebut, Juwita semakin gencar mengerjai leher Harun. Tidak hanya itu, ia mulai menggerakkan bokongnya maju mundur, sengaja menggesek pantatnya ke area sensistif pemuda di bawahnya.

"Ju-wi. Ya di situ."

"Aku kangen." Juwita berbisik.

Tangannya bergerilya membuka kancing serta menurunkan resleting celana Harun, mengeluarkan penis Harun yang setengah keras akibat perbuatannya. Juwita turun, memposisikan kepalanya di depan selangkangan Harun. Mengocok penis di hadapannya sambil mengulum kepala penis Harun hingga licin karena ludahnya. Setelah puas bermain, Juwita memasang kondom dan memasukkan penis Harun ke mulutnya untuk kembali membuatnya licin dan akan memudahkan penyatuannya nanti. Dirasa cukup, ia kembali duduk di pangkuan Harun, memposisikan vaginanya di atas penis Harun. Dengan pakaian yang berantakan, keduanya beradu desah untuk mencapai kenikmatan yang berasal dari pangkal paha masing-masing. Juwita semakin gencar menaik-turunkan tubuhnya, meremas payudaranya sendiri untuk menambah rangsangan.

"Aaah Harun, beb, ee-naakh."

"Aaah, sssh." Harun memegang pinggul Juwita, turut menaik-turunkan tubuh gadis di atas pangkuannya. Keduanya semakin bergerak cepat hingga mencapai pelepasannya.

Juwita ambruk kelelahan, setelah menetralkan nafasnya ia mencoba beranjak dari atas pangkuan Harun namun ditahan.

"Gue masih pengen."

"Jangan di sini, kamar aku aja."

Harun melepas penyatuan keduanya, menarik karet di penisnya, mengikatnya dan melemparnya ke bawah sofa. Kemudian Harun mengangkat tubuh Juwita ala koala, membawanya ke kamar gadis itu. Mereka melanjutkan kegiatan panas demi memuaskan nafsu yang menggebu, menuntaskan kerinduan akan menjamah tubuh masing-masing yang sudah lama tak dilakukan.

Harun rindu masa-masa seperti ini, berkencan secara bebas. Teman kencan yang menginginkan hal yang sama, saling memuaskan tanpa peduli dengan status. Yang penting sama-sama enak, dan pada pertemuan selanjutnya ia bisa bersikap seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa.

- TBC -

PLAYERS - Haruto X KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang