Ada banyak hal yang Bara sesali tentang dirinya dan keluarga kecilnya yang berantakan karena ulahnya sendiri.
Ada banyak hal yang ingin Bara perbaiki seandainya waktu bisa diulang kembali.
Dia ingin hadir di semua hari-hari penting dan bahagia anaknya. Dia ingin menjadi cinta pertama anaknya dan bukannya patah hati pertama dan terbesar yang anaknya rasakan.
Dia ingin menjadi tempat anaknya berkeluh kesah. Dia ingin menjadi rumah yang membuat anaknya aman dan nyaman.
Tapi, semua itu tidak pernah terjadi.
Meskipun saat ini hubungannya dan sang anak sudah sangat membaik, tapi tetap saja penyesalan itu selalu menghantuinya. Setiap kali mendengar Sania dan Teressa yang bercerita tentang masa-masa dulu dia selalu merasa asing.
Dia merasa begitu asing karena saat itu dia tidak ada di sana.
"Pa?"
Panggilan itu membuat Bara tersentak dan tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum tipis pada Teressa yang kini ada di hadapannya.
Beberapa saat yang lalu Bara memutuskan untuk pergi ke halaman belakang rumah anaknya itu dan meninggalkan Teressa yang tengah asik mengobrol dengan Sania.
Ah iya hari ini secara kebetulan dia dan Sania mengunjungi Teressa secara bersamaan hanya beda beberapa jam saja.
"Papa ngapain malah menyendiri disini?" tanya Teressa sambil tertawa kecil.
Bara hanya tersenyum sebagai tanggapan. Kemudian pria paruh baya itu menepuk tempat di sebelahnya dan meminta anak perempuannya itu untuk duduk di sana.
Tanpa banyak bertanya Teressa menurutinya. Dia duduk di sebelah ayahnya dan menunggunya berbicara.
"Ada banyak sekali hal tentang Teressa yang Papa lewatkan ya?" kata pria itu dengan lirih.
Pertanyaannya membuat Teressa terkejut sekaligus bingung.
"Ada banyak sekali hal yang tidak Papa ketahui tentang Teressa sejak hari dimana anak Papa meninggalkan rumah.."
Bara menghela nafasnya panjang lalu menoleh dan menatap Teressa yang tersenyum tipis padanya. Raut wajahnya seolah mengatakan bahwa Teressa sudah melupakan semuanya.
"Papa enggak tau gimana caranya untuk minta maaf karena Papa tau hal itu enggak berarti apa-apa..."
"Pa."
Teressa menggenggam tangan ayahnya dan menatapnya dengan penuh ketulusan serta senyuman manis yang menghiasi wajahnya.
"Enggak usah dibahas lagi ya? Sekarang kita udah bahagia lagi kan? Meskipun Mama sama Papa udah pisah, tapi liat kita akur kayak gini Teressa udah bahagia," kata Teressa.
Bara ikut tersenyum. Kemudian pandangannya tertuju ke arah Sania yang tengah bermain bersama dengan anak-anak Teressa.
"Aku enggak mau bahas hal yang akan buat aku sedih Pa," kata Teressa sambil menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah.
Dia memejamkan matanya selama beberapa saat. Bara memang benar bahwa ada banyak hal yang dia lewatkan tentang Teressa.
Mulai dari hubungan anak itu dengan kekasihnya. Masalah yang sempat anak itu miliki dengan dosen mata kuliahnya.
Selain itu Bara juga selalu melewatkan hari-hari penting anaknya. Seperti hari ulang tahun hingga hari kelulusannya yang tidak pernah ia hadiri.
Seandainya bisa Bara sangat ingin mengulang kembali waktu dan memperbaiki semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE
Romance"Ayo bahagia bersama, Sa." Sudah tidak ada lagi cinta dalam diri seorang Teressa Anastasia. Kegagalan kedua orang tuanya dalam pernikahan membuat dia enggan menjalin hubungan dalam bentuk apapun. Hingga Daffa Reagan Alexander datang. Pria penuh per...