12. 🕵‍♂️

956 82 0
                                        

Biru sampai di sekolah lebih dulu di bandingkan Samudra, cowok itu terlihat menyeritkan dahi melihat kerumunan di mading sekolah, penasaran cowok itu mendekat membelalak melihat mading di penuhi tulisan meminta Samudra keluar dari sekolah, cowok i...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru sampai di sekolah lebih dulu di bandingkan Samudra, cowok itu terlihat menyeritkan dahi melihat kerumunan di mading sekolah, penasaran cowok itu mendekat membelalak melihat mading di penuhi tulisan meminta Samudra keluar dari sekolah, cowok itu mengepalkan tangan menatap sinis para murid yang tengah bergosip membuka kaca mading merobek semua tempelan di sana.

"Apa yang sedang lo lakukan Biru ? Jangan bilang lo membela Samudra hah", bentak Fajar menatap sinis ke arah cowok itu.

"Kalau memang gue membela Samudra kenapa ?", tanya Biru menantang, Fajar mencibir pelan menatap meremehkan, "jangan - jangan lo juga andil dalam pembunuhan yang di lakukan Samudra ? Wah hebat sih, bukannya lo dulu membenci Samudra ya, satu sekolah tahu jelas kebencian lo pada Samudra", ujarnya.

Biru sama sekali tidak terpancing malah terkekeh, "jangan bilang lo pembunuh sebenarnya sampai lo begitu ngotot membuat Samudra sebagai pelaku, ngaku lo".

Fajar mengepalkan tangan maju hendak memberi pukulan pada cowok itu namun berhenti melihat Samudra tiba-tiba muncul menengahi menahan tangan Fajar, "berani lo menyentuh Biru gue tidak segan membalas, Fajar", ujar Samudra masih menggengam tangan cowok itu tersentak, tubuh Samudra menengang melihat samar kematian Fajar, melihat itu Biru menarik tas Samudra agar pegangannya terlepas.

Samudra menghembuskan nafas menggelengkan kepala belum melihat jelas kematian Fajar, melirik Biru tersenyum tipis mengucapkan terima kasih melalui tatapan.

"Samudra Aldebaran, lo di panggil ke ruangan BK", celetuk Dimas datang tiba-tiba.

"Siap-siap lo di keluarin dari sekolah", celetuk Sinar terkekeh sinis, Guntur yang melihat hanya menggelengkan kepala.

Samudra melangkah menuju ruangan BK tatapan sinis dari para murid sudah biasa bagi cowok itu, sampai di depan pintu cowok itu mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk kedalam, alis Samudra terangkat tinggi melihat di dalam ruangan ada pak Haikal, "Samudra Aldebaran, silahkan duduk, ada yang ingin bicara dengan kamu", ucap pak Ihzam.

Cowok itu tersenyum mendekat, "baiklah kalau begitu saya keluar, silahkan pak Haikal bicara dengan Samudra", lanjut pak Ihzam keluar dari ruangan.

"Langsung saja Samudra, saya harap kamu menyerahkan diri sebagai pelaku ke kantor polisi", ujar pak Haikal langsung, seringai di wajah Samudra terlihat, "kalau saya tidak mau bagaimana ? Saya tidak bersalah di sini  kenapa saya harus mempertanggung jawabkan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan ?", tanyanya menantang tidak gentar.

Pak Haikal tersenyum sinis, "walaupun kamu sekuat tenaga membela diri cepat atau lambat kamu akan mendekam di dalam penjara sebagai pelaku, pikir baik-baik Samudra", ancamnya, Samudra menipiskan bibir menatap tanpa ekspresi, tidak lama terkekeh merasa lucu.

"Saya jadi bingung kenapa orang yang hanya mementingkan jabatan bisa jadi penegak hukum, tidak cocok sama sekali pak, oh iya pak Dirga sudah memberi tahu soal ancaman kepala kepolisian, hanya karena polisi tengah buntu mencari pelaku anda meminta saya menyerahkan diri takut jabatan hancur, maaf tapi saya tidak mau karena saya bukan pelaku", ujarnya penuh penekanan di akhir kalimat.

Pak Haikal mengatupkan bibir menatap Samudra yang kini berdiri dari kursi, "maaf pak Haikal saya permisi", pamit Samudra bergegas keluar dari ruangan BK meninggalkan pak Haikal yang kini mengepalkan tangan kuat menatap tajam ke arah pintu.

Samudra masuk ke dalam kelas tidak sengaja bersitatap dengan Naomi tersenyum tipis melangkah menuju bangku, "gue kira lo sudah di tendang dari sekolah", celetuk Nabila sinis, cowok itu sama sekali tidak menanggapi duduk di tempatnya.

Beberapa menit seorang guru masuk kedalam kelas memulai pembelajaran.

Biru keluar dari toilet meringis menekan perut yang kembali terasa sakit, wajah cowok itu sudah memucat berpegangan pada dinding, keringat dingin keluar membasahi tubuh, sekuat tenaga tetap melangkah menuju UKS namun belum sempat menaiki tangga tubuh cowok itu luruh kebawah menekan perutnya.

"Sstttt jangan kambuh di sekolah", gumamnya sekuat tenaga melawan rasa sakit yang semakin terasa.

Orang yang baru saja keluar dari kelas berniat menuju toilet berhenti menatap dari jauh, seringai muncul di wajah bersedekap dada menatap penuh kepuasan, "wah ternyata lo semakin menderita Biru, jangan khawatir sebentar lagi lo tidak akan merasakan sakit untuk selamanya, tunggu malaikat maut lo datang", gumamnya hendak mendekat namun berhenti melihat salah satu murid di sekolah yang tidak sengaja melihat membantu Biru menuju UKS.

"Ck sial", umpatnya kembali melangkah menuju toilet.

Samudra yang terlihat fokus mendengarkan penjelasan guru di depan tersentak merasakan ponsel bergetar di saku celana, cowok itu merogoh menyeritkan dahi melihat Biru mengirim pesan padanya.


Sabiru : lo sahabat Biru kan, Biru berada di UKS sekarang, dia tidak berhenti meringis kesakitan, tidak ada penjaga UKS di sini, gue bingung harus ngapain.


Tanpa pikir panjang, Samudra bergegas minta izin keluar, setelah guru di depan kelas mengizinkan cowok itu berlari menuju UKS dengan perasaan cemas.

¤¤¤

The Search 🕵‍♂️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang