26. 🕵‍♂️

849 70 1
                                        

Dimas baru sampai di sebuah warung menyeritkan dahi melihat Guntur ada di sana dengan pakaian serba hitam, cowok itu mendekat setelah memesan makanan untuk dia dan Samudra yang berada di rumah sakit, "ngapain lo ?", tanya Dimas membuat cowok itu m...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dimas baru sampai di sebuah warung menyeritkan dahi melihat Guntur ada di sana dengan pakaian serba hitam, cowok itu mendekat setelah memesan makanan untuk dia dan Samudra yang berada di rumah sakit, "ngapain lo ?", tanya Dimas membuat cowok itu menoleh kaget menghapus air mata kasar tersenyum canggung.

"Makan", celetuk Guntur asal.

Dimas duduk di salah satu kursi, "lo ke rumah Sinar ?", tanyanya, di jawab gelengan oleh Guntur, cowok itu terlihat menghembuskan nafas menyeruput teh manis di depannya menatap sendu ke depan.

"Gue tidak sanggup mengantar Sinar ke tempatnya yang terakhir, hati gue masih sakit, tidak percaya dengan kepergian dia", lirih cowok itu meringis pilu.

Dimas menganggukan kepala paham perasaan cowok itu, "gue memang tidak dekat dengan kalian hanya saja gue paham perasaan lo sekarang, satu hal yang ingin gue sampaikan, ikhlasin semuanya, Sinar tidak akan tenang jika lo meratapi kepergian dia", ujarnya menepuk pundak Guntur pelan.

Guntur menggelengkan kepala, "lo salah Dim, Sinar baru akan tenang jika pelaku di hukum seberat-beratnya, lo lihat sendiri kondisi mayat Sinar yang begitu mengerikan, gue bahkan tidak berani memikirkan rasa sakit Sinar saat di siksa pelaku", ujarnya menguatkan pegangan di sedotan.

Dimas menghembuskan nafas menganggukan kepala, "apa lo masih beranggapan Samudra adalah pelaku ?", tanyanya penasaran.

"Jujur awalnya gue sama sekali tidak percaya Samudra adalah pelaku pembunuhan, kita tahu semua bahkan untuk dekat dengan seseorang Samudra tidak akan melakukan itu, hanya saja setelah melihat Sinar terkapar di lapangan, hati gue panas dan termakan dengan omongan satu sekolah tentang Samudra adalah pelaku", ujar Guntur seadanya.

Dimas mengatupkan bibir tidak membalas perkataan cowok itu, "permisi dek pesanannya", ujar seorang pelayan, cowok itu menoleh tersenyum tipis menerima tidak lupa membayar.

"Gue duluan Gun, jangan berlarut sedihnya, datang ke pemakaman Sinar agar hati lo lega, lo bisa mencurahkan isi hati lo padanya", ujar Dimas keluar dari warung kembali ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit Dimas menyeritkan dahi melihat Samudra terduduk di depan ruangan begitu cemas, "Sam, ada apa ?", tanyanya, Samudra menoleh dengan mata bengkak mencoba menguasai diri.

"Biru tiba-tiba drop, sekarang di tangani dokter Tarra di dalam, Dim, gue takut, gue tidak mau kehilangan Biru", lirih Samudra, hatinya terasa di remas.

Dimas menepuk pelan pundak cowok itu, "Biru orang kuat Sam, dia akan bertahan untuk lo, banyak berdoa untuk kesembuhan Biru, semoga secepatnya pihak rumah sakit menemukan pendonor", ujarnya menenangkan namun hatinya merasa pesimis dengan kondisi Biru yang semakin hari semakin lemah.

Pria paruh baya yang baru saja masuk kedalam rumah menyeritkan dahi melihat anaknya menunggu di ruang tamu, "ayah, aku punya permintaan terakhir", ujarnya membuat pria itu menaikan alis tinggi mendekat duduk di sofa berhadapan dengan sang anak.

"Ada apa ? katakan lah ?", tanya pria itu menatap lekat wajah anaknya, meringis mengingat bagaimana kelakuan anaknya selama ini.

Orang itu tersenyum tipis membalas tatapan ayahnya, "saya ingin membuat Samudra mendekam di penjara sebagai pelaku ayah, aku sudah menyusun rencana membuat Samudra terjebak menggunakan Biru juga Naomi, aku mohon ayah ini yang terkahir, setelah itu aku akan mengikuti permintaan ayah menetap di luar negeri", ujarnya.

Pria itu terdiam sejenak menatap keseriusan di wajah anaknya, "apa alasan kamu berhenti ?", tanyanya terlebih dahulu, sang anak terkekeh merasa lucu dengan pertanyaan ayahnya, "aku tidak akan berhenti ayah, hanya saja kondisi aku sekarang tidak leluasa memberantas penderitaan orang lain, para bedebah itu selalu menganggu kesenanganku, jadi setelah Samudra mendekam di dalam penjara, aku akan keluar negeri untuk beristirahat sebelum kembali memberantas kesakitan orang lain", ujarnya menyeringai kejam.

Pria itu menghembuskan nafas lelah, sampai kapan pun anaknya tidak akan berubah, "baiklah, tapi setelah ini kamu akan menetap di luar negeri selama 20 tahun, lakukan kegilaan kamu di luar negeri saja, di negara keluarga ibumu yang masih hidup, kamu bisa melakukan kegilaan kamu bersama mereka", ujar pria itu benar-benar sudah muak, tidak bisa lagi melakukan apapun untuk melindungi ataupun menyadarkan anaknya dari lembah kegelapan, pria itu malah terlihat mendukung kelakuan anak semata wayangnya itu.

¤¤¤

The Search 🕵‍♂️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang