Samudra Aldebaran, cowok tampan, penyendiri, kaku, tidak suka bersosialisasi, bukan tanpa alasan cowok itu membatasi diri tapi kemampuan aneh yang dia miliki membuat cowok itu menikmati kesendirian.
Namun kehidupan cowok itu berubah, kemampuan aneh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bughh
Bughh
"Sialan", umpat Samudra meninju dinding rumah sakit melampiaskan emosi, cowok itu benar-benar kalut mengusap wajah kasar mendengar ucapan Tarra soal keadaan Biru, tubuh cowok itu luruh kebawah bersandar di tembok membenturkan kepala menutup mata.
"Periksa keamanan rumah sakit, cari pelaku yang menyuntikan cairan yang bisa membunuh Biru", perintah Dirga tegas, para anggota menganggukan kepala melaksanakan perintah, Tarra masih di sana menatap lekat wajah Samudra.
Dimas mendekat menepuk pundak Samudra pelan, "semuanya akan baik-baik saja Sam, berhenti menyakiti diri sendiri", ujar cowok itu menenangkan, Samudra menoleh dengan tatapan nanar.
"Dari mana kamu tahu jika Dimas hanya pengalihan saja agar bisa membunuh Biru, Samudra ?", tanya Dirga mengintip Biru yang tengah tertidur pulas di dalam ruangan.
Samudra menunduk, "saya tidak sengaja menyentuh tangan Dimas, kematian Dimas sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian di sekolah, yang artinya Dimas bukan target pelaku, setelah itu kilasan kematian Biru tiba-tiba terlintas di dalam pikiran saya, saat itu saya menyadari Dimas hanya pengalihan untuk membunuh Biru".
Deg
Dimas dan Tarra terlihat menyeritkan dahi mendengar penuturan dari Samudra, berbeda dengan Dirga yang menganggukan kepala mengerti, "maksud lo apa ?", tanya Dimas menyadarkan Samudra maupun Dirga jika masih ada orang lain di antara mereka, tidak seharusnya membicarakan kemampuan Samudra secara terang-terangan.
"Gue bisa melihat kematian orang lain hanya dengan menyentuh atau tidak sengaja bersentuhan", jawab Samudra jujur, terlihat Dimas dan Tarra membelalak kaget.
"Maaf pak Dirga menganggu, kami sudah memeriksa CCTV rumah sakit hanya saja beberapa menit tidak ada satu pun CCTV yang beroperasi kemungkinan saat pelaku menyuntikan cairan pada tubuh pasien", lapor seorang anggota membuat Dirga mengusap wajah kasar benar-benar frustasi.
"Saya minta kalian berjaga 24 jam di ruangan Biru, jangan pernah izinkan siapapun masuk, bahkan dokter sekalipun sebelum kalian memeriksa identitasnya", perintah Dirga tegas mengepalkan tangan merasa di permainkan.
Tarra tersenyum tipis, "maaf menyela Dirga, biarkan saya yang menangani pasien, jadi anggota kamu bisa menghentikan semua yang masuk kedalam ruangan selain saya juga cowok itu", ujarnya menunjuk Samudra.
Dirga menganggukan kepala, "makasi atas kerja samanya pak Tarra", ujarnya merasa lega, Dimas masih terdiam memikirkan tentang apa yang Samudra katakan tadi.
Drreettt
Dirga mendengus kesal melihat nama pak Arhan ada di layar ponsel dengan malas-malasan pria itu mengangkat tidak lupa menekan icon loaspeaker agar para anggota juga mendengarkan.
"DIRGA, DI MANA KAMU HAH, SUDAH BERAPA KALI KAMU MENINGGALKAN KANTOR TANPA MEMBERI LAPORAN PADA HAIKAL TERLEBIH DAHULU YANG NOTEBENENYA ATASAN KAMU", teriakan dari pak Arhan terdengar.
Tarra yang mendengar menyeringai, terkekeh pelan menggelengkan kepala, "Dirga berada di rumah sakit sekarang Arhan, berhenti mengomeli anggota kamu, dia sedang melakukan penyelidikan di rumah sakit saya", ujar Tarra tiba-tiba menyela, pak Arhan mematikan panggilan sepihak di seberang sana.
Tarra menatap Dirga tersenyum tipis, "Dirga, kamu harusnya menyelidiki pihak dari kalian terlebih dahulu untuk menemukan pelaku, saya sudah memberi tahu setelah selesai mengotopsi korban sebelumnya ada orang hebat di belakang pelaku yang selalu bisa menyembunyikan bahkan melenyapkan barang bukti", ujarnya membuat pria itu tertegun membelalak tidak percaya.
"Tidak mungkin orang di belakang pelaku salah satu polisi, mereka harus menegakkan hukum bukan malah melindungi pelaku pembunuhan", sanggah Dirga.
Tarra menggelengkan kepala menepuk pundak pria itu, "kadang orang yang sama sekali tidak mencurigakan adalah pelaku Dirga, kamu bisa memikirkan apa yang saya katakan kaitkan dengan kejadian yang sudah kamu alami semenjak menangani kasus", ujarnya bergegas pergi meninggalkan mereka.
Dirga termenung sejenak, jujur pria itu mencurigai pak Haikal maupun pak Arhan yang selalu bertingkah aneh semenjak menangani kasus di SMA Wisteria, tapi bagaimana Dirga menemukan bukti, tidak mungkin pria itu menuduh tanpa bukti, benar kata Tarra semua terasa aneh semenjak menangani kasus di SMA Wisteria, semua kasus di serahkan padanya seakan-akan berusaha menjauhkan Dirga dari kasus di SMA Wisteria
Ngotot menjadikan Samudra sebagai pelaku adalah hal yang paling mencurigakan bagi Dirga, Dimas yang tadi diam menatap Samudra.
"Sam boleh gue lihat nomor yang mengirim pesan ke lo ?", tanyanya, Samudra menganggukan kepala menyodorkan ponsel.
Dimas membuka menyeritkan dahi membuka pesan di sana, bukannya foto di ambil dari kantin saat cowok itu memukul Fajar, tapi siapa yang sempat mengambil gambar saat kejadian ?, satu hal yang pasti pengirim pesan adalah murid, bisa di pastikan pelaku seorang siswa SMA Wisteria.