Selamat menyelam bersama Laut
•
•
•"Nggak usah pulang kalau kamu cuma bawa uang 50 ribu! Kamu pikir uang segitu cukup untuk beli makanan buat kita berempat?!" Cerca Elma -Mama Laut- dengan nada tinggi. Wanita dewasa itu enggan mengulurkan tangannya menerima selembar kertas berwarna biru.
Laut menunduk. Ia sudah berusaha mendapatkan rupiah untuk ia bawa pulang. Memang, beberapa hari belakangan ini hasil tangkapan ikan menurun. Laut yang biasa mendapatkan uang 150 ribu sehari kini hanya bisa membawa uang 50 ribu.
"Jangan harap kamu bisa tidur di rumah kalau kamu nggak bawa uang lebih banyak!" tegas Elma. Dia bangkit, lantas mengambil kasar selembaran rupiah yang masih Laut ulurkan.
Laut hanya tersenyum kecut sembari menatap kosong lantai yang masih tanah.
Brak!
Elma membanting pintu dengan keras hingga membuat Laut terperanjat kaget.
Tatapan Laut beralih pada pintu yang tertutup rapat. Haruskah dia kembali melaut? Sedangkan matahari sebentar lagi menenggelamkan diri.
Dengan langkah lunglai Laut beranjak menuju bangku bambu yang kini sudah reot termakan usia. Rumah Laut memang bukan rumah mewah semacam gedong, tetapi hanya sebuah gubuk reot yang terbuat dari campuran bambu juga kayu.
Sejatinya rumah Laut sudah tak layak huni namun, tidak ada pilih lain selain menghuni rumah ini. Tulang punggung keluarga mereka hanya Laut dari tiga laki-laki yang tinggal di sana.
Ayah Laut masih hidup, hanya saja pria dewasa itu enggan mengais rezeki. Darmono namanya, pria paruh baya yang mempunyai hobi mabuk-mabukan, bermain judi, serta berhutang ke sana kemari.
Satunya lagi adalah Aldan Mahendra, kakak Laut yang kerjaanya hanya bermalas-malasan. Lelaki itu sebenarnya sarjana dengan nilai terbaik. Entahlah, gelar yang Aldan miliki hanya menjadi pajangan dalam namanya, sama sekali tidak ia gunakan untuk membantu ekonomi keluarga agar dapat menghuni rumah layak.
Laut menghembuskan napas berat sebelum akhirnya kembali pergi mencari tambahan uang. Sembari terus melangkah, maniknya berkeliaran ke sembarang arah berharap ada sesuatu yang bisa menghasilkan uang. Tidak mungkin juga ia kembali melaut sedangkan hari sudah mulai menggelap.
Jika kalian pikir Laut adalah pria dewasa yang usianya 20 tahun ke atas maka kalian salah. Laut masih dibawah umur, Laut sendiri masih berumur 17 tahun dan harus putus sekolah ketika menginjakkan kaki di bangku kelas 10.
Lama berjalan menyusuri petang, seseorang memanggil Laut dari dekat pantai. "Laut!"
Laut menoleh, ia mengulum senyum sebelum memberi jawaban, "iya Pak, ada apa?"
"Bisa bantu saya misahin rumput laut dari tali nggak?" seru pria paruh baya itu.
"Bisa Pak," dengan jawaban tegas Laut beranjak mendekat pada Pak Hartono.
Syukurlah, Tuhan masih baik memberikan Laut rezeki malam ini.
ʕ≧ᴥ≦ʔ
Sekitar pukul 10 malam, Laut kembali ke rumahnya. Setelah berada di depan pintu ia mengetuk beberapa kali berharap dibukakan pintu untuknya masuk.
Tapi nihil. Tidak ada tanda-tanda jika pintu akan dibuka dari dalam dan tidak ada suara sahutan dari dalam.
Laut mengembuskan napas kasar. Tubuhnya lelah, perutnya perih karena lapar. Maklum, Laut hanya makan tadi pagi, itupun hanya beberapa suap mengingat Ibunya yang pelit memberikan makan untuk Laut.
Dengan langkah lunglai, lelaki itu menuju bangku bambu. Ia merebahkan diri di sana, ia butuh istirahat. Meski hembusan angin dingin kuat serta hawa dingin mengikis kulitnya, ia tetap berusaha memejamkan matanya.
Dunia sangat tidak adil untuk orang kecil seperti dirinya.
"Bangun lo, kerja!" teriak seorang lelaki lebih tua empat tahun dari Laut.
Suara nyaring tersebut berhasil mengusik tidur Laut. Lelaki itu membuka matanya perlahan. Tidak lama setelah itu, ia bangkit duduk.
"Dari mana lo, semalem?!" tanya Alden dengan nada tinggi.
"Cari uang buat lo makan," jawab Laut singkat.
"Makanya sekolah yang bener biar bisa cari kerja yang gajinya gede!" cecar Alden tanpa mengaca dirinya sendiri.
Laut membuang muka, kemanapun asal bukan pada Alden. Lantas ia tertawa hambar. "Lo sekolah tinggi, punya gelar sarjana dengan nilai paling bagus tapi nggak ada niat buat kerja, terus fungsi lo apa? Sekolah gue putus gara-gara jatah uang sekolah gue dipake lo buat bayar kuliah!" balas Laut. Sungguh, ia masih tidak bisa menerima kenyataan jika ia harus putus sekolah.
Alden tersulut emosi mendengar penuturan Laut. Dia tersinggung. Rahangnya mengeras dengan sorot mata mematikan, Alden maju dua langkah lalu mencekram kerah baju yang Laut gunakan.
"Berani lo ngatain gue?!" hardik Alden penuh emosi.
Laut hanya berdecih dengan terus membuang muka.
"Bangsat lo! Sopan sama kakak sendiri!" Satu bogeman melayang dengan keras menghantam pipi Laut. Wajah Laut menyerong ke samping sesuai arah bogeman kakaknya.
Laut meringis namun tak mengeluarkan sepatah kata pembelaan.
Alden kembali menarik kerah Laut hingga adiknya berdiri secara paksa, "sekali lagi lo bikin gue emosi mati lo!" sarkas Alden lalu mendorong tubuh Laut ke belakang secara kasar hingga punggung Laut terbentur bangku bambu.
Setelah itu Aldan berbalik hendak meninggalkan Laut.
Laut menutup matanya sejenak meredam rasa sakit yang mulai menjalar. "Nggak perlu lo bunuh, gue juga bakal cepet mati bang. Kalo lo lupa, ginjal gue tinggal satu. Tubuh gue bakal hancur sendiri tanpa campur tangan dari lo," balas Laut.
Ucapan Laut berhasil menghentikan langkah Aldan. Pria itu lantas menoleh pada sang adik, "nyadar lo?" ujar Alden sembari menaikkan satu alisnya.
Usai punggung Alden benar-benar hilang dari penglihatan Laut, ia mengadahkan wajahnya lalu memejamkan matanya. Buliran bening meluruh begitu saja membasahi pipi.
Lelaki itu tidak sepenuhnya kuat. Laut hanya bertahan sebelum tubuhnya benar-benar ringkih tak berdaya. Ginjalnya tinggal satu, jika pola hidupnya tidak sehat macam ini Laut akan cepat mati.
Dan mirisnya, tidak ada yang peduli dengan keadaan Laut.
"Tuhan.... Laut lelah," gumamnya.
TBC
ʕ≧ᴥ≦ʔSegitu aja ya, feelnya ngena gak??
Hehew see you
Kalo misalnya kurang kejam atau kurang apa gitu bisa kasih krisar ya! Jangan lupa vote dan komen.
Purwokerto, 20 Oktober 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Thallasophile|Senja Terakhir
Teen FictionSegala hal tentang lautan pasti Laut suka, karena Laut sendiri seorang Thallasophile. Laut adalah seorang pemuda yang mengesampingkan perasaannya sendiri dan memilih menjadi tempat cerita bagi orang-orang yang punya banyak masalah. Tak terkecuali...