Haiiii!!
Happy Reading!
.
.
."kalo udah nggak ada baru ngerasa kehilangan kan?" -Semesta
ʕ≧ᴥ≦ʔ
"Pak, bisa ngebut nggak? Saya Buru-buru," ucap Semesta sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Hah?!" balas tukang ojek. Pria itu sama sekali tidak mendengar ucapan penumpangnya dengan jelas.
"BISA NGEBUT NGGAK PAK! SAYA BURU-BURU," teriak Semesta, kali ini bener-bener seperti orang marah.
"Nah, kalo itu baru denger. Oke Mas saya ngebut,"
Semesta menghembuskan napas gusar lalu meraup kasar wajahnya. Perasaan Semesta campur aduk tak karuan, ada banyak hal yang harus ia urus. Mulai dari memberi tahu keluarga Laut yang brengsek itu, lalu kembali ke bandara untuk mengikuti perkembangan berita. Lalu ia akan datang ke pantai dimana pesawat yang di tumpangi sahabatnya terjatuh.
Persetan dengan handphone yang sedari tadi berbunyi puluhan kali. Entah Nara, Udin, Jae, atau kedua orang tuanya yang menelfon, masa bodo! Semesta tak punya banyak waktu.
"Mas, udah sampai." Motor metik yang tumpangi Semesta berhenti tepat di 20 meter sebelah kanan rumah reot —yang dari jauh terlihat hampir roboh.
Semesta tersadar dari lamunan, pemuda itu lantas turun sembari melepaskan helm lalu menyerahkan kembali pada tukang ojek. Ia kemudian merogoh kantong celana jeans yang ia kenakan, mengeluarkan selembar uang berwarna biru dan langsung menyodorkannya.
"Ni, Pak. Makasih banyak, kalo lebih ambil aja buat Bapak." Semesta tersenyum tipis lalu buru-buru meninggalkan tukang ojek.
"Makasih juga Mas, tapi ini kembaliannya kebanyakan!" teriak tukang ojek sedikit kencang, mengingat punggung penumpangnya tadi sudah jauh dari titik ia berhenti.
"Ambil aja Pak, nggak apa-apa." Semesta menjawab tanpa menoleh.
Sedangkan tukang ojek tersenyum girang. "Makasih Mas!"
ʕ≧ᴥ≦ʔ
Brak!
Pintu rumah bambu terbuka secara paksa, satu sisinya terlepas dari pengait. Sosok tubuh atletis dengan manik memerah serta tatapan mematikan sudah bertengger di ruang tamu rumah reot itu.
Rahang pemuda tersebut mengeras, mengeritkan gigi-giginya sebelum bersua. Sedangkan dua pria di hadapannya masih duduk santai sembari menghisap putung rokok.
"Brengsek! Laut mati kalian diem aja?!" teriak Semesta tanpa peduli apa itu sopan.
Darmono terkekeh. "Lalu?"
Semesta semakin jengkel dengan jawaban Darmono. Benar-benar manusia bebal yang tak punya nurani, dalam keadaan genting sekali pun tak ada raut cemas ataupun peduli. Lalu, Semesta balik menyunggingkan bibirnya.
"Lalu kata mu, Pak Tua? Kau memang benar tak punya nurani. Seorang bapak yang tak pernah menanggap anaknya ada tetapi selalu membutuhkan tenaganya untuk sumber uang, apakah kau pantas disebut seroang bapak. Atau hanya tua yang tak berguna?" Semesta balas menohok.
![](https://img.wattpad.com/cover/353327578-288-k971384.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Thallasophile|Senja Terakhir
Teen FictionSegala hal tentang lautan pasti Laut suka, karena Laut sendiri seorang Thallasophile. Laut adalah seorang pemuda yang mengesampingkan perasaannya sendiri dan memilih menjadi tempat cerita bagi orang-orang yang punya banyak masalah. Tak terkecuali...