Haii
Tandai jika typo ya!
Happy Reading!
•
•
•"Dan, bahkan, kalian lupa jika Laut tidak selamanya kuat dan memendam semuanya sendiri,"
ʕ≧ᴥ≦ʔ
Pagi sesudah subuh tadi, Laut memutuskan untuk pulang ke rumah. Sekarang, pria 17 tahun itu sudah berada di kamarnya dengan wajah memerah serta deru napas yang tak beraturan.
"Udah mirip maling gue," gumamnya. Bagaimana tidak, Laut masuk ke rumah dengan mengendap-endap lewat jendela kamarnya, takut jika Darmono dan Aldan melihatnya baru pulang.
Laut kemudian duduk di pinggir kasur sebentar lalu perlahan merebahkan tubuhnya. Dengan kedua tangan dilipat di bawah kepala sebagai bantalan.
Ketika ia memejamkan maniknya, wajah Nara tercetak jelas di sana membuat kedua sudut bibir Laut terangkat.
"Kenapa Nara terus yang gue inget?" batin Laut bermonolog.
ʕ≧ᴥ≦ʔ
Aldan mengerjapkan matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netranya. Ia melenguh sembari meregangkan otot-ototnya.
Kemudian wajah lelaki itu menoleh pada jam di atas nakas, pukul 05.30. "Njir udah pagi aja!" umpat Aldan.
Tak selang lama, Aldan bangkit berdiri dari duduknya lantas langsung pergi meninggalkan kamar yang masih berantakan.
Langkah Aldan menuju kamar sang adik, hendak menyuruh Laut membereskan kamarnya dan juga menyuruh adik sampah itu untuk mencuci motor gede kesayangannya.
Sampai di depan pintu kamar, tangan Aldan mengepal, lalu menggedor pintu kamar Laut berkali-kali hingga Laut menjawab.
"BANGUN LO ANAK GAK GUNA!" teriak Aldan menggema.
Hening. Tidak ada jawaban dari dalam, yang artinya Laut tertidur dengan sangat pulas.
Hal itu membuat rahang Aldan mengeras dengan sorot mata berubah jadi mematikan. Entah mengapa, Aldan cepat sekali tersulut emosi perihal hal-hal kecil yang bersangkutan dengan Laut.
"BANGUN LO! ATAU GUE RUSAKIN PINTU KAMAR LO!" teriak Aldan lagi, kali ini dengan nada lebih keras.
Hening. Lagi-lagi Laut tak menyahut.
"Apa dia mati?" gumam Aldan. "Ah bodoamat! Mau mati juga gue gak peduli," sambungnya lagi.
Pria 20 tahunan itu sontak menggebrak pintu Laut beberapa kali hingga pintu terbuka lebar. Maniknya mengerling menatap sang adik yang tengah tertidur pulas.
Kaki Aldan kembali melangkah menuju ranjang Laut. Aldan memandangi wajah Laut sekilas. Banyak lebam di sana, pipi yang semakin tirus semenjak adiknya tinggal di rumah ini.
Tiba-tiba Aldan merasa sedikit kasian pada Laut. Entahlah rasanya, lelaki itu tidak pernah bahagia di rumah ini. Justru Aldan yang selalu bahagia.
Beberapa detik berlalu, Aldan tersadar dari lamunannya. Ia menepis pemikiran bodoh semacam itu. Dendam tetaplah dendam dan tidak ada toleransi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thallasophile|Senja Terakhir
Teen FictionSegala hal tentang lautan pasti Laut suka, karena Laut sendiri seorang Thallasophile. Laut adalah seorang pemuda yang mengesampingkan perasaannya sendiri dan memilih menjadi tempat cerita bagi orang-orang yang punya banyak masalah. Tak terkecuali...