TST 35| Laut Bohong?

118 11 2
                                    

Haiii

Happy Reading!


"Tolong jangan berhenti di sini,"

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Pemuda yang duduk di kursi kelas ekonomi dekat jendela, menoleh ke samping. Rupanya tingginya sudah setara dengan awan-awan yang selalu ia pandangi. Jantungnya berdebar tiba-tiba, dibarengi dengan rasa takut yang juga muncul.

"Ya Tuhan, semoga tidak apa-apa," tutur Laut lirih.

Pemudi yang duduk di kursi sebelah Laut menoleh, memperhatikan wajah Laut yang terlihat memucat. "Mas, maaf, apa kamu sedang sakit?" cetus perempuan itu membuat Laut menoleh.

Laut salah tingkah. Pasalnya, apa efeknya seburuk itu? Sampai-sampai ia dikira sakit?

Laut dengan cepat menggeleng. "Nggak mba, saya cuma takut sama ketinggian," balas Laut seadanya.

Perempuan di sebelahnya mengangguk paham. "Ooh gitu Mas. Dibawa tidur aja mas, nanti kalo udah sampai saya bangunin,"

Laut ikut mengangguk. "Iya Mba, makasih banyak,"

Perempuan yang Laut kira kisaran umur 20 tahun itu hanya membalas dengan senyuman. Setelah itu, Laut menarik napas panjang berusaha mengusir debaran jantung yang begitu hebat. Perlahan maniknya memejam namun otaknya terus saja berisik membuat Laut tak sungguh-sungguh tidur.

Di ketinggian 45.000 kaki, Laut merasakan guncangan kecil. Reflek ia membuka matanya, menatap sekeliling, tak ada yang panik bahkan mereka semua tampak biasa saja.

"Nggak apa-apa Mas, ini emang sering terjadi," celetuk perempuan di sebelahnya lagi.

Mendengar itu Laut sedikit tenang dan kembali memejamkan maniknya. Lima detik kemudian, guncangan itu kembali dengan tingkat yang lebih besar. Badan Laut terhempas ke depan dan ke belakang secara kasar.

Riuh pun mulai terdengar di telinga Laut. Semua orang menjerit tak karuan, menyebut nama Tuhan berkali-kali meminta pertolongan. Begitu selama beberapa menit, guncangan terus bertambah dasyat. Laut semakin tak berani membuka matanya.

Pesawat yang ia tumpangi kini melaju ke bawah dengan cepat, tak dapat di kendalikan. Lebih tepatnya menukik ke bawah, tubuh Laut kembali terhempas ke depan dan ke belakang secara terus menerus. Pula dengan tangan dan kaki yang sepertinya ingin ikut melayang, rasanya semua itu ingin copot begitu saja.

"Ya Allah!"

"Astagfirullah!"

"Tolonggg!!"

"Aaaaa,"

"Mamaa!!"

Badan Laut bergetar begitu hebatnya, pikirannya tak lagi dapat berpikir jernih. Jantungnya semakin berdebar seiring dengan jeritan penumpang lain yang tak henti-henti dan semakin mengeras.

"Ya Allah, lindungi hamba," ujar Laut dengan nada gemetar. Begitu detik terus melaju, suara bising perlahan menghilang bersamaan dengan kesadaran yang juga menghilang akibat kehabisan oksigen. Sama dengan Laut, pemuda itu mulai kehabisan napasnya, sekujur tubuhnya terasa remuk. Mungkin beberapa tulang patah akibat terbanting ke sana kemari. Terbentur apa saja yang melayang di sekitarnya.

Thallasophile|Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang