Haiii
Happy Reading!
Maaf upnya lama banget
•
•
•"Bahkan yang selama ini terlihat baik-baik saja, ternyata menyimpan luka yang paling dalam,"
ʕ≧ᴥ≦ʔ
Kata orang, jika lukamu sedalam lautan maka ikhlasmu harus seluas langit. Namun, apakah selamanya seseorang harus terus mengalah dengan terus mengikhlaskan apa yang terjadi dan tidak bisa untuk memperjuangkan keinginannya?
Azzaidan Laut Mahendra, lelaki itu sudah cukup lama berkutat dengan kata sabar dan ikhlas yang tiada batas. Sekarang, berada dalam rumah yang aman, nyaman, serta diperlakukan baik oleh orang-orang di sekitar membuat pemuda itu sedikit bahagia.
Tetapi lebih didominasi oleh rasa sedih. Seandainya saja, rumah saat ini adalah rumah yang dipenuhi oleh keluarga kandungnya. Oleh Mama, Papa dan juga Bang Aldan, Laut pasti akan sangat senang. Bukan hanya senang, melainkan Laut akan menjadi orang paling bahagia dalam dunia ini.
Dia, Laut, saat ini tengah terduduk lemas di pojok kamar bernuansa biru laut tersebut. Bibir pucat, pipi tirus dan tatapan mata kosong membuat pemuda itu terlihat seperti anak yang kehilangan arah hidup. Jangan lupakan jika kedua tangan pemuda itu menyilang di depan dada dengan buku diary di dalam dekapannya.
"Laut bisa merasakan bahagia sekarang, tapi bukan bahagia seperti ini yang Laut inginkan, Tuhan," gumam Laut dengan nada sangat lirih hampir tak bersuara.
"Laut penginnya, Mama sama Papa yang rawat Laut sampe sembuh. Bang Aldan harusnya jaga Laut biar Laut cepet sembuh, tapi kenapa semua itu nggak bisa Laut dapetin, Tuhan? Harus nunggu berapa ribu hari lagi agar Laut merasakan keluarga cemara seperti Semesta?" Manik Laut tampak memanas setelah mengucapkan hal itu.
"Bukan, bukan Laut nggak bersyukur, tapi Laut cuman pengin disayang sama keluarga kandung Laut Ya Tuhan. Setidaknya sekali saja," ucapannya semakin purau dengan buliran air yang perlahan merembes membasahi pipi.
Tak selang lama setelah kalimat terakhir Laut keluar, pemuda tersebut bangkit berdiri lalu melangkah menuju balkon dengan tatapan kosong. Diary yang semula terdekap erat di depan dadanya jadi jatuh dan terpental lumayan jauh.
Sampai di balkon Laut tak langsung menghentikan langkahnya, namun terus melangkah seolah ingin menerobos tembok dan kemudian terjun bebas ke bawah. Iya, Laut ingin itu untuk sekarang. Mungkin setelah ini, Mama, Papa, Aldan bisa sedikit memberikan kasih sayang pada dirinya.
Laut akui, saat itu pikirannya benar-benar kalut dengan hal-hal yang tak patut dia sedihkan. Laut kemudian naik ke atas tembok balkon, berdiri di sana beberapa detik. Menghirup udara segar yang melintasi dirinya.
"Maaf gue ngecewain lo, Ta." Laut menghembuskan napas kasar sebelum akhirnya memejamkan maniknya.
ʕ≧ᴥ≦ʔ
"GOBLOK, ANJIR! NGGAK USAH BUNDIR DI RUMAH GUE!" sarkas Semesta seraya menarik baju Laut hingga Laut terhuyung ke belakang dan berakhir tersungkur.
Laut menunduk lesu, "maaf Ta." Hanya itu yang keluar dari bibir seorang Laut. Pemuda yang semula menjadi penenang bagi setiap orang kini justru menjadi pemuda yang paling pengecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thallasophile|Senja Terakhir
Teen FictionSegala hal tentang lautan pasti Laut suka, karena Laut sendiri seorang Thallasophile. Laut adalah seorang pemuda yang mengesampingkan perasaannya sendiri dan memilih menjadi tempat cerita bagi orang-orang yang punya banyak masalah. Tak terkecuali...