TST 14| Salting

160 75 65
                                    

Hai?

Apa kabar?

Tandai jika typo,

Happy Reading!



"Jika kamu berpikir lebam dan luka di sudut bibir adalah hal paling sakit, mungkin kamu belum mengetahui seberapa sakit di benci oleh keluarga," -Laut

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Nara duduk bersandar pada kepala brankar dengan manik yang terus tertuju pada wajah Laut. Sedangkan Laut duduk di kursi sebelah brankar dengan manik yang melihat entah kemana.

Laut sadar jika dirinya sedang diperhatikan intens oleh Nara. Maka dari itu, Laut membuang pandangan matanya. Kalau boleh jujur, jantung Laut saat ini sudah berdetak dua kali lebih kencang.

"Laut?" panggil Nara dengan nada lembut.

Laut gelagapan, lalu menoleh pada sumber suara. "I-iya? Kenapa?" ia menjawab se-netral mungkin agar Nara tidak curiga.

"Muka kamu kok banyak lebam? Luka di sudut bibir kamu juga kenapa gak kering-kering? Padahal kan udah lama," celetuk Nara.

Huh. Kenapa Nara selalu sedetail itu dalam melihat wajahnya? Dan rentetan pertanyaan itu membuat Laut mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

Laut diam sejenak memikirkan jawaban yang pas. "Em, mungkin di cium ikan lagi, Ra," balas Laut berbohong. Ayolah Laut, remaja seperti Nara sudah tidak bisa dibohongi lagi. Apalagi dengan alasan yang di luar nalar.

Nara terkekeh sebentar. Jawaban Laut selalu membuat dirinya tidak habis pikir. Iya memang pekerjaan Laut adalah nelayan tapi tidak mungkin kan, ikan bisa mencium manusia?

"Laut kalo bohong yang masuk akal dikit dong. Gak ada kali ikan yang doyan cium manusia," sahut Nara.

Laut tersenyum, "nah gitu dong senyum, ketawa, jangan nangis mulu," jawab Laut berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Nara meringis menderetkan gigi-gigi putihnya, "iya, tapi jawab dulu pertanyaan aku. Kenapa pipi kamu bisa sampe lebam gitu? Terus sudut bibir kamu?"

Lagi-lagi Laut harus mencari alasan baru. Lelaki itu menghela napas berat lalu tersenyum tipis, "kena pukul orang," jawabnya dengan berbohong kembali.

Nara tampak terkejut saat mendengar jawabannya. "Kok bisa?!"

"Ya bisa. Tapi yaudah jangan dibahas lagi ya?" semoga setelah ini Nara tidak lagi membahas hal itu. Karena Laut sendiri pun enggan membahas luka ataupun lebam di tubuhnya.

Rasanya dadanya sesak ketika bekas kejahatan mereka dibahas, meskipun yang membahas tidak tau menau. Karena luka yang diciptakan oleh keluarga sendiri lebih menyakitkan daripada luka yang diciptakan oleh orang lain.

"Hm gitu ya?" Nara sedikit kecewa. Padahal ia ingin Laut menjawab dengan jujur kenapa lebam itu bisa ada di pipinya. Tapi Nara juga tidak ingin memaksa Laut untuk jujur, mungkin itu adalah privasi Laut.

Laut mengangguk sebagai jawaban. "Lo mau makan atau minum Ra?" tawar Laut dengan maksud mengalihkan topik.

"Gak laper," balas Nara.

Thallasophile|Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang