TST 32| 200 Juta Untuk Izin

94 15 0
                                    

Haiii

Happy Reading!


"Mari berjuang bersama,"

ʕ≧ᴥ≦ʔ

"Wah, pinter juga lo," puji Udin dengan manik berbinar. Tak ia sangka jika bocah lulusan SMP itu ternyata memiliki kecerdasan di atasnya.

Jaegan mendengar itu sontak menepuk-nepuk pundak Laut. "Jelas, gue yang ngajarin!" sambarnya percaya diri.

Semesta memutar bola matanya malas, lalu berdecih pelan. "Ngaku-ngaku kalian!"

Laut nyengir canggung. Pemuda itu hanya menatap satu-persatu wajah sahabatnya bergantian. Rasanya begitu beruntung dipertemukan dengan manusia-manusia yang masih memiliki hati.

"Soal yang gue kasih ke lo jawabannya udah benar semua, lo cukup hafalin materi yang lain. Gue yakin lo bakal lolos tes beasiswa." Nada bicara Semesta begitu yakin.

"Kita juga dukung lo, 100 persen!" Udin turut menimpali.

Laut mengukir senyum sumringah beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk yakin. "Thanks, gue nggak tau mau ngomong apa lagi sama kalian. Thanks udah bantuin gue belajar,"

"Kuatin mental lo buat minta izin sama orang tua lo, gue tau pasti nggak mudah tapi gue yakin lo bisa. Lakukan apa yang menurut lo bener, nggak usah hirauin omongan mereka. Waktu lo untuk menderita udah cukup banyak, sekarang waktunya lo buat bangkit lagi. Wujudin satu persatu mimpi lo." Tangan Semesta naik untuk menepuk pelan pundak Laut.

"Gue bakal usahain." Perasaan Laut saat itu langsung menjadi tak enak. Pemuda yang duduk di antara dua sahabatnya itu perlahan meremas celana jeans panjang yang ia kenakan. Entahlah, jantungnya sekarang berdebar menjadi dua kali lipat.

Suasana menjadi hening. Semua sibuk beradu dengan pikiran masing-masing.

Satu detik...

Dua detik...

Sepuluh detik...

Laut beranjak dari duduknya menarik perhatian tiga sahabatnya. Semua menatap heran pada pemuda berkaos oblong tersebut.

"Lo ngapain tiba-tiba berdiri? Kesambet lo?" celetuk Jaegan sekenanya.

Laut meringis seraya menggaruk tengkuk yang tak terasa gatal. "Gue mau pulang, udah sore."

Jaegan ber-oh ria saja sebagai jawaban.

"Eh, bentar, La! Hari Rabu kita kumpul di tempat biasa," kata Udin sebelum Laut benar benar-benar meninggalkan rumah semesta.

Laut mengudarakan jempolnya sebagai tanda setuju.

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Sore itu, perasaan Laut benar-benar campur aduk antara cemas dan takut beradu dalam dirinya. Duduk pun rasanya tidak tenang. Detik jam terus berjalan menandakan waktu terus berjalan. Tidak tahu sudah berapa lama yang Laut habiskan untuk mengumpulkan keberanian.

Dengan badan gemetar hebat dan detak jantung yang tak beraturan Laut memaksa kakinya untuk melangkah keluar menghampiri Darmono. Pria yang saat ini tengah bersantai di ruang tamu ditemani sebotol alkohol. Disebelahnya ada Aldan yang sibuk mengotak-atik benda pipih tak bernyawa. Sementara itu, posisi Elma seperti biasa. Sibuk berkutat di dapur menyiapkan makan malam.

Thallasophile|Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang