TST 16| Diary Laut

152 49 34
                                    

Haiii

Tandai jika typo ya!

Happy Reading!


"Rasa sakit itu akan selamanya membekas walaupun kejadian itu sudah dilupakan,"  -Laut

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Setelah keadaanya sudah tenang dan derai air matanya sudah mengering, Laut bangkit berdiri hendak membereskan kamar Aldan.

Keluar dari kamar ia suguhkan keluarga cemara tanpa dirinya. Ia sontak menghela napas panjang, hati mungilnya tidak bisa bohong jika dirinya merasa iri. Tidak tau kapan Laut akan dianggap dalam keluarga ini.

Lalu ia kembali melanjutkan langkah menuju kamar Aldan. Dia langsung masuk ke dalam karena memang pintunya terbuka. Dan, yap, kamar Aldan sangat berantakan seperti kapal pecah. Pakaian kotor dimana-mana, pakaian bersih yang tercecer berantakan di atas kasur, dan juga bau alkohol yang menyengat.

Lantas Laut menutup hidungnya, "kamar kok gini," gumam Laut.

Tanpa menunggu lama Laut langsung membereskan kamar kakaknya. Dimulai dari memindahkan pakaian kotor ke dalam ember yang memang khusus untuk pakaian kotor, menyetrika pakaian bersih hingga menyemprot pengharum ruangan agar kamar Aldan tak lagi berbau alkohol.

Berkutat selama satu jam lebih, akhirnya kamar Aldan rapi dan wangi. Laut tersenyum bangga dengan hasil kerjanya. Kini, giliran tugasnya mencuci motor Aldan. Motor yang dibeli dari hasil menjual ginjal Laut.

Laut dengan telaten mengusap sudut demi sudut motor Aldan hingga tak ada debu yang tersisa. Sekitar 30 menit berlalu, motor Aldan sudah bersih. Lagi-lagi Laut tersenyum bangga dengan aktivitasnya.

Laut berdiri sambil meregangkan otot-ototnya, lalu berucap, "akhirnya selese juga, tinggal kerja!"

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Usai menebar jaring di tengah lautan, Laut tidak langsung kembali ke daratan, melainkan menunggu di atas perahu sembari menikmati semilir angin. Rasanya begitu menenangkan jauh dari hiruk piruk dunia, yang terasa seperti neraka bagi Laut.

Perlahan tangannya merambat ke sebuah kotak berisi buku bersampul hitam dengan beberapa titik putih di sana. Dia mengambil buku itu, lalu membuka halaman kosong.

Bibirnya mengukir senyum hambar sebelum mengukir sebuah kata di sana.

Salah satu hal yang belum pernah terwujud adalah mendapat kasih sayang dari Mama sama Papa.

Laut penasaran, gimana sih, rasanya di sayang sama Mama dan Papa? Kayaknya kalo liat bang Aldan lagi disayang dan dimanja sama mereka, bang Aldan bahagia banget.

Laut juga pengin kaya gitu. Laut juga butuh kalian sebagai support sistem Laut, tapi apa kalian anggap Laut ada?

Laut iri sama bang Aldan, Ma, Pa.... Laut iri. Laut juga rapuh Ma, Pa. Setiap luka yang Laut rasakan Laut selalu pendam sendiri sampai Laut lupa dengan luka itu.

Laut cuma punya lautan yang selalu dengerin setiap curhatan Laut. Meskipun lautan gak bisa jawab tapi mereka bisa mendengarkan keluh kesah Laut dan menenangkan Laut dengan hembusan anginnya. Deburan ombak laut pun selalu mengibur Laut ketika kalian memberikan lara yang membekas.

Thallasophile|Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang