TST 34| Cuma Tes Beasiswa

74 13 0
                                    

Haiii

Happy Reading!



"Entahlah, rasanya sangat berat jika harus meninggalkan keluarga," Laut

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Malam harinya Laut mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa besok. Rencananya ia akan membawa tujuh setel baju, hanya untuk satu minggu. Sebenarnya tes beasiswa hanya memakan waktu sekitar tiga hari dan itu dimulai hari senin. Namun, Hardi begitu antusias hingga menyuruh Laut berangkat lebih awal katanya, "biar kamu di sana bisa istirahat dulu, nanti kamu Papa titipin sama temen Papa yang punya sekolah itu."

Oh iya, baju setelan yang Laut bawa bukan baju kumal yang ia kenakan sehari-hari saat menjadi nelayan melainkan baju yang sudah Aini dan Hardi siapkan. Hampir lima setelnya adalah baju baru, sedangkan yang sebagian lagi baju Semesta yang sudah tidak dipakai. Itu baru masalah pakaian, soal tiket pesawat, dan biaya hidup Laut selama satu minggu di Sydney sudah Hardi tanggung jauh-jauh hari.

Ah sudah cukup tentang baju, sekarang kita beralih pada Laut. Selama kurang lebih satu jam berkutat dengan koper, pemuda itu memutuskan untuk duduk di dekat jendela. Menikmati langit malam, begitu indah ciptaan Sang Kuasa. Beribu bintang dan rembulan berhasil menerangi langit hingga nampak cerah. Semilir udara malam pun turut masuk menyapa kulit wajah Laut. Sesekali pemuda tersebut mengusap pipinya agar tetap hangat.

Dirasa cukup, ia menoleh pada meja di sebelahnya. Mengulurkan tangan untuk mengambil tumbukan kertas berisi materi. Laut sudah paham dengan beberapa isinya tetapi bagi Laut itu belum cukup. Masih ada banyak yang harus ia hafal, jaga-jaga bila ada soal yang keluar dari materi itu.

ʕ≧ᴥ≦ʔ

Kamis Pagi

Mobil Avanza milik Hardi terparkir apik di halaman rumah Laut. Pria dewasa itu datang pagi-pagi sekali untuk menjemput sang putra. Kemudian, Hardi turun dari mobil dan segera mungkin menghampiri pintu rumah reot beberapa meter di depannya.

Sampai di ambang pintu, Hardi mengudarakan kepalan tangannya mengetuk pintu beberapa kali. Tak perlu menunggu lama, pintu berhasil di buka dari dalam.

"Mau ngapain kamu ke sini pagi-pagi Har?" tanya perempuan paruh baya sembari menundukkan pandangan matanya.

"Jemput anak kamu, tolong panggilin Laut. Aku tunggu di sini," balas Hardi seadanya. Memang tujuannya hanya menjemput Laut, tidak ada yang lain kok.

Elma lantas mengangguk. "Tunggu sebentar." Wanita itu lalu berbalik menuju kamar Laut.

Ini adalah kali pertamanya setelah beberapa tahun kembali mengetuk pintu kamar Laut. Memanggil nama Laut dengan tulus, dengan perasaan sayang meski masih sedikit.

"La, udah bangun belum? Udah dijemput sama Om Hardi," ujar sang Ibu yang entah mengapa suaranya menjadi lembut. Tak ada kemarahan bahkan nada kebencian.

Lima detik setelahnya, Laut keluar dengan senyum mengambang. Setelah kepedihan cukup lama akhirnya ia kembali mendengar tuturan Mama yang lembut. Memanggil namanya tanpa aura kebencian.

"Laut udah siap kok, Ma." Balas Laut masih terus mencetak senyum sumringah.

Elma pun secara tak sadar ikut mengulum senyum hangat. Tangan Elma naik mengelus kepala Laut pelan. "Hati-hati, ya. Mama selalu do'ain kamu,"

Thallasophile|Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang