"Marco?!" Sang pemilik nama menoleh dan berkata oh?
"Lo kenapa?" tanya Petra panik. Gimana nggak panik, ia melihat Marco sedang membersihkan sebuah luka yang ada di bibir dan samping pelipisnya.
"Menurut Lo?" ucapnya dingin padahal cuaca hari ini panas pakek banget.
Petra mencoba mendekat namun langsung di stop menggunakan telapak tangan Marco. "Jangan sentuh gue."
"Gu– gue mau bantu."
"Thanks, nggak usah."
Petra hanya diam mengamati aktivitas Marco. Tangannya gatel bet yakin pengin bantu. Jiwa-jiwa si anak pmr nya keluar, wkwk. Hei lihatlah bagaimana Marco membersihkannya itu tidak sesuai prosedur yang berlaku.
"Lo kenapa bisa begitu?" tanya Petra lagi mencoba mencairkan suasana yang hening.
"Ngebogem Karma," balasnya enteng. Petra mendelik terkejut, jadi bener yang dikatakan Armin.
"Terus sekarang dia dimana? Dia nggak pa-pa kan?" Ia malah cemas sendiri.
"Palingan juga udah mati." Reflek Petra menampar mulut Marco.
"Kenapa, hmm? Padahal gue di sana nge-bela Lo tapi ternyata respon Lo sekarang kayak gini? Dasar nggak tau terimakasih." Ia sedikit tercengang. Apa betul yang dikatakan Marco ini. Dia tidak sedang nglindurkan. Soalnya kan dia demen tidur, barang kali cuma nglantur ye kan.
"Tapi nggak gitu juga caranya!"
"Terus caranya harus gimana? Gue harus nge-nasehatin dia gitu?" Petra ingin angkat bicara namun lidahnya mendadak kelu.
"Mikir," sambil meletakkan telunjuknya di sisi kepalanya, "orang kayak dia pantes dapat semua itu. Gue benci saat ada orang yang ngehina perempuan dan gue paling benci saat ada orang yang ganggu tidur siang gue," katanya penuh penekanan pada kata benci.
Nggak tau deh mau sedih apa seneng. "Apa gara-gara gue semuanya jadi begini?"
"Iya," sambar Marco cepat. Petra sampai terkejut. "Baru sadar Lo? Ganggu aja, heran gue. Apa sih pentingnya belajar? Padahal tadinya sebelum gue kenal Lo dan tau kalau akhirnya lo jadi guru les kita, gue mulai tertarik sama Lo. Bahkan gue sempet mikir, Lo bisa jadi pacar gue."
Lagi-lagi dibuat tercengang oleh perkataan Marco. Apa sih sebenarnya yang dikatakan Marco ini. Dia sedang membela atau menghina? Dan apa? Pacar? Yang bener aje nih palkon!
"Maaf ganggu. Makasih udah bela gue tadi." Matanya tiba-tiba berair, lalu ia balik badan mulai melangkah keluar. Namun tangannya tiba-tiba dicekal Marco membuat langkahnya tertahan.
"Jangan sentuh gue," kata Petra mengikuti ucapan Marco.
Marco melepaskan tangannya dari lengan Petra. "Mau nyariin Karma?" tebak Marco.
"Bukan urusan Lo!" bentaknya sewot.
"Lo pucet, Lo sakit?" tanya Marco tenang.
"Bukan urusan Lo!"
"Itu urusan gue juga!" pekik Marco. Petra tidak mempedulikan ucapan Marco dan tetap meneruskan langkahnya yang tertunda.
"Percuma Lo keluar, sama aja Lo cari masalah baru. Bisa jadi Lo dijalan ketemu guru atau ketemu murid terus di laporin ke guru." Kali ini Marco berhasil mencegah Petra agar tidak meninggalkan UKS.
Setelah dipikir-pikir, bener juga ya, nih, bocah. Mana mungkin jam-jam rawan seperti ini tidak ada guru atau siswa keluyuran. Ah ya, ia juga mendadak teringat pesan Armin nanti kalo dia tiba-tiba pisang gimana? kan nggak estetik banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUINTUPLETS (Slow Update)
Teen FictionKenal dengan anaknya itu adalah sebuah anugrah- anugrah terburuk yang pernah gue alami SE UMUR-UMUR! BUSET DAH! Tapi mengenal bapaknya adalah definisi nikmat Tuhan mana lagi yang ingin kau dusta kan abangkuhhh!!! :D Tapi ini bukan tentang gue yang...