15

13 7 1
                                    

Malamnya ia benar-benar tidak bisa tidur. Ia ingin cepat-cepat malam ini berlalu dan pergi menemui Karma. Entah lah Petra rasanya gundah gulana. Padahal tadinya ia sama bencinya dengan Karma namun sekarang malah merasa bersalah.

Tapi kalo dipikir-pikir kenapa harus merasa bersalah? toh yang salah kan Karma duluan. Dah lah, pen jadi anime aja.

Petra berusaha tidur cepat malam ini. Namun matanya berkata lain, ia malah tidak bisa tidur. Ia hanya menggerakkan tubuhnya kesana-kemari, mencari posisi yang tepat.

Tak terasa bulan sudah berganti sift dengan matahari lagi. Waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 dan adik tercintanya mulai menggedor-gedor pintu kamar Petra. Lalu mengejutkan Petra bahwa Marco benar-benar datang menjemputnya dan sedang ngobrol bersama bapak—TAPI NGGAK SEPAGI ITU JUGA, MISKAH!!!

Setelah bebenah selama setengah jam ia langsung berangkat tanpa mendengarkan petuah-petuah ayahnya yang mau menasehati dirinya.

"Lo nggak macem-macem kan sama bapak?!" Khawatir Petra.

"Nggak."

"Arghh, apa kata bapak nanti," raut wajah Petra sedikit masam yang bisa dilihat oleh Marco dari pantulan kaca spion.

"Ya tinggal bilang kalo gue pacar Lo. Selesai," ucap Marco membuat Petra ingin menempeleng kepalanya. Tapi ia ingat ini masih di motor nanti kalo jatuh kan nggak estetok.

"Lo bilang begitu tadi sama bapak?!"

"Nggak, lah!"

Ah, Marco jadi teringat perkataan Bapaknya sebelum ia mendapat izin memboncengi putri mahkotanya. Dimana perkataan ini benar-benar berhasil membuat rambut halus ditangannya berdiri tegak sangking merindingnya.

"Lo tau alasan kenapa gue nge-foto Lo sambil bawa KTP?" tukasnya begitu tajam.

"Me-memangnya kenapa, Pak, jika saya boleh tau?"

"Pokoknya sampai anak gue kenapa-kenapa," Sembari menunjuk wajah Marco, "diri Lo, gue jadiin jaminan pinjol. Ingat itu baik-baik!!!" ucapnya penuh penekanan.

Susah payah ia menelan ludahnya sendiri. Apakah ini cara seorang ayah dalam melindungi keperawanan anak gadisnya? Sungguh mengerikan bagi Marco.

Selain akan dijadikan jaminan pinjol— tak tanggung-tanggung, burung Marco pun jadi sasaran paling empuk. Arga mengatakan bahwa burungnya akan hilang jika suatu hal buruk terjadi pada Petra, bahkan ia akan dijadikan hewan kurban dihari raya  idul Adha kelak jika ia berhasil membuat Petra lecet walaupun hanya sedikit.

Buset dah, auto kena mental. Musti mikir dua kali besok kalo mau deket-deket Petra lagi.

"Dari pada bahas itu, siapin diri Lo— ini alasan gue jemput Lo pagi-pagi."

"Mau apa kita?"

"Mau nikah." Kali ini ia benar-benar menempeleng kepala Marco, membuatnya menjadi agak oleng. Petra tidak menyangka ternyata Marco yang dingin dan tukang tidur itu juga bisa bicara se-frontal itu.

"Bodoh! Jatuh nanti." Petra tak menjawab, ia sudah dongkol duluan.

Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk tidak membuka mulut sampai tiba di sekolah. Jelas lah sekolah masih sepi orang masuknya aja jam 07.30 maka setalah Petra turun dari motor ia langsung melenggang pergi, namun belum sempat melangkahkan kaki, punggung tasnya di tarik oleh Marco.

"Mau kemana?" Petra menghela nafas, lalu mengibaskan tasnya ke samping untuk melepas. "Ikut Gue," titahnya

Kemudian ia menghadap ke Marco. "Kemana?" tanyanya judes.

QUINTUPLETS (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang