Karena merasa kasian dengan Om Grisha yang effortnya udah ngalahin jes no limit akhirnya Petra menerima tawaran itu. Tapi kalaupun ditolak juga kasian. Ah sudahlah.
Ini adalah moment yang langka dimana Petra hari libur mandi dan akan berdandan sangat rapi bak Cinderella yang siap menunggu jemputan kereta kencana.
Tapi tujuannya hari ini adalah mengunjungi kembali makam tante Hannah dalam upaya meluncurkan aksi baru untuk membujuk kembar lima saat didepan makam tante Hannah. Seperti yang dikatakan om Grisha kemarin.
Saat Petra sedang memilih baju, tiba-tiba terdapat kotak terjatuh tepat di atas punggung kakinya membuat ia tanpa sadar mengumpat. "ASSS—TAGFIRULLAH!!" Ia mengaduh kesakitan dan menendang kotak itu hingga tersungkur di pojok tak berdaya.
"Kotak jancuy! Apa sih, pagi-pagi udah di bikin badmood aja, heran gue." Mengelus punggung kakinya sejenak. Lalu karena penasaran ia berjalan ke arah kotak bewarna hitam itu.
Petra bukak lah kotak misteri ini. Awokawok udah kek misteri box di film-film aja. Saat ia bukak ternyata terdapat sebuah gelang berkepang berwarna hitam dengan kotak kecil yang ia yakini sebagai hiasan, di atas sana terdapat sebuah huruf tapi tidak jelas. Bahkan setelah ia terawang sampai matanya mirip cindo tetep aja nggak kelihatan. "Gelang siapa sih ini? Perasaan gue nggak pernah beli gelang. Ini juga huruf apa, ah, susah banget di baca."
Ya maklum lah soalnya warnanya udah agak pudar kayak cintanya pada ku jadi susah di baca.
Namun tak hanya gelang, di kotak itu terdapat sebuah amplop berbentuk persegi panjang yang nyempil di bawah kotak itu. "Weh amplop apa ini? Apakah berisi duit satu milyar?" Belum ada niat untuk membuka. Petra masih membolak-balik amplop tipis itu. "Sebenernya sejak kapan, sih, gue nyimpen hal nggak guna kek gini?!"
Saat ingin membuka suara berdering dari handphone mengganggu aktivitas detektifnya, buru-buru saja ia menelik makhluk kurang kerjaan mana yang menelponnya pagi-pagi dan lagi-lagi amplop tak bersalah itu ia lemparkan begitu saja.
"Nomor siapa ini?" Saat ingin mengangkat tapi udah mokad duluan. Petra berdecak sebal, namun setelahnya disusul sebuah pesan dari nomor tadi. Saat ia buka ternyata...
"MARCO." Petra mendelik sampai matanya nyaris keluar, lalu bergegas keluar rumah. Yap, pesan tersebut adalah dari Marco yang mengatakan bahwa ia sudah berdiri di depan rumah Petra.
"Buset, kenapa lo kesini? Gue nggak nyuruh lo kesini!" Marco berdiri tegak di depan pintu pekarangan rumah Petra mirip seperti gelandangan yang minta rongsokan. Bercanda.
"Anterin gue ke makam mak gue," kata Marco sembari masuk pintu pagar rumahnya.
"Gue nggak nyuruh lo masuk."
"Minimal kalau ada tamu di sambut dengan baik." Marco langsung mendaratkan bokong teposnya di kursi bambu itu.
"Tapi lo bukan tamu, lebih tepatnya dedemit. Datang tak di undang pulang minta ditendang."
Marco berdecak sebal dengan ocehan Petra yang cerewetnya melebihi mak-mak kalau nawar cabe di pasar. "Bikinin gue minum kek, ngoceh mulu kek burung beo. Habis itu anterin gue ke makam."
"Lo siapa nyuruh-nyuruh?" tanya Petra ketus kepada Marco.
"Suami lo."
"Gue jejelin sempaknya Abu Lahab lo, ye, lama-lama, makin kesini makin nglantur aja omongannya, ah!" Petra mulai jengah dengan ucapan Marco.
"Jejelin aja nggak pa-pa, nanti gantian gue jejelin cangcutnya Mariadi."
Karena malas berdebat akhirnya ia memilih bergegas berdandan dan tidak membuatkan minuman untuk Marco. Bodo amat lah, penting amat ngurusin dia.

KAMU SEDANG MEMBACA
QUINTUPLETS (Slow Update)
Teen FictionKenal dengan anaknya itu adalah sebuah anugrah- anugrah terburuk yang pernah gue alami SE UMUR-UMUR! BUSET DAH! Tapi mengenal bapaknya adalah definisi nikmat Tuhan mana lagi yang ingin kau dusta kan abangkuhhh!!! :D Tapi ini bukan tentang gue yang...