Kini Petra sudah kembali ke ranjang tidurnya. Setelah satu hari berusaha mati-matian menghindari Armin, Kenny, dan Om Grisha yang terus memohonnya untuk menarik kembali ucapannya.
Beda dengan Karma yang girangnya bukan kepalang, ia bahkan mengatakan akan mengadakan acara syukuran besar-besaran untuk merayakan peristiwa ini dan menandai tanggalan hari ini sebagai hari kebahagiaan Karma. Lain lagi sama dua palkon yang ini, Marco dan Erwin mah fine-fine aja Petra undur diri. Nggak ngaruh bos.
Semuanya benar-benar kacau.
Flashback on
"Jadi.... Saya izin undur diri."
"BAGUS!" Karma bertepuk tangan bahagia diselingi tawa. Semuanya sampai terjengit kaget.
"Liat," tukas Karma ke arah Grisha. "Tanpa gue paksa pun udah undur diri. Anak hebat! Gue pikir bisanya cuma ganggu orang aja." Racaunya tak jelas. Lalu beranjak pergi melewati Grisha dan lainnya tanpa rasa hormat sedikitpun.
Atmosfer disana mendadak berubah beberapa saat. Petra ingin lari dari kenyataan ini. Tolonggg!!!
Untunglah kemudian ada seorang guru yang mengetuk pintu dan berkata, "Maaf mengganggu, saya kesini untuk memanggil Bapak Kepala Sekolah bahwa ada tamu penting yang hendak bertemu dengan Bapak."
Pada saat itu juga Om Grisha membolehkan Pak Kepala sekolah untuk meninggalkan ruangan setelah memberi skors kepada karma bahwa ia tidak boleh berangkat selama satu Minggu lamanya. Tentu semua ini instruksi dari Grisha. Walaupun pada kenyataannya ini akan menguntungkan sendiri bagi Karma.
Ia hanya berharap dengan liburnya Karma beberapa saat bisa menenangkan jiwa Petra yang mungkin agak terguncang. Heh! Dipikir gue baper apa setelah kejadian kemarin? Nggak sama sekali!! batinnya.
Maka detik itu juga ia gunakan untuk melarikan diri. Namun lagi-lagi ia kalah gesit, tangannya sudah dicekal Grisha. "Saya tidak mengizinkan kamu pergi, Petra."
Bulu kuduknya seketika terangkat. "Apa lagi? Semuanya udah jelas kan, Om," katanya dingin.
"Tarik ucapan Lo, El," titah Armin sambil berdiri dihadapan Petra.
"Persetan sama Karma, Lo nggak usah deket-deket dia. Kita berempat mau belajar bareng Lo, El. Bahkan Kenny kemarin bilang sama gue, kalo dia mau mulai belajar bareng Lo," Sambil menoleh ke arah Kenny yang manggut-manggut. "tentunya Erwin dan Marco."
Erwin mengernyit bingung. "Gue—"
"Gue jejelin sempak Firaun, Lo, ye!" hardik Kenny yang langsung membekap mulut Erwin. Nggak usah nambah-nambah masalah deh, Win.
Sedangkan Marco tetap memasang wajah dinginnya tanpa minat sama sekali dengan perdebatan ini.
"Cukup Om, jangan paksa saya. "Tersadar, lalu Grisha melepaskan tangannya. "Tanpa perlu jadi guru les kalian, gue juga bakal jawab setiap kali kalian tanya suatu hal sama gue. Tenang aja." Imbuh Petra lagi dan semuanya terdiam.
"Kalo begitu saya izin dulu. Permisi." Lalu pergi meninggalkan ruang kepala sekolah sebelum mereka mencegahnya kembali.
Jika di ingat-ingat ingin sekali rasanya Petra lenyap sekarang juga dari muka bumi. Kenapa malah jadi begini? Bukan ini yang ia harapkan. Tapi...
"Amat bodo, lah, ah!" jeritnya kesal. "Tauk dah, mending turu."
Hanya butuh waktu beberapa menit kini Petra sudah mimpi nikah sama Ripai Ackerman. Indah betul.
"Pet— tumben bener, nih, anak tidur jam segini?" ucap seseorang dari ambang pintu yaitu Bapak Arga. Niat hati ingin bicara namun anaknya sudah terlelap begitu pulas.

KAMU SEDANG MEMBACA
QUINTUPLETS (Slow Update)
Teen FictionKenal dengan anaknya itu adalah sebuah anugrah- anugrah terburuk yang pernah gue alami SE UMUR-UMUR! BUSET DAH! Tapi mengenal bapaknya adalah definisi nikmat Tuhan mana lagi yang ingin kau dusta kan abangkuhhh!!! :D Tapi ini bukan tentang gue yang...