Setelah acara nyekar singkat itu. Petra diantar pulang oleh Grisha. Baru kali ini Petra melihat wajah Grisha seperti orang yang dipenuhi penyesalan. Ckck kasian.
"Dia itu dulunya wanita rupawan. Tapi sayang banget, orangnya itu galaknya melebihi buto ijo mana gengsian lagi." Petra yang tengah asik bersenandung ria lantas menoleh ke arah Grisha.
"Dia terlalu baik untuk saya yang jahatnya kayak Firaun." Petra terkikik singkat lalu menetralkannya dengan deheman.
Baru nyadar nying kalo kayak Firaun.
"Andai waktu itu bisa di ulang. Saya ingin menjaganya lebih lama lagi." Waduh gawat, malah gamon.
"Ikhlaskan, Om."
"Kamu tau kenapa saya sama anak-anak saya musti repot pisah rumah?"
"Ka—"
"Ya benar, karena mereka benci dengan saya, Petra." Belum sempet juga Petra merespon udah di jawab aja.
Grisha tertawa. "Wajar sih." Petra tidak bisa berword-word lagi, hanya bisa menatap Grisha prihatin.
"Tapi aslinya dia itu wanita yang baik. Buktinya dia mau sama cowok berandalan, miskin, jelek, tukang mabok, tukang judi, hobinya tawuran, dan nggak pernah absen sama namanya maksiat kayak saya." Asli gue nyimak aja dah, nggak tau mau respon kek gimana. Hmm, tapi Petra cukup dibuat ternganga dari ucapan Grisha. Apa betul dulu mudanya seperti itu.
Terus?
"Sampai pada akhirnya dia mau nikah sama saya... ya udah saya gas aja lah! Mana mungkin saya menyia-nyiakan bidadari kayak Hannah." Detik itu juga rasanya Petra ingin menjotos wajah Grisha.
"Katanya kalo bukan Hannah yang jadi istri saya, saya bakal hidup kayak gelandangan terus kasian aja gitu, kan mana ada cewek yang mau nikah sama saya. Gitu katanya." Mulai asik curhat nih, walaupun Petra rasanya mulai gerah karena ucapan Grisha yang kelewat songong.
"Setelah itu saya baru menyadari, bahwa selama ini Hannah mencintai saya begitu tulus." Dasar, cinta itu memang membuat seseorang menjadi buta. Terus orang yang udah buta gimana kalo ngerasain cinta?
Gelap-gelap.
"Dan hebatnya lagi saya bisa mencetak lima anak sekaligus dalam satu rahimnya. Hebat nggak tuh." Grisha tertawa yang membuat tangannya semakin gatel.
"Tapi lagi-lagi saya tolol."
"BETUL!" Reflek Petra menyetujui ucapan Grisha. "Eh?" Ia langsung menutup mulutnya nya, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Grisha tak bergeming. "Saya malah sibuk kerja dan selingkuh saat ia hamil tua—"
Cukup, Petra tak tahan lagi. Telapak tangan Petra mendarat begitu saja di kepala Grisha. Grisha sampai terlonjak kaget. Petra pun ikut terkejut atas tindakannya yang kelewat brutal. "Maaf om tadi ada nyamuk di kepala Om." Begitulah alasannya sambil cengengesan. Grisha hanya tersenyum.
"Hebatnya Hannah tetep tabah sama semua kelakuan saya. Tapi saya juga nggak nikahin selingkuhan saya loh, ya," ucap Grisha agar Petra tidak makin salah paham.
"Om terlalu jujur." Petra gemas.
"Lebih baik jujur dari pada harus ditutup-tutupi." Serah lah nying.
"Saat itu anak saya sudah berusia 5 tahun, dan Hannah ternyata menyembunyikan semuanya dari saya kalau dia mempunyai riwayat kanker payudara. Saya dengan bodohnya tetap kerja tanpa mau menemani istri saya di saat-saat terakhirnya. Saya cari uang mati-matian supaya istri saya bisa sembuh, tapi ternyata yang diinginkannya bukan itu. Hannah cuma minta waktu supaya saya bisa bersama mereka seperti layaknya keluarga pada umumnya." Orang kaya emang selalu punya masalah rumit dalam kehidupnya, batin Petra.

KAMU SEDANG MEMBACA
QUINTUPLETS (Slow Update)
Teen FictionKenal dengan anaknya itu adalah sebuah anugrah- anugrah terburuk yang pernah gue alami SE UMUR-UMUR! BUSET DAH! Tapi mengenal bapaknya adalah definisi nikmat Tuhan mana lagi yang ingin kau dusta kan abangkuhhh!!! :D Tapi ini bukan tentang gue yang...