bagian 15

218 29 0
                                    





°°°

Zero memasuki ruang rawat Asa. Disana, ada Julian, mereka  beberapa kali sering bertemu.

"Kak Julian, Asa masih tidur?" Tanyanya sembari berjalan mendekat. Ia menatap Asa yang berbaring tak berdaya.

"Asa masih betah tidurnya."

"Kak, Asa sakit ginjal sudah lama ya?"

"Eumm... Asa hanya memiliki satu ginjal sejak enam tahun lalu. Tapi, perihal sakit, kakak belum tau."

Zero mengangguk mengerti
"Selama ini, dia nggak pernah nunjukin rasa sakitnya depan aku sama Juna. Dan baru tadi, kita melihatnya kesakitan." Zero menunduk sedih. Julian pun mengelus punggung Zero.

"Asa memang gitu orangnya. Nggak mau orang lain tau bahwa ia sakit."

"Tapi, selama ini aku sudah jahat sama dia. Sering julitin dia." Zero menatap Julian dengan deraian air mata. Terlihat lucu, tapi Julian harus berusaha menahan tawanya.

"Nanti, kalau Asa sudah sadar kamu minta maaf ya."

Zero mengangguk.

"Zer, Lo kenapa nangis?" Juna datang dan langsung menarik Zero ke belakang punggungnya sembari menatap Julian sinis.

"Eh, bukan gue yang buat dia nangis njir. Asa tuh," ucap Julian menjelaskan.

"Benar, Zer?"

Zero mengangguk. Kemudian, Juna meminta maaf karena sudah salah faham.

Juna menatap wajah Asa yang terpasang masker oksigen. Wajah kecil itu, seakan tenggelam oleh alat medis itu.
Jika di lihat lebih rinci, ada sedikit kemiripan wajah Kakaknya dengan Asa.

Juna menggenggam tangan Asa yang terbebas dari infus itu.
"Cepat sadar Sa. Gue akan bawa kakak untuk Lo. Gue akan beri kebahagiaan untuk Lo," ucapnya dalam hati.

"Ini sudah malam. Kalian balik ke asrama ya," ucap Terang yang di angguki oleh keduanya.

Terang pun memerintah Julian untuk mengantarkan Juna dan Zero.

°°

Asa mengerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya, kemudian meneliti, dimana ia sekarang.
Setelah faham, ia mencoba mencari sosok yang di kenalnya lewat matanya. Dan dia menemukan sang ayah yang terlelap di kursi samping ranjangnya.

Asa menatap wajah tampan ayah. Dengan pelan, ia menyentuh hidung bangir ayah.

"Hidung kita sama ayah," ucapnya pelan sekali.

"Kamu kan anak ayah," sahut Terang dengan suara serak khas bangun tidur. Terang mengucek matanya pelan kemudian menatap anaknya dengan senyuman.

"Pagi semestanya ayah," ucapnya.

"Pagi semestanya Asa," balas Asa yang membuat keduanya terkekeh.

"Bintang masih ada yang sakit? Apa yang di rasa sekarang?"

"Asa sudah baik-baik saja ayah," jawab Asa.

"Kalau ada yang sakit bilang sama ayah ya. Jangan ada yang di sembunyikan."

Asa mengangguk. Kemudian Terang mengusak surai Asa gemas.

"Asa mau minum yah. Ini di lepas saja ya!" Asa menunjuk masker oksigen yang sangat mengganggunya. Kemudian Terang melepas masker oksigen itu dan membantu Asa untuk minum. Setelahnya kembali memasang masker oksigen itu lagi.

"Di lepas saja ayah," rengek Asa.

"Nanti, sama dokter. Bintang pakai itu dulu ya," balas Terang yang hanya di angguki oleh Asa. Anaknya itu, memang penurut sekali.

Semesta AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang