bagian 2

566 43 5
                                        

°°

"Kak Juna." Juna yang sedang berjalan menuju lapangan itu menoleh, di dapatinya Asa yang tersenyum sembari berlari mendekatinya.

Asa berusaha menyamai langkah Juna yang lebar. Juna hanya cuek sembari terus berjalan.

"Kak Juna ada tanding ya, nanti?" Tanyanya yang jelas hanya di balas deheman oleh Juna.

"Jam berapa kak? Nanti Asa mau nonton tapi mau keluar dulu, hehehe."

"Gue nggak butuh Lo tonton."

"Oke kak, nanti pasti Asa datang kok ke pertandingan kakak. Semangat kak Juna."

Asa ini memang kolot apa bagaimana, Juna sudah tidak heran dengan sikap kelewat ceria itu. Karena hampir setengah tahun, mereka tidur dalam satu ruangan.

Asa itu memang yang termuda di kelas. Karena sifatnya yang sopan, ia memanggil teman sekelasnya dengan embel-embel kakak. Ia juga terkenal akan kecerdasannya sehingga membuat tidak sedikit teman sekelasnya yang mau di ajari beberapa pelajaran yang sulit dimengerti.

Pukul tiga sore, sekolah berakhir. Dengan segera, Asa berjalan menuju halte. Hari ini, tidak masuk kerja karena ia ada janji dengan seseorang. Bis trans itu turun tepat di halte depan sebuah gedung besar bernama rumah sakit.

Asa menghela nafas pelan, ini bukan pertama kalinya tetapi ia masih saja takut dan gugup. Ia memasuki ruang dokter spesialis itu setelah di panggil namanya.

"Penyakit kamu sudah sangat parah. Seharusnya kamu melakukan pengobatan rutin tiap seminggu sekali, Bintang."

"Dokter langsung kasih resep saja."

Dokter muda itu menghela nafas pelan. Pasien kecil di depannya ini memang terlalu menyepelekan kesehatannya.

"Dokter minta nomor telepon orang tuamu."

"Aku nggak ada orang tua dok. Cuma sebatang kara. Jadi, dok, tolong berikan resep obatnya aja."

Dokter muda yang biasa di sapa Jion itu nampak terkejut mendengar fakta bahwa pasien kecilnya itu berjuang sendiri.

"Dokter bisa biayai pengobatan kamu, Bintang."

"Sebelumnya terimakasih dok. Tapi, untuk apa? Asa hanya ingin hidup sampai tuhan mau jemput Asa tanpa harus memperlambat dengan melakukan pengobatan."

"Coba ubah pola pikir mu, setelah kamu sehat, kamu bisa melakukan apapun. Kamu bisa raih apapun yang kamu mau, Asa."

"Asa cuma mau resep obatnya aja dok. Ini waktu Asa nggak banyak loh. Asa mau lihat pertandingan basket."

Dokter Jion menghela nafas pelan menghadapi pasien kecil yang keras kepala itu.

"Ingat... Kalau kamu berubah pikiran kamu harus langsung kesini."

"Iyaa... Terima kasih kakak dokter," ucap Asa sembari tersenyum. Kemudian, kaki mungilnya membawanya keluar dari ruang praktik dokter Jion.

Sementara dokter Jion, ia kembali membaca data-data tentang rekam medis Asa. Mencoba mempelajari sejauh mana penyakit itu bersemayam dalam tubuh ringkih Asa. Tak lama, seseorang memasuki ruangan itu. Membuat Jion berhenti melakukan aktivitasnya.

"Tadi adek Lo?" Sosok tegas itu duduk sembari menyilang kan Kedua kakinya di kursi bekas Asa tadi.

"Pasien gue." Sosok itu mengangguk mengerti.

"Ngapain? Ada jadwal emang?" Jion bertanya kepada pasien pribadinya. Sebut saja Terang. Jion yang bertanggung jawab atas kesehatan manusia konglomerat di depannya itu.

"Ya biasa sih. Pas jadwal check up gue ada kerjaan."

"Yaudah Lo baring. Gue siapin semuanya dulu."

Terang menurut. Setelah beberapa menit, akhirnya pemeriksaan selesai. Mereka kembali pada tempat duduk masing-masing.

Semesta AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang